Showing posts with label Finance. Show all posts
Showing posts with label Finance. Show all posts

Monday, August 20, 2018

Save His Money


by Stephanie Gunawan 

Nyiapin wedding tuh seru, heboh, dan menantang! 

Waktu awal persiapan, kami bikin budgeting. Kami punya target maksimum pengeluaran buat hari H, katakanlah sejumlah Rp X. Dari X itu, kami coba anggarkan: sekian buat makanan, sekian buat kue pengantin, sekian buat jas, gaun, baju orang tua, gedung, dll. 

Anyway, ternyata saya punya hati yang rada gak bener. Saya punya pemikiran gini. Misalnya, saya dan Mr. K udah budgetin untuk kue pengantin seharga 4 juta; saya mikirnya: “OKE! Saya akan cari model kue yang harganya 4 juta. Ngapain cari kue yang harga 1 juta kalau kita udah alokasiin dana 4 juta untuk kue? Toh perlengkapan yang lain juga masih bisa dibeli sesuai dengan jumlah yang kita anggarkan. Baiklaaahh!!” 

Sampe suatu ketika, saya punya keinginan-keinginan yang semakin “luar biasa”. Hahaha. Saya merasa sumber awalnya ada beberapa, tapi yang cukup berpengaruh adalah hasil browsing di internet. Dari melihat di website spesialis wedding, sampai liatin foto temen-temen yang udah ngadain wedding, semuanya bikin saya mupeng! Saya liatin dekorasinya, foto pre-wednya, kuenya, bajunya... Aaarrhhh, mau kaya gitu! Mau kaya gini! 

Mr. K ajak ngomong saya, “Fani, kalau keinginan kamu kaya gini, kita bisa over budget.” Ah, betul juga. Tapi saya masih berpikir, “Kan masih dalam budget... Kayanya gak apa-apa... Bisa lah...” Tapi tetep, Mr. K dengan tegas namun lembut (ciieehh, emang Mr. K paling bisa begitu! I am so lucky.) menjelaskan, lebih baik kami usaha agar tidak terlalu muluk-muluk. 

Saya cerita ke ci Diana yang pimpin Ensemble Galilea (anyway, namanya sekarang uda Galilea Orchestra lho) tentang hal ini. Tetapi dia bilang, “Fani, cici merasa,—sorry yah sebelumnya—kamu ada roh serakah.” Jederr!!! Cici melanjutkan, “Kalau kamu udah budget-in 4 juta buat kue, bukan berarti kamu mesti pake 4 juta kan. Kalau emang ada kue yang oke dan harganya 3,5 juta, itu kan lebih baik. Kamu bisa simpen 500 ribunya dan pake buat kepentingan yang lain.” 

Saya masih berontak dan berpikir, “Kan kepentingan yang lain juga udah ada budget-nya. Apa salahnya pakai semuanya?” Tapi jawaban yang muncul dari mulut saya adalah, “Hm... Mungkin aku pengen begitu karena dari kecil aku merasa gak pernah dapet apa-apa. Jadi sekarang kalau saya mau dikasih kue harga segitu, why should I not receive that?” I don’t know why I always believed that lie, padahal sebenernya ada banyak hal yang bisa saya syukuri. 

Ci Diana bilang, “Gimana kalau kamu melihat masa kecil kamu sebagai bentuk latihan untuk kamu berhemat? Daripada menyalahkan orang tua kamu yang gak kasih kamu macem-macem barang, kamu seharusnya bersyukur udah diajarin ortu kamu untuk hanya beli apa yang perlu dan penting. Dan sekarang, kamu bisa praktekkan kebiasaan baik itu.” 

Pembicaraan itu membuat saya berpikir. Entah gimana, saya teringat Amsal 31:12. 

"Ia berbuat baik kepada suaminya dan tidak berbuat jahat sepanjang umurnya."
(Amsal 31:12)

Ia berbuat baik kepada suaminya... 
Ia berbuat baik kepada suaminya...
Sekali lagi, ia berbuat baik kepada suaminya...
Hmmm...

Ngabisin duit suami termasuk perbuatan jahat yah? Padahal dia carinya cape-cape. Seringkali kalo ketemu, dia juga lelah dan bawa cerita kalau di toko begini-begitu. Kemudian... Uang yang dia cari dengan susah payah malah saya pakai sembarangan buat beli sesuatu yang terlalu mahal. Padahal mungkin gak usah semahal itu, juga udah dapet barangnya. 

Yeah, I think so. Saya rasa, memanfaatkan penghasilan suami untuk keperluan—atau lebih tepatnya keinginan—saya sampai berlebihan, termasuk perbuatan jahat. Oh, no!! Masa saya jadi istri yang jahat? Gak mau dooonkk... Kan mau jadi wanita seperti dalam Amsal 31. Masa’ malah ngabisin duit suami seenaknya?? 

