Wednesday, May 31, 2017

When Prayers Don’t Make You Feel Better



by Wellney Yarra

Seringkali kita berdoa untuk meminta berkat, damai sejahtera, perlindungan Tuhan, kesembuhan dan hal-hal baik lainnya. Namun, seringkali kita tidak mendapatkan hal-hal yang kita inginkan sehingga doa kita serasa percuma...

Kenapa? Kenapa doa kita seringkali seperti tidak terjawab, atau malah dijawab dengan kebalikan dari apa yang kita minta?

Lagu ini menggambarkan perasaan itu.

We pray for blessings, we pray for peace
Comfort for family, protection while we sleep
We pray for healing, for prosperity
We pray for Your mighty hand to ease our suffering
And all the while, You hear each spoken need
Yet love us way too much to give us lesser things

'Cause what if your blessings come through raindrops
What if Your healing comes through tears
What if a thousand sleepless nights are what it takes to know You're near
What if trials of this life are Your mercies in disguise

We pray for wisdom, Your voice to hear
We cry in anger when we cannot feel You near
We doubt your goodness, we doubt your love
As if every promise from Your word is not enough
And all the while, You hear each desperate plea
And long that we'd have faith to believe

'Cause what if your blessings come through raindrops
What if Your healing comes through tears
What if a thousand sleepless nights are what it takes to know You're near
What if trials of this life are Your mercies in disguise

When friends betray us
When darkness seems to win
We know that pain reminds this heart
That this is not,
This is not our home
It's not our home

'Cause what if your blessings come through raindrops
What if Your healing comes through tears
What if a thousand sleepless nights are what it takes to know You're near

What if my greatest disappointments or the aching of this life
Is the revealing of a greater thirst this world can't satisfy
What if trials of this life
The rain, the storms, the hardest nights
Are your mercies in disguise

Kita mungkin sudah mendengar lagu ini berkali-kali... Namun bagaimana kalau masalah-masalah yang kita hadapi adalah berkat Tuhan yang belum dapat kita mengerti? Tidak sulit bagi Tuhan memberikan apa yang kita mau, namun Dia lebih tahu apa yang kita butuhkan. Jawaban dari apa yang kita butuhkan terkadang datang dalam bentuk masalah, bukan berkat.

Ketika kita meminta kesabaran, Tuhan tidak secara ajaib membuat kita menjadi semakin sabar ketika kita tertidur. Namun, Dia memberikan masalah-masalah yang menguji kesabaran kita. Ketika kita berdoa meminta damai, terkadang bukannya keadaan membaik sehingga mempermudah kita untuk merasakan damai. Namun, keadaan malah semakin runyam dan membuat kita sulit untuk mempunyai damai di dalam hati. Tanpa kita sadari, ketika kita dapat merasakan damai Kristus walaupun berada dalam keadaan seperti itu... itulah damai yang sesungguhnya, yaitu “damai yang melampaui segala akal” (Filipi 4:7). Jawaban doa tidak selalu datang dalam bungkusan yang cantik.

Oleh karena itu, ketika berdoa tidak membuat kita merasa lebih baik, atau ketika doa membuat keadaan seperti menjadi lebih buruk dari semula, ketika kita tidak lagi ingin atau mempunyai kekuatan untuk berdoa, ingatlah tiga hal dari lagu ini:
1. Jawaban doa tidak selalu straightforward 
Seperti contoh yang kita bahas tadi. Ketika kita meminta kesabaran, kita tidak diberi kesabaran ekstra saat tidur, namun malah diberi masalah yang kemudian secara perlahan akan membentuk kita untuk menjadi lebih sabar. 
2. Hanya Tuhan yang dapat mengisi hati kita 
Manusia dapat menyakiti kita, dan hal-hal duniawi seperti harta kekayaan maupun status dapat hilang. Ketika hal itu terjadi, kita mempunyai damai karena kita tahu bahwa bukan hal-hal inilah yang memuaskan hati kita, karena hanya Dia yang dapat melakukannya. 
3. Dunia ini bukanlah rumah kita yang sesungguhnya 
Kita tidak hanya diciptakan untuk hidup di dunia ini dan mati. Kita diciptakan untuk menikmati kekekalan bersama-Nya. Apapun masalah yang kita hadapi hari-hari ini, this too shall pass. Even “the world and its desires pass away, but whoever does the will of God lives forever.” (1 John 2:17)

Monday, May 29, 2017

Peace When You Are Pissed




by Wellney Yarra

Hello, Ladies!