Hmm... saya mesti pinter pakai uang dia. Pinter ngaturnya juga. Gimana caranya yah? Mungkin saya akan mulai dari stop minta barang yang mahal-mahal. Kebutuhan sekunder, seperti: upgrade ini, upgrade itu, gak usah deh. Utamakan kebutuhan primer dulu aja. Kalau memang mau ada tambahan dekorasi yang manis-manis, coba cari di Youtube ide-ide kreatif gimana bikin ini itu. Be creative, save his money, save his pride. Itu PENTING!! :) Dan yang gak kalah penting: Be grateful! Saya akan belajar mencukupkan diri dengan provision yang disediakan suami and be grateful. :) Ya iya lah bersyukur. Apa sih yang gak bisa disyukuri? Ada yang memilih saya untuk jadi istrinya lhooo! KYAA!!! KYAA!!! *euphoria jejingkrakan* Senang sekaliiiii... Hihihihihi... XD 

Well, itulah salah satu pelajaran yang saya dapat dari masa persiapan ini. Ternyata jadi seorang istri harus belajar mengelola duit suami. Sekarang Mr. K masih cami (calon suami), tapi ntar kan beneran jadi suami (Amin!). Jadi gak ada salahnya kalau dari masa persiapan ini saya mulai belajar mengelola keuangan dengan baik. Nantinya, udah gak ada “uang dia” atau “uang saya”, yang ada cuma uang kami. So, sama sekali gak ada ruginya saya belajar dari sekarang. \(^.^)/

Sunday, August 23, 2015

Bekerja

by Stephanie Gunawan

Ada lagu sekolah minggu:

Apa yang dicari orang? Uang
Apa yang dicari orang? Uang
Apa yang dicari orang pagi siang sore malam? Uang, uang, uaaaaannggg.... bukan Tuhan Yesus

Inget gak, temen2?
Lagu sekolah  minggu yang sederhana itu, menurut saya, punya makna yang daleeemmm sekali.

Coba yah saya tanya.. Temen2 bekerja cari apa? Uang kan? Nanti uangnya bisa dipake beli makanan, beli baju, beli perhiasan, beli mobil, beli rumah, dll dll... Asal ada uang, kita bisa beli kebutuhan dan kenyamanan.. bahkan kekuasaan! Tapi, saya mau bilang... kalimat "bekerja cari uang" sebenernya bikin kita salah memaknai hidup ini. Saya akan mencoba mendaftar beberapa harapan dan pemikiran kita (atau lebih tepatnya, saya) yang sebenernya salah arah..

Kita seringkali berpikir:
Bekerja cari uang.... supaya bisa makan, jadi tetep sehat dan kuat, tetep hidup lah pokoknya
Bekerja cari uang.... supaya bisa beli baju dan perlengkapan sehari2 (sabun, baju, obat, dll)
Bekerja cari uang.... supaya bisa bayar cicilan (gadget, mobil, rumah, dll)
Bekerja cari uang.... supaya bisa bayar asuransi macem2, ya asuransi jiwa, asuransi pendidikan anak, intinya jaminan keamanan untuk masa depan
Bekerja cari uang.... supaya bisa gaya (makan di mall, beli baju baru, nongkrong di warung kopi yang harga segelas kopinya bisa buat beli sekarung beras 5 kg)
Bekerja cari uang.... supaya bisa kaya!

Intinya: I WANT MONEY!!! I NEED MONEEYY!!!! I NEED TO WORK TOTALLY HARD TO GET MONEY!!!!

Akhirnya kita banting tulang. Berangkat pagi, pulang malam. Sehat gak sehat, gak peduli.. Yang penting tetep ngantor dan gaji gak dipotong. Pulang kantor, urusin barang dagangan online. Time is money. Setiap detik diusahakan ada cash yang masuk ke account. Cring cring cring *bunyi koin2 masuk ke celengan*. YEAH BABY!! I GET MONEEYY!!!

But,




is it true? .......





Betulkah bekerja tuh.. untuk cari uang? ......





Menurut saya, secara harafiah: YES. You work, your boss pay you with money. So, yes, we work to get money.
Tapi dilihat dari makna hidup: NO. We simply don't work to get money. 

Salomo bilang..

"Jangan bersusah payah untuk menjadi kaya, tinggalkan niatmu ini" 
Amsal 23: 4

Ada lagi..

"Sia-sialah kamu bangun pagi-pagi dan duduk-duduk sampai jauh malam, dan makan roti yang diperoleh dengan susah payah - sebab Ia memberikannya kepada yang dicintai-Nya pada waktu tidur."
Mazmur 127: 2

Sia-sia kerja dari pagi sampe malem, dapet duit, beli roti, terus makan rotinya.. Why? Karena biasanya kita udah gak nikmat makannya.. Kita kecapean kerja, makan telat, masuk angin, eneg, makan roti pun rasanya gak napsu..

Tenang aja... Tuhan sayang sama kita. Kita bobo pun, Tuhan kasih roti untuk kita. Kaya orang Israel gitu lho.. Malem2 Tuhan kirim manna, pagi2 udah tinggal mungut. Kalau emang mau makan roti, gak usah bekerja gila-gilaan. Gak usah cari duit gila-gilaan. Gak usah repot-repot jadi kaya. Tinggalkan niat kita ini!

Kenapa siiiihhh gak boleh punya niat pengen kayaa??? Emangnya dosa???

Saya tanya dulu, sampai seberapa jauh kita pengen kaya? Kalau kita pengen kaya lebih daripada kita pengen deket sama Allah, YES, itu dosa. Kalo udah sampe kaya gitu, money is your god. Uang adalah 'allah lain' kita.