Mungkin kalian udah bisa nebak juga dari judul artikelnya apa yang akan kita bahas kali ini. Yuup! Kali ini, kita akan membahas tentang “peace” alias damai sejahtera. Apa sih sebenernya arti damai itu? Nah, sebelum kita bahas lebih lanjut, aku pengen share Mazmur 27:4 yang berbunyi demikian, “Satu hal telah kuminta kepada TUHAN, itulah yang kuingini: diam di rumah Tuhan seumur hidupku, menyaksikan kemurahan TUHAN, dan menikmati bait-Nya.” Ayat yang sungguh menenangkan bukan? Kalau membaca ayat ini, aku pun langsung berpikir tentang mengasingkan diri ke tempat yang tenang dan menikmati hadirat Tuhan. Mirip-mirip kalau retret ke Puncak gitu deh... 

Seringkali ketika kita mendengar kata ‘damai’, kita langsung berpikir tentang suasana yang tenang, aman, dan tentram. KBBI juga mengartikan kata ‘damai’ sebagai ‘tidak ada perang; tidak ada kerusuhan, aman.’ Namun, sebenernya apa sih arti damai menurut Alkitab? 

Kata ‘damai’ diambil dari bahasa Ibrani, ‘shalom,’ yang artinya... ‘Tidak ada yang hilang.’ Apakah kalian melihat perbedaannya? KBBI mengartikannya sebagai ‘tidak ada perang,’ namun Alkitab mempunyai pengertian damai yang berbeda, yaitu ‘tidak ada yang hilang.’ Untuk mengerti lebih lanjut, mari kita baca kembali Mazmur 27, namun kali ini kita baca dari ayat yang pertama. 

Dari Daud. Tuhan adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? TUHAN adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus gemetar? Ketika penjahat-penjahat menyerang aku untuk memakan dagingku, yakni semua lawanku dan musuhku, mereka sendirilah yang tergelincir dan jatuh. Sekalipun tentara berkemah mengepung aku, tidak takut hatiku; sekalipun timbul peperangan melawan aku, dalam hal itupun aku tetap percaya. Satu hal telah kuminta kepada TUHAN, itulah yang kuingini: diam di rumah Tuhan seumur hidupku, menyaksikan kemurahan TUHAN, dan menikmati bait-Nya. 
(Mazmur 27:1-4) 

Jeng jeng! Ayat yang selama ini membuat kita berpikir tentang suasana yang diam dan tenang ternyata Daud tulis ketika ia sedang melarikan diri dari Saul. Itu sebabnya kita juga dapat melihat di ayat kedua dan ketiga, di mana ia menuliskan bahwa ia diserang, dikepung dan peperangan pun timbul melawan dia. Namun Daud tidak berhenti sampai disana. Dia pun melanjutkan dan menuliskan di ayat ke-4, bahwa terlepas dari semua hal yang terjadi di dalam kehidupannya, dia ingin diam di rumah Tuhan seumur hidupnya, menyaksikan kemurahan Tuhan, dan menikmati bait Tuhan. 

Kembali ke definisi “shalom,” yaitu ‘tidak ada yang hilang.’ Apa yang dapat kita pelajari dari cerita Daud? Kita belajar, bahwa ‘damai’ tidak tergantung kepada keadaan. Definisi damai bukan seperti yang diartikan KBBI, yaitu keadaan dimana tidak ada peperangan. Damai yang sesungguhnya yaitu ketika kita, seperti Daud, tidak merasakan kehilangan walaupun hidup kita saat ini seperti zona perang, karena kita tahu Tuhan beserta kita. Damai bukan perasaaan yang kita rasakan ketika semua hal berjalan dengan aman, tentram dan baik-baik saja. 