Lalu... kita kerjanya santai aja donk ya.. gak usah kerja sungguh2? Eeeiiittt... bukan berarti kita males2an lho ya.. Ini dia intinya bekerja.
Kita bekerja untuk:

  • memenuhi panggilan Allah dalam hidup kita. Yang terpanggil jadi dokter, penuhi panggilanmu.. yang terpanggil jadi guru, silakan ngajar.. yang terpanggil jadi hakim, ayoo laksanakan.. (1 Kor 12: 1-31)
  • bersungguh-sungguh memberikan yang terbaik untuk Dia (Kolose 3: 23)
  • jadi saksiNya di lingkungan kerja kita

Jadi, 'bekerja' sebenernya adalah suatu hubungan kita dengan Allah, suatu sarana yang Allah gunakan untuk membentuk kita makin serupa Dia dan juga hanya sekedar 'jasa antar' (semacam JNE atau Tiki :D) yang Ia pakai untuk mengirim berkat-Nya. Bekerja bukanlah sebuah target, bukan juga sebuah alat untuk mendapatkan lebih banyak uang. Bekerja.. is just simply to worship Him. 

Kalau melihat bekerja sebagai sarana cari uang, saya ucapin: Selamat deh! Kita pasti super cape dan lelah, dan gak bisa menikmatinya karena kita udah capeeeeee banget... badan jadi sakit, duit banyak pun dipake untuk berobat.

Lalu, apa yang harus kita cari dalam hidup ini? Balik ke lagu sekolah minggu tadi. :) Harusnya kita cari Tuhan Yesus. Read His words more, talk to Him more, spend time with Him more, love Him more *khotbah ke diri sendiri juga -.-"* 

~Oh ya, sebagai tambahan, bisa baca Pengkhotbah 5: 9-19. :) Have a nice day!

Saturday, August 8, 2015

Make Your Own Budget Plan!

by Elisabet Listiyani

Konon, ada 2 macam tipe orang di dunia ini, yaitu Spender (Pembelanja) dan Hoarder (Penimbun). Dua-duanya extreme, yang satu gila membelanjakan uang yang lainnya pelit banget, susah banget buat ngeluarin duit. Dan posisi kebanyakan kita somehow di antara 2 ekstrim ini.

Hoarder is different with saver.
Hoarder itu bisa dibilang orang pelit, sukanya menimbun uang. Dia susah banget ngeluarin uang bahkan ketika memang itu adalah kebutuhan. Seorang hoarder penuh ketakutan, takut masa depan, takut kalo ada apa-apa uang gak cukup, takut masa pensiun, dll. Seorang hoarder bisa kaya raya tapi gak bahagia di hatinya dan dia tidak pernah merasa cukup.

Spender is total opposite of Hoarder
Spender membelanjakan uangnya lebih daripada kapasitasnya. Biasanya tipe inilah yang sering terjerat utang karena selalu lebih besar pasak daripada tiang. Seorang Spender bisa kelihatan kaya tapi terlilit utang. And nothing can satisfy their desire of spending the money!

So, tipe yg mana nih kamu?
Setiap dari kita punya kecenderungan either as a Hoarder or a Spender. Gimana kalo kita seorang Spender sedangkan pasangan kita seorang Hoarder? Ato sebaliknya? Banyak pertengkaran terjadi antara pasangan karena perbedaan value dan kecenderungan ini.

Jadi gimana dong solusinya?
What we need is to balance this tendency. One way of doing this is to make a budget! Your personal budget if you are single and family budget if you are married. By having a budget, it can loosen up the hoarder to enjoy God's blessing. But also help a spender to plan and control the spending and resist impulsive buying!


   Tips for making a monthly budget:   

1. How much you earn and spend?
Mulailah mencatat penghasilan kamu tiap bulan, entah itu uang jajan dari ortu, gaji bulanan, hasil part-time, dll. Yang kedua adalah mengetahui sebenarnya berapa banyak sih pengeluaran kita? Dan buat apa aja uang itu kita belanjakan? Cara tahunya adalah dengan mencatat semua pengeluaran kita setiap hari/minggu. Dari situ kita tahu, berapa sebenarnya pengeluaran kita dan ke mana perginya uang kita.

2. Categorize your spending
Dalam membuat budget, kategorikan pengeluaran kita dalam beberapa pos. Pos-pos yang umum dalam budget:
a. Tithing / Perpuluhan
b. Saving /Tabungan
c. Persembahan
d. Housing (sewa atau cicilan)
e. Transportasi (biaya angkutan umu/bensin/biaya parkir dll)
f. Mobil dan kendaraan lain (cicilan dan biaya pemeliharaan lain)
g. Biaya pendidikan anak-anak
h. Groceries
i. Eating out for fun/entertainment (books, movies, salon, etc)
j. Personal hygiene
k. Shopping (Clothes, bags, make-up, etc)
l. Membership (gym, golf club, etc)
m. Gifts
n. Saving for parents, etc

Dengan mempunyai pos-pos ini, kita bisa fleksibel mengatur budget untuk setiap pos-nya. Misalkan, kita membeli mobil baru sehingga pos cicilan mobil bertambah, mungkin itu berarti kita mengurangi budget menabung and also give up our gym membership.