Damai adalah...

Ketika kita diserang, dikepung dari segala arah, ketika masalah-masalah menghadang, ketika kita menghadapi peperangan, dan terlepas dari semuanya itu, kita tidak merasa kehilangan. 

Hidup kita tidak harus sempurna terlebih dahulu agar kita dapat merasakan damai. Masalah-masalah dalam hidup kita tidak harus menghilang dulu agar kita dapat merasakan damai. Peperangan dalam hidup kita tidak harus usai dulu agar kita dapat merasakan damai. Sebab, damai dari Kristus tidak tergantung keadaan: Ia “melampaui segala akal” dan “memelihara hati & pikiranmu dalam Kristus Yesus.” (Filipi 4:7

Aku tidak tahu bagaimana hidup kalian saat ini dan masalah-masalah apa yang sedang merenggut damai sejahtera dari hidup kalian. Namun, kalian tidak perlu membiarkan damai kalian hilang karena keadaan lagi. From now on, you know you can have peace, even when you’re pissed.

Friday, May 26, 2017

Be Grateful, Always...



by Yunie Sutanto

Rhema Marvanne, penyanyi gospel cilik yang kini berusia 15 tahun, menulis lagu karyanya "I Thank God" di albumnya yang ketiga, Believe. Album yang sudah diluncurkan sejak tahun 2011 ini sangat memberkati pendengarnya. Suara khas Rhema tak lagi hanya memuaskan para Youtubers, namun sudah bisa dibeli versi mp3 dan CD nya di Amazon dan iTunes.

Hati yang dipenuhi kasih Kristus tentu akan mengalirkan puji-pujian dan ucapan syukur yang tak habis-habisnya. Kisah hidup penyanyi cilik yang sudah kehilangan ibunya di usia enam tahun karena kanker ovarium, juga turut membentuknya lebih dewasa dari usianya. An old soul, demikian sebutan untuk anak-anak yang lebih dewasa secara emosional dan mental, karena tempaan hidup yang membentuknya demikian. Rhema menyanyikan lagu-lagu gospel dengan penuh penghayatan, seolah bukan anak seumurannya! Gaya menyanyinya yang khas, teknik menarik suaranya yang indah, sungguh memberkati telinga pendengar. A must have CD in every Christian home!

Suara Rhema terlahir dari hatinya yang mengalami Tuhan dan meluap dalam ucapan syukur yang tak berkesudahan untuk kebaikan-kebaikanNya. Jika seorang Rhema Marvene yang diijinkan melihat kanker menggerogoti tubuh ibunya, hingga detik-detik terakhir ibunya bernafas, bisa berkata bahwa Tuhan Yesus baik, bagaimana dengan kita? Sudahkah kita bersyukur saat diijinkan-Nya melewati proses hidup ?

Begitu banyak yang bisa disyukuri. Pagi ini terbangun dari tidur dan mendengar lagu ini mengalun, rasanya tak pernah habis kebaikan Tuhan kalau dicatat satu per satu ya? Yuk, latih mata kita untuk fokus pada hal-hal indah yang Tuhan beri setiap harinya! Jangan fokus pada masalah dan segala ketidaknyamanan kita! Gagal fokus judulnya itu mah! Latih mata kita untuk fokus pada pekerjaan-pekerjaan Tuhan sepanjang hari yang kita lalui. Bisa saja kasih-Nya kita temui dalam hal-hal kecil: ngga sengaja ketemu sohib lama, dompet yang hampir hilang namun dikembalikan pelayan restoran, sampai di kantor dengan selamat, bisa pulang rumah tepat waktu, bisa terbangun dari tidur, bisa memeluk anak-anak, bisa memasak untuk suami, bisa tersenyum tanpa sakit gigi lagi, sariawan yang uda sembuh, wow... and the list goes on.....