3. How if our expense is bigger than our income?
Setelah membuat budget dari pengeluaran-pengeluaran, akan terlihat apakah pengeluaran kita lebih kecil ato lebih besar daripada pendapatan. Nah, gimana kalo pengeluaran lebih besar dari pendapatan? Ada 2 cara untuk menyelesaikan masalah ini:

a. Increase your income
Jika memang kita mempunyai banyak pengeluaran, carilah cara untuk menambah penghasilan Anda. If there is any chance, untuk menambah penghasilan usahakanlah itu! Penghasilan tambahan bisa dari jualan di facebook, memberikan les (private lesson) ke anak-anak SD/SMP/SMA, membantu pekerjaan admin di kantor orang tua kita, dll. Atau bisa juga untuk mencari kesempatan yang lebih bagus di perusahaan lain, carilah info-info tentang pekerjaan yang berhubungan dengan kualifikasi kamu.

b. Reduce your expense
Selain menambah penghasilan, solusi lain adalah dengan mengurangi pengeluaran kita. Bagian ini bisa menjadi cukup menyakitkan dan mungkin memerlukan pengorbanan besar – tergantung dari seberapa besar expense that you need to cut. Cut your expense may start from small things like stop eating out, stop your gym membership, stop buying pricey shampoo, etc. But when things are going very bad, often we need to have radical changes. Which means maybe you need to sell your car and start using public transportation. Or sell your house and find more modest house with less monthly payment.

4. First give to God, second to you and your family
Ingat selalu untuk memberikan ke Tuhan yang pertama dari segala penghasilan kita. Ketika mendapat gaji, biasakan diri untuk pertama-tama memberi perpuluhan dan persembahan kasih kita pada Tuhan.

"Muliakanlah TUHAN dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu, maka
lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya." (Amsal 3:9-10).

Prinsip yang kedua, setelah memberi apa yang menjadi bagian Tuhan, menabunglah! Banyak orang mengira menabung adalah ‘sisa dari pengeluaran’. Kalo pake prinsip ini, kadang bisa nabung kadang gak bisa nabung, tergantung pengeluaran bulan ini. Ini bisa membuat keuangan kita di masa depan tidak stabil dan rencana-rencana masa depan kita sulit tercapai.

So, make it your habit to directly aside your money for saving in the beginning of the month!
Jadi bagaimana? Tertarik untuk mulai membuat budget pribadi kalian? Mulai sama-sama yuk! Happy Budgeting!

Friday, July 17, 2015

Money can Talk, so can We

by Grace Suryani

Kemaren ini, seorang sahabat saya cerita soal kelas bina pranikah yang diikuti. Dia bilang salah satu hal yang bisa menjadi masalah besar di dalam hubungan suami istri itu soal keuangan. Gue setuju banget.

Kalo denger kalimat, suami istri ribut gara-gara uang itu kesannya kok ‘duniawi’ sekali, atau bayangan kita itu suami istri bangkrut, ga punya duit, selama ini ga nabung atau karena sesuatu dan lain hal, tabungan ludes, so jadi masalah deh. Seolah-olah masalah dengan uang itu pasti SELALU masalah besar. Ya dan tidak. Ya, ada pasangan suami istri yang karena mengalami krisis keuangan besar-besaran trus jadi berantem mulu. Tapi, ga selalu pasangan suami istri berantem karena uang itu artinya PASTI mereka lagi ngalamin krisis keuangan. Kalo menurut gue yang bikin masalah itu bukan uangnya, tapi cara pandang kita terhadap uang dan cara kita memakai uang yang berbeda dengan pasangan kita yang menyebabkan terjadinya masalah.

Yang menarik,dari hasil pengamatan gue terhadap pasangan suami istri di sekitar gue, dari tiap pasang suami istri, pasti ada salah satu yang kecenderungannya lebih ‘boros’ daripada yang laen. Jadi kalo misalnya di pasangan suami istri A dan B, suaminya A lebih boros. Tapi di pasangan suami istri C dan D, istrinya D yang lebih boros. Tapi jangan salah, definisi boros di sini tuh bukan selalu berarti menghambur-hamburkan uang, beli barang-barang mahal melulu. Ga selalu.

Contohnya deh, kalo kalian kenal suami gue, Tepen, pasti kata ‘boros’ itu ga termasuk untuk mendeskripsikan suami gue. :p Suami gue tuh penampilannya sederhana banget, kaos gratisan, tas juga gratisan. Pokoknya ga keliatan typical boros deh. Dulu sebelon married, gue pikir gue bakal lebih boros, eh ternyata oh ternyata, gue justru lebih pelit!

Kita itu sebenernya dah termasuk pasangan yang pandangan tentang keuangan tuh ga beda2 jauh. Biasa, typical Chinese family, menabung nomor 1. Tapi sekalipun kita banyak samanya, tetep ada bedanya. Salah satu ketika kita lakukan budgeting. Misalnya, XX SGD buat entertainment (makan di luar, nonton bioskop, dll). Kalo dah mendekati akhir bulan en cuman baru kepake kurang dari itu, pikiran gue langsung, “Ah, we can save more.” Sedangkan pikiran Tepen, “Ah, we can spend more. Ayok makan di luar.” :p Kalo buat beli barang juga gitu. Tepen ternyata suka yang mahal, gue selalu pilih bukan yang paling mahal. Prinsip ibu-ibu kalo bisa lebih murah 1 dollar,kenapa harus bayar 1 dollar extra?!?!  Definisi Tepen soal Best Buy adalah membeli barang baru yang paling bagus dan paling mahal (teknologi terbaru dan tercanggih), sedangkan definisi gue ttg Best Buy adalah dapet barang yg gue mau dengan harga yang paling miring sekalipun harus nunggu lama (gue dulu biasa beli pakaian musim dingin DI AKHIR musim dingin :p soalnya itu harga paling miring. En gue rela nunggu setaon buat bisa pake lagi hehehe).