Keep a grateful journal and we can see so many of His blessings! Teringat saja bahwa seperti apapun kondisinya hidup kita, selalu ada kebaikan Tuhan yang kita bisa syukuri! There are always reasons to be grateful!


Wednesday, May 24, 2017

Live in Peace



by Yunie Sutanto

Saat kita meninggal, pada nisan kita tertulis Rest in Peace. Saat kita hidup, bisakah kita Live in Peace juga? Seberapa banyak dari kita yang hidup dengan perasaan tenang, tentram, damai sejahtera, menikmati hidup one day at a time, living in peace? Hmmm... jangan-jangan live in panic lebih pas untuk hidup kita.

Dunia maya begitu menyita perhatian kita. Antrian chats Whatsapp menunggu direspon. Antrian notifikasi Facebook rasanya tidak sabar untuk dibaca. Antrian comments Instagram wajib dibalas satu per satu. SMS yang harus dibalas pun bejibun. Belum lagi email. Grup alumni di LINE pun demikian menyita waktu. Rasanya isi pikiran dalam satu hari saja sudah terbombardir oleh sekian banyak hal.

Peace? Are we sure we can still live in peace?

Suara yang mana yang harus kita dengarkan? Apakah kita sudah memilih dengan benar? Whose voices are we listening to?
Seperti ada tertulis dalam kitab nubuat-nubuat Yesaya: Ada suara yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya (Lukas 3:4)
Setiap keputusan dan tindakan kita banyak sekali dipengaruhi oleh suara-suara yang kita dengarkan. To live in peace, we should choose wisely! Curhat pada orang yang salah bisa memperkeruh keadaan. Saat hidup kita seolah padang gurun, keputusan yang mana yang harus dijalani? Suara siapa yang kita dengarkan? Apakah kita mencari kehendak Tuhan? Apakah kita mendengarkan suara-suara yang menuntun pada kebenaran?
Di mana ada kebenaran di situ akan tumbuh damai sejahtera, dan akibat kebenaran ialah ketenangan dan ketenteraman untuk selama-lamanya (Yesaya 32:17)
Kebenaran selalu berbuahkan damai sejahtera. Saat hati dan pikiran mulai kehilangan damai sejahtera, artinya ada area dalam hidup kita yang sedang tidak benar. Lantas, bagaimana untuk tetap hidup dalam kebenaran?
"Dengarlah! Adalah seorang penabur keluar untuk menabur. Pada waktu ia menabur sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itupun segera tumbuh, karena tanahnya tipis.

Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati, sehingga ia tidak berbuah. Dan sebagian jatuh di tanah yang baik, ia tumbuh dengan suburnya dan berbuah, hasilnya ada yang tiga puluh kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang seratus kali lipat." [emphasis added] (Mar 4:3-8)
Tuhan Yesus mengajarkan tentang empat jenis tanah hati. Kita fokus membahas tanah hati yang kedua dan ketiga: tanah berbatu-batu dan tanah semak duri.
Demikian juga yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu, ialah orang-orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira, tetapi mereka tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila kemudian datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, mereka segera murtad. (Mar 4:16-17)
Tanah yang berbatu-batu itu tidak banyak tanahnya, lalu benih kebenaran pun segera tumbuh. Tanah yang tipis, penuh batu akan mempersulit akar tertancap. Tanah hati yang penuh batu harus dibuang dulu batu-batu kerasnya supaya lebih banyak ruang untuk pertumbuhan akar! Adakah area dalam hati kita yang masih keras seperti batu? Kebiasaan lama yang sudah membatu dan sulit berubah? Padahal sudah tahu merokok itu salah, namun untuk melakukan hal benar, stop merokok kok sulit sekali? Adakah memori masa lalu yang susah terpatri jadi monumen di hati kita? Sindrom gagal move on? Masih terus ingat si mantan padahal sudah jadi istri orang? Masih inget mendiang papa yang sudah lama meninggal dan menyalahkan keadaan? Batu-batu yang berasal dari masa lalu harus dibuang dari tanah hati kita. Untuk hidup dalam damai sejahtera, kita harus berdamai dengan masa lalu kita.
Dan yang lain ialah yang ditaburkan di tengah semak duri, itulah yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan dan keinginan-keinginan akan hal yang lain masuklah menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah (Mar 4:18-19)
Tanah semak duri ialah tanah yang dipenuhi kekuatiran sehingga benih tersebut terhimpit pertumbuhannya. Ada pertumbuhan benih yang nampak, tapi tanpa buah. Petani pasti akan mencabuti semak duri dari tanaman, agar tidak terganggu pertumbuhannya. Saat rasa kuatir menguasai hati kita, tidak ada damai sejahtera! Rasa kuatir menguras energi pikiran kita. Masa depan kita di tangan Tuhan, jika kita terus kuatir berarti kita tidak meletakkan harapan kita pada Tuhan. Kita mencoba dengan kekuatan sendiri. Orang yang kuatir seperti kursi goyang, yang tidak bergerak ke arah manapun, hanya bergoyang di tempat. Kuatir bagaimana anak-anak jika sudah besar nanti, kuatir jika suami sakit parah, kuatir jika bisnis tidak ramai lagi... Untuk bisa hidup dengan damai sejahtera, kita harus berdamai dengan masa depan!
Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang (Amsal 23:18)
Percaya pada Tuhan Yesus dan jalani hidup kita one day at a time! Kebenaran selalu berbuahkan damai sejahtera. Agar tetap hidup dalam kebenaran, jaga hati dengan segala kewaspadaan! Jaga apa yang didengarkan telinga kita! Suara-suara apa yang masuk? Pastikan benih firman Tuhan yang tumbuh subur di tanah hati kita, bukan semak duri, bukan lalang!

Percaya pada janji dan penyertaan Tuhan:
Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan (Yeremia 29:11)
Tuhan Yesus selalu menyertai kita melalui setiap musim hidup kita. Kita bisa melalui keadaan yang sulit karena Tuhan menyertai dan menguatkan. As His disciples, we can live in peace.
Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu (Yohanes 14:27)

Monday, May 22, 2017

Book Review: Created to be His Help Meet



by Yunie Sutanto

Judul Buku: Created to be His Help Meet
Penulis: Debi Pearl
Penerbit: No Greater Joy Ministries

Pertama kali baca judul buku ini rasanya agak gugup campur gemes. What? I am created to be his help meet? His helpmeet alias pembantu? Well, memang sih, kata “pembantu” mungkin kesannya lebay kalau dibandingkan dengan kata “penolong” yang lebih sering digunakan.

Gara-gara itu, jadi muncul pertanyaan, “Memangnya ada yang salah dengan judul ini, kok pikiranku terusik? Padahal baru baca judulnya saja lho...” Segala teori tentang emansipasi wanita dan kesetaraan gender seolah bangkit dan berteriak-teriak: Ini kan bukan lagi zaman Siti Nurbaya atau Ibu Kartini? Bukankah pria dan wanita itu sejajar? Seharusnya tidak ada yang statusnya Cuma sekedar “penolong” dong!

Tapi, membaca buku ini bab demi bab, Tuhan membukakan banyak rancangan-Nya mengenai pernikahan. Yang luar biasa, buku ini ditulis oleh seorang wanita biasa, bukan penulis profesional ataupun pembicara terkenal. Ia hanyalah seorang istri yang bahagia menjalani perannya sebagai penolong bagi suaminya. Ia puas menjalani bagian sebagai seorang istri yang mendukung suaminya dalam menjalani tujuan hidup yang Tuhan sudah tetapkan di dunia ini.