Awal-awal tuh bĂȘte banget. Kok kamu beda banget sih?!?! Tapi lama-lama, gue jadi sadar, BEDA ITU BAGUS! Kalo gue dapet suami yang sama-sama pelitnya sama gue, sengsaralah gue. Nimbun duit kagak pernah dipake. Kalo Tepen dapet istri yang sama-sama maunya yang paling mahal, bangkrut lah dia. :p Loe beli laptop paling mahal, gue beli sepatu paling mahal. Justru pola keuangan kita yang beda ini lah yang membuat bisa terjadinya keseimbangan. Ada saatnya memang harus menahan diri, ada saatnya emank harus keluarin duit.

Kata orang, money talks. Menurut gue, so can we. Uang bisa ‘ngomong’, kita juga bisa ngomong. Jadi jangan biarkan perbedaan cara mengelola keuangan jadi boomerang buat pernikahan. Justru itu bisa jadi salah satu kekuatan kita untuk membangun pernikahan yang lebih tahan uji. Beberapa hal yang gue pelajari selama bergumul soal perbedaan kita :

1. Always believe in ur spouse’s good intention
Biasanya yang paling bikin ribut bukan pandangan kita beda. Tapi karena kita GA PERCAYA kalo pasangan kita itu memikirkan ‘kesejahteraan’ keluarga kita. Sering kita pikir, yang paling bener itu cara gue. So ketika pasangan kita bilang, “We must spend this amount of money.”, kadang yang langsung muncul adalah, “LOE MAU KITA JADI MISKIN HAH?!!?” Atau mungkin ketika pasangan kita mengingatkan “Kayaknya bulan ini dah kebanyakkan belanja.”, yang ada di pikiran kita adalah, “LOE GA MAU GUE HAPPY YAH?!?! Masak gue kerja cape-cape beli ini aja ga boleh.”

Pikiran-pikiran negative itu muncul karena kita pikir pasangan kita itu tidak peduli dgn our family’s welfare. Padahal belon tentu!! Di dalam banyak ‘perdebatan’, akhirnya gue menemukan bahwa sekalipun solusi kita berdua tuh kadang2 bisa bertolak belakang tapi yang mendasari kita memikirkan solusi itu adalah karena kita memikirkan pasangan kita!!

Jadi pertama, ketika denger pandangan super aneh dari pasangan kita, CALM DOWN! Take time to pray and say to urself, “He loves me … he loves me … he loves our family.”

2. Listen first!
Kita baru bisa mendengarkan dengan efektif kalo kita sudah lakukan point no 1. Selama kita belon bener-bener yakin kalo pasangan kita itu mikirin kita, apapun yang dia ngomong pasti jadi angin lalu dah. Angin mamiri, masuk ke kanan keluar ke kiri.

Setelah kita believe in our spouses. Let them explain. “Kamu kok mikir kayak gitu, apa alasannya?” “Kenapa menurutmu kita harus beli sekarang?”, “Kenapa kau bilang JANGAN beli sekarang?”

Sambil mereka menjelaskan, try to be an active listener. Caranya adalah dengan memastikan persepsi yang kita tangkap itu sama dengan yang pasangan kita maksud. Kita bisa bilang, “Oh jadi, menurutmu jangan beli sekarang karena blablabalabla. Bener ga?”

3. Explain ur way of thinking
Sebagian besar pertengkaran biasanya bisa selesai kalo kita melakukan dua step di atas. :p coz yah sebenernya banyak pertengkaran itu terjadi karena kita punya persepsi yang salah dengan pasangan kita. begitu kita mengerti cara berpikirnya dia, begitu kita ngeh oohh ternyata dia bener-bener mikirin kesejahteraan keluarga, biasanya udah tenang deh.  Tapi kadang sekalipun pasangan kita sudah menjelaskan, persepsinya sudah sama, kita tetep ga setuju. And that’s fine. Setelah dia jelasin, baru kita juga jelasin kenapa kita berpikir hal yang beda. Apa alasannya. Apa pertimbangannya.

 4.   Pray
Dan ga jarang guys, pembicaraan tidak bisa selesai dalam 1 sesi. Mungkin karena udah harus buru-buru ke kantor, atau hal lainnya. En itu juga wajar. So ladies, don’t push ur hubby to solve all conflict NOW! :p kadang cara terbaik untuk menyelesaikan perbedaan pendapat adalah dengan break. Masing-masing pihak2 sama cooling down dan ambil waktu buat berdoa. Minta Tuhan entah ubah hati kita dan bekerja menyatakan maksud-Nya.

Kita tuh hidup ga lepas dari uang. Apakah masalah keuangan bisa menghancurkan pernikahan atau justru memperkokoh itu tergantung kita. Apa kita mau belajar menerima pandangan pasangan yang berbeda, dan ga hanya menerima tapi juga MENSYUKURI bahwa Tuhan kasih kita pasangan yang BEDA BANGET.

Money talks, so can we : )

Monday, March 30, 2015

I Want Money, I Need Money!


by Nelly Hendrianto

Siapa sih yang ga mau duit?
Gue mau duit, gue butuh duit. Gue butuh duit untuk makan, susu buat anak gue, baju dan lain lain. Kalo ga ada duit, gimana kita bisa makan? Gimana bisa bayar sewa rumah? Apalagi kita berdomisili di Singapura, yang jelas-jelas biaya hidupnya tinggi banget. Dan sewa rumah harganya juga sangat mahal.

Karena kita anak Tuhan, terkadang kedengarannya aneh untuk ngomong atau bertindak seolah-olah kita ga butuh duit, sepertinya uang itu gimanaaa banget. Ada yang bilang kalau ‘uang adalah akar dari segala kejahatan’, jadi waktu kita mikir dan ngomong “Gue butuh duit!” atau “Gue mau duit!” orang lain akan anggap kita ‘kurang mencerminkan orang Kristen’.

Pengertian ‘uang adalah akar dari segala kejahatan’ sendiri sebenarnya terambil dari Alkitab. Di 1Timotius 6:10 tertulis: Karena akar segala kejahatan adalah cinta uang.

Perhatikan kata-kata, ‘cinta akan uang’ alias ‘nafsu akan uang’ alias ‘ketamakan’. Pada saat kita merasa kita tidak pernah cukup, itu adalah saat dimana segala kejahatan muncul. It actually starts in our heart and thoughts, and it will blossom into our actions.


Karena kita butuh duit, kita mengambil setiap kesempatan yang memungkinkan duit datang ke kita. Sebab kita kuatir, siapa tahu kesempatan seperti itu tidak akan datang lagi. But sometimes, a good opportunity is good, but it is not God’s.

Hal tersebut sering sekali terjadi di keluarga kami. Sebagai seorang istri, gue punya gaji yang jauh lebih besar dari suami. Tapi sebenernya gaji gue pun juga ga gede. Cukuplah buat kebutuhan sehari-hari, ngga lebih. Kalo ada kebutuhan yang mendadak, abislah gaji gue, jadi kita benar-benar tidak punya tabungan. Kerjaan suami, sebut aja G, lebih ke pelayanan, urusan gereja, misi dan lain lain. Kita menghadapi beberapa kali tantangan iman dalam hal keuangan. Apalagi sehabis ngelahirin Aiden, putra tunggal kami (untuk sementara ini, hehe). Selama waktu itu, beberapa kali G dapat tawaran untuk kerja yang lain, selain pekerjaannya yang sekarang, sebagai manager dengan gaji yang lebih besar dari gue. Pada waktu itu ada saat dimana dia benar-benar merasa terdesak untuk menerima pekerjaan-pekerjaan tersebut. Karena sebagai seorang suami, pastilah dia ingin memenuhi kebutuhan keluarganya sebagai pencari nafkah. Apalagi dengan kondisi keuangan kami, akan sangat membantu sekali kalo G bisa dapet kerja dengan gaji yang lebih besar. Sebagai laki-laki dan seorang suami, siapa sih yang ga tergerak untuk mencukupi kebutuhan keluarganya? Dan gue yang harus mengingatkan G tentang calling kita. Gue ga nyalahin G kalau dia merasa terdesak untuk mengambil pekerjaan dengan gaji lebih besar, sebenernya dia juga tahu kalo itu bukan kehendak Tuhan. Dan gue yang harus ngingetin G beberapa kali pada saat kesempatan-kesempatan seperti itu datang, “Say, ga usah deh. Ingat, itu bukan panggilan kamu. Jadi harus kita lupakan.” Terkadang kalo gue yang goyah, gantian G yg ingetin.

Kita sudah tau panggilan dan visi kita. Maka kalau ada pekerjaan-pekerjaan bergaji besar yang kita tahu itu ga sesuai dengan panggilan dan visi kita (G harus mengorbankan pelayanannya dan lain-lain) kita harus berkata tidak, meskipun G sempet dikejar-kejar, diminta-minta untuk ambil pekerjaan tersebut, karena bosnya suka sama karakternya dan mempercayainya. But we stick to our faith in our calling. Sticking to what God has put in our hearts.

Sebagai akibatnya, apa yang terjadi? Ya, kita kekurangan uang. Betul, kita butuh uang. Dan sebagai respon terhadap keputusan kita, yang terjadi adalah Tuhan menghargai komitmen iman dan panggilan kita. Kita mengalami begituuu banyakkk keajaiban! Salah satunya adalah waktu Aiden umur satu tahun (skarang dia udah 2 tahun lebih). Kita lagi ga ada duit, gue sempet bingung gimana mo beli susu Aiden. Eh tiba-tiba ada kenalan kita yang nelpon en bilang mau menghabiskan stock susu bayi mereka. Jadi susu-susu ini mau dibagi-bagiin. Dan orang tersebut ga tau susu Aiden merek apa kan, tapi ternyata merek susunya sama persis dengan yang Aiden minum, dan ngasihnya ga kira-kira lagi, yaitu kurang lebih empat puluh kaleng susu!

Yang ibu-ibu pasti tau deh, susu bayi itu harganya mahal bok! Nah ini udah mahal, dikasih 40 kaleng lagi, gratis!! Gue sampe bengong-bengong liat Tuhan bekerja. Bayangkan, bisa aja Tuhan kepikir bikin mukjizat lewat beberapa kaleng susu!!