Meskipun nampaknya sederhana dan tak terlihat, peran wanita dalam rumah tangga sebetulnya sangat penting! Di era ketika banyak orang menginginkan pengakuan dan ingin menonjolkan ke”bisa”annya, menjalani peran wanita dalam rumah tangga versi Firman Tuhan justru melawan arus! Be the hidden woman that does her work from sun to sun, giving her best for her family. Be the hidden woman that plays her role beautifully behind every scene, but yet nobody sees her. She knows that her job is important, and her boss is Jesus Christ, not any mortals!

Pada masa-masa awal pernikahan, keluarga adalah ladang misi dan pelayanan kita. Gaya Debi Pearl dalam menantang dan mengajak kita untuk menikmati peran ini sangat encouraging. Tidak hanya berperan dalam rumah tangga, buku ini juga mengajar kita untuk berperan dalam komunitas. Memang ada masanya kita begitu sibuk membesarkan anak dan mengurus rumah tangga, namun ada masanya juga saat anak-anak mulai meninggalkan sangkar dan kita mulai mendapat tugas baru dari Tuhan. Ketika masa itu tiba, Tuhan memberi tugas wanita lebih tua untuk mengajar wanita lebih muda mengenai peran wanita dalam rumah tangga. Pada saat itu, kita dilatih untuk menjalani masa-masa mentoring, kesempatan untuk berbagi hidup dan kesaksian dengan wanita-wanita yang lebih muda.

Saya suka dengan gaya ringan, apa adanya, serta humoris dari Debi Pearl. Untuk para wanita yang sudah menikah, termasuk mereka yang sedang menyiapkan pernikahan, this book is a must read!

Friday, May 19, 2017

Panik!



by Glory Ekasari

Mazmur adalah kitab yang familiar bagi orang Kristen. Tapi suatu kali ketika membaca Mazmur 3, saya baru ngeh bahwa ada sesuatu yang saya lewatkan. Kondisi Daud ketika menulis Mazmur itu adalah di pengungsian, karena dia terusir dari istana di Yerusalem. Absalom, anaknya sendiri, mengadakan kudeta melawan dia, yang akhirnya berakhir dalam pertempuran berdarah. Israel saat itu terpecah karena sebagian rakyat mendukung Absalom. Dalam pengungsian, Daud menulis sebuah nyanyian bagi Tuhan. Setelah meminta pertolongan pada Tuhan (secara literal dia berkata bahwa dia berteriak kepada Tuhan), Daud berkata,
“Aku membaringkan diri, lalu tidur;
aku bangun, sebab TUHAN menopang aku!
Aku tidak takut kepada puluhan ribu orang
yang siap mengepung aku.”
Ok, sepintas begitu saja. Tapi sekarang mari kita visualisasikan apa yang dialami Daud.

Pada suatu malam, anda sedang di rumah bersama suami dan anak. Tiba-tiba datang segerombolan laki-laki yang berkerumun di pintu depan dan belakang rumah anda, dan mereka menggedor-gedor pintu sambil membawa obor. “Buka!” kata mereka. Ketika anda mengintip, anda melihat orang-orang itu membawa berbagai macam senjata tajam. Mereka berteriak-teriak dan makin heboh menggedor-gedor pintu sambil mengancam akan berbuat jahat terhadap anda sekeluarga, bahkan membakar rumah dengan keluarga di dalamnya, bila pintu tidak dibukakan.

Bagaimana perasaan pembaca?

Daud mengalami hal yang sama. Dia terusir dari rumahnya dan dikepung orang-orang yang siap “menerkam” dia kapan saja. Pada saat itu Daud sudah tidak muda, dan kita tahu orang tua lebih gampang takut daripada yang muda. Saya membayangkan Daud dilanda stres yang luar biasa dan tekanan psikologis karena dikudeta oleh anaknya sendiri. Dia berkata ada “puluhan ribu orang yang siap mengepung aku”. Kita tidak tahu persis jumlahnya, tapi yang jelas banyak orang siap berbuat jahat terhadap dia.

Tapi apa yang Daud lakukan? “Aku membaringkan diri, lalu tidur; aku bangun, sebab TUHAN menopang aku!”