Mukjizat yang terbaru adalah soal tempat tinggal kita. Pembaca setia blog gue pasti udah tau ceritanya. Gue selama ini di Spore selalu nyewa rumah. Setelah menikah, setiap tahun kita pindah. Dan kita tinggalnya itu biasanya di HDB, rumah susun pemerintah punya gitu. Yang kagak ada fasilitas apa-apa. Kalo di Spore, ada berbagai tipe: HDB Flat, Apartments, Condo, Landed House. Rumah susun HDB yang paling murah. Tapi murahnya Spore ya tetep aja mahal, hehe. Yang paling lengkap fasilitasnya adalah condo, ada kolam renang, lapangan tenis, lapangan bulu tangkis, basket, tempat BBQ, Jacuzzi… macem-macem lah.

Nah pas itu kita udah mepet banget harus pindah dalam tujuh hari. Dan kita masih belon dapet tempat, karena biaya sewa semakin mahal. Pilihan kita terbatas, karena harus cari yang sesuai budget. Singkat cerita, pas udah mepet-mepet begini, tiba-tiba kita ditawarin tinggal di condo dengan harga sewa HDB! Itu ajaib banget! (Cerita lengkapnya, silahkan baca blog gue: nelotte.wordpress.com, yang judulnya, ‘Siapa Bilang Itu Mustahil’).

Artikel ini akan jadi sangattt panjang kalo gue cerita satu-satu mujizat Tuhan bagi kita. Banyak hal yang terjadi ama kita yang bener-bener campur tangan Tuhan banget. His supernatural work yang orang laen ga bisa sangkal adalah karya-Nya dalam keluarga kita.

Gue akhirnya ngerti Tuhan lakukan itu semua untuk kita, karena Tuhan menghargai komitmen dan keputusan kita. Ia tahu bahwa kita sungguh-sungguh bergantung pada-Nya, bukan kepada bagaimana dunia berpikir tentang kita. Kita putusin untuk ga ambil kerjaan dengan penghasilan besar karena kita tahu itu bukan calling-Nya untuk kita meskipun kita menghadapi berbagai kesulitan keuangan. Waktu kita memutuskan untuk bersandar pada-Nya, kita mengijinkan Tuhan untuk melakukan mujizat bagi kita.

Dulu waktu gue mau menikah ama G, ada leaders gereja yang datang ke saya dan berkata, “Kamu yakin sama dia? Nanti hidupmu akan susah, kamu harus kerja. Mending kamu dapatin cowo yang udah mapan, dan sepadan statusnya sama kamu.” Tapi saya tahu dan tahu bahwa G adalah pasangan yang berasal dari Tuhan. Dan sepanjang pernikahan, meskipun kita menghadapi kesulitan finansial, gue belajar banyaaakkk banget sebagai seorang istri, sebagai hamba-Nya, gimana Tuhan bentuk karakter dan perilaku gue terhadap uang dan dalam hal memberi. Satu hal yang gue kagumi dari G adalah dia punya hati yang memberi banget. Gue belajar dari dia banyak soal giving. Gue belajar dari kalimat favoritnya buat keluarga kita, “Kita harus belajar untuk let go. Saat kita tidak mempertahankan, disana kita akan mendapatkan kembali. Bahkan berkali-kali lipat.”

Gue juga belajar jadi istri yang punya gentle and quiet spirit. Apakah gue merongrong dan menuntut suami untuk ngumpulin duit lebih lagi? Apa gue ngedumel saat ngadepin kesulitan? Dan pelajaran yang terpenting untuk gue adalah, “Pada saat gue bilang gue mau mempercayai-Nya, seberapa jauh gue sungguh-sungguh mempercayai-Nya? Kita selalu bilang Tuhan adalah provider kita. Kita sudah seringkali mengalami kesulitan keuangan dan kita selalu percaya Dia selalu mencukupi. Pelajaran tersebut terus menerus diterapkan dalam keluarga kita. And that’s where God build us... the next level of faith, every time.

Kita tidak pernah menyesali kita harus ngalamin ini semua, malah dengan semua yang sudah terjadi, kita semakin mengenal karakter-Nya, dan sudah tentu karakter kita juga. Apakah kita benar-benar mempercayai-Nya dalam hal keuangan? Dan Tuhan juga semakin membuka diri-Nya bagi kita.

Gue ngerti beberapa orang gak memahami bahwa inilah cara Tuhan bekerja di keluarga kami. Ini bukan masalah kekurangan uang, tapi ini adalah bagaimana Tuhan seringkali mencukupi keluarga kami. Kita melayani Allah yang hebat, kita bersaksi tentang hal ini semua karena kita pengen tunjukan betapa HEBATNYA TUHAN kita. Terkadang orang sering bilang Tuhan itu hebat, tapi kita ga sungguh-sungguh memahami bagaimana hebatnya Tuhan itu, sampe kita bener-bener ngalamin sendiri dan memperoleh damai sejahtera yang lebih besar. Damai sejahtera yang melampaui segala akal manusia. Damai sejahtera yang kita dapetin karena kita mempercayai-Nya 100%.


Nah kenapa kita kok mengalami kesulitan keuangan, padahal kita melakukan pekerjaan Tuhan dan setia melayani? Bukannya kalo kita pelayanan, cari Tuhan, cari dahulu kerajaan-Nya, kita akan dapat berlimpah-limpah?


Pasti ada rencana Tuhan mengapa kita mengalami hal tersebut dan mengapa Tuhan ijinkan. There is an eternal divine purpose. Yang lebih sering kita ngeliatnya adalah bagaimana kejadian tersebut berdampak sekarang oleh situasi tersebut, tapi sedikit yang kita pahami bahwa Tuhan pake situasi tersebut untuk membuat banyak persiapan bagi panggilan dan masa depan kita.


Panggilan kita ialah misi. Oleh karena itu kita dibentuk seperti ini. Our level of faith. Karena di bidang misi, kita dapat bersandar pada Tuhan. Mentor kami sering bilang,
“Memang begini cara Tuhan membangun keluarga dan iman kalian. It’s always about Radical Faith. Nah itu sangat dibutuhin dalam misi.” Benar kita dapat melihat pola bagaimana Tuhan membentuk keluarga kami sesuai dengan rencana masa depan-Nya. Sebagai satu keluarga, Tuhan mau kita belajar untuk percaya dan berserah 100% pada-Nya dan Tuhan lagi gunain financial challenges untuk menjalankan rencana-Nya. Pasti ada tantangan-tantangan di bidang laennya juga. Tapi tujuannya tetap sama, seberapa besar kita mempercayai Tuhan. Karena di bidang misi, berserah kepada Tuhan dalam segala hal adalah sangat krusial dan Ia ingin kita belajar seperti tu sebelum Tuhan mengirim kami sebagai pekerja full time di bidang misi.


Hal lain, saat gue sebagai seorang istri mempunyai gaji yang lebih besar, gue belajar tentang penyerahan total terhadap suami gue. Dan suami gue belajar otoritas sejati terhadap gue. Terlepas dari masalah uang. Kalo suami punya gaji lebih besar, sudah tentu hal yang biasa kalo berasa atau punya otoritas lebih terhadap istri. Nah karena keadaan kita terbalik, Tuhan ajarin kita makna dari penyerahan dan otoritas. Karena kedua hal tersebut udah terkontaminasi oleh dunia, dua hal tersebut biasanya diukur oleh berapa besar uang yang kita miliki dibandingkan dengan orang lain. Liat aja gimana dunia bekerja. Kebanyakan orang-orang yang lebih punya banyak duit bisa dengan gampangnya mengatur orang lain yang lebih berkekurangan.


Gue bisa berserah kepada suami berapapun jumlah penghasilannya karena gue punya financial peace (not total peace yet karena masih dibentuk sih, hehe). Gue punya financial peace karena gue tahu uang gue berasal dari Tuhan, bukan dari suami, jadi gue gak pernah nuntut suami untuk berpenghasilan lebih besar. Jadi ‘posisi’ kita dalm pernikahan bukan berdasar pada jumlah penghasilan. Uang tidak berbicara dalam relasi kita sebagi suami dan istri, bertolak belakang dengan sistem dunia.

Setelah mengalami semua ini, we definitely know that God is our Provider, kita tidak perlu khawatir atau bersungut-sungut. Itu yang kita namakan dengan financial peace. Percaya seutuhnya dalam Tuhan bahwa Dia yg bakal mencukupi, mau sampe mepeeeettt banget pun Dia pasti cukupin. Meskipun pertolongan tidak datang pada waktunya pun, kita masih percaya kalau Ia mencukupi segalanya.

Kenapa sepertinya pertolongan-Nya tidak datang pada waktunya? Mungkin karena Tuhan punya rencana lain. And it’s Ok with us, as who can argue with Him what’s the best way for us? He knows better.

Yang penting adalah terus jaga hati dan jaga iman baik-baik. Waktu kita merespon dengan baik segala padang gurun yang kita sedang alami, the deliverance is near.

Sebenernya I kinda embrace the financial challenges from God, karena gue merasakan dan menyaksikan karya ajaib-Nya lewat bermacam-macam cara. Gue excited n looking forward how God will deliver us thru. Deg-degan sih, tapi dengan cara-Nya yang ajab, Ia tidak pernah gagal dan tidak pernah mengecewakan kita.

Tapi apa gue slalu dalam peace in financial? Gak juga. Masih dalam proses. Kadang sebagai manusia, daging lemah, sudah pasti masih ada rasa kuatir dan lain lain. Gue tahu Tuhan akan memproses gue lebih lagi dalam hal ini, sampai gue punya total peace in financial. Gak tau kapan, tapi hal itu pasti akan terwujud. Tuhan terus memproses sehingga kita bener-bener bergantung sepenuhnya dalam setiap hal pada-Nya.

Wednesday, February 4, 2015

Budgeting

by Elisabet


Konon, ada 2 macam tipe orang di dunia ini, yaitu Spender (Pembelanja) dan Hoarder (Penimbun). Dua-duanya extreme, yang satu gila membelanjakan uang yang lainnya pelit banget, susah banget buat ngeluarin duit. Dan posisi kebanyakan kita somehow di antara 2 ekstrim ini. 

Hoarder is different with saver.

Hoarder itu bisa dibilang orang pelit, sukanya menimbun uang. Dia susah banget ngeluarin uang bahkan ketika memang itu adalah kebutuhan. Seorang hoarder penuh ketakutan, takut masa depan, takut kalo ada apa-apa uang gak cukup, takut masa pensiun, dll. Seorang hoarder bisa kaya raya tapi gak bahagia di hatinya dan dia tidak pernah merasa cukup. 

Spender is the total opposite of Hoarder 

Spender membelanjakan uangnya lebih daripada kapasitasnya. Biasanya tipe inilah yang sering terjerat utang karena selalu lebih besar pasak daripada tiang. Seorang Spender bisa kelihatan kaya tapi terlilit utang. And nothing can satisfy their desire of spending the money!