Tidur! Tidur adalah hal terakhir yang bisa kita lakukan ketika dalam keadaan stres berat. Bagaimana mungkin Daud bisa tidur? Dia berkata dengan penuh kepercayaan: “Sebab TUHAN menopang aku!”

Saya merenungkan ini dengan sungguh-sungguh. Raja yang sudah tua itu adalah orang yang kaya pengalaman bersama Tuhan. Ketika dia masih bukan siapa-siapa, Tuhan menolong dia melawan singa dan beruang di padang. Dengan iman kepada Tuhan yang telah menyelamatkannya dari binatang buas, dia maju berperang melawan raksasa Filistin—dan menang! Kemenangan demi kemenangan terus diraih Daud, sekalipun dalam pelarian dari raja Saul. Daud tidak sungkan mengatributkan seluruh kejayaannya kepada Tuhan:
Allah, Dialah yang mengikat pinggangku dengan keperkasaan
dan membuat jalanku rata;
yang membuat kakiku seperti kaki rusa
dan membuat aku berdiri di bukit;
yang mengajar tanganku berperang,
sehingga lenganku dapat melenturkan busur tembaga.
Kauberikan kepadaku perisai keselamatan-Mu,
tangan kanan-Mu menyokong aku,
kemurahan-Mu membuat aku besar.
—Mazmur 18:33-36
Kepada Allah itulah Daud mempercayakan hidupnya. Dan pada malam itu, ketika puluhan ribu orang siap menghancurkan dia, Daud malah tidur dengan nyenyak, karena ia sudah berseru kepada Allah dan ia percaya Allah mendengarkan doanya.

Kira-kira 1500 tahun setelah Daud, rasul Paulus menulis dari dalam penjara kepada jemaat di Filipi. Dia menghadapi hukuman mati, tapi rasul itu tidak gentar. Dia tidak takut pada kematian. Dia tidak takut pada celaka. Dia tahu bahwa di dalam Tuhan, tubuh dan jiwanya terpelihara dan hidup kekal menantinya. Inilah nasehatnya bagi kita:

“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.” —Filipi 4:6-7

Seperti kata seorang bijak, “Pray, and let God worry.” Berdoa, serahkan semuanya pada Tuhan, dan tidurlah dengan nyenyak.

Wednesday, May 17, 2017

It Ends With Me



by Glory Ekasari

Papa saya seorang pendeta. Suatu kali ketika dia berkhotbah di gereja, dia menceritakan pengalamannya ketika marah pada seseorang. Katanya, mama menasehati dia dan mengingatkan sebuah ayat firman Tuhan, “Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung kepadamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang” (Roma 12:18). Rupanya nasehat itu berkesan buat papa, sampai diceritakan dalam khotbahnya.

Kalau kata dunia, kita baiknya memperlakukan seseorang sebagaimana dia memperlakukan kita. Kalau orang itu baik pada kita, ya be nice in return. Tapi kalau dia kurang ajar, yah mungkin orang itu perlu diajarin tata krama. Tapi yang dikatakan dalam ayat ini sangat berbeda.

Sedapat-dapatnya, ketika kita diprovokasi orang lain (dihina, dimarahi, dipermalukan, disakiti dll), rasanya pengen membuat pengecualian untuk kasus kita, supaya kita boleh membalas dendam, marah balik, atau apapun yang memuaskan ego kita. Ketika saya membaca “sedapat-dapatnya”, saya mendapat kesan, “Tahan sedikit lagi.” Ada perkataan bijak, “Ketika hendak berbicara, hitung sampai tiga sebelum perkataan keluar dari mulutmu, supaya kamu punya waktu untuk memikirkan perkataanmu. Ketika hendak marah, hitung sampai sepuluh sebelum berkata-kata.” Jangan buru-buru ngamuk. Sabar sedikit lagi, sebentar lagi, tahan sehari lagi. Stretch your heart as wide as possible.

Kalau hal itu bergantung kepadamu. Ah, ini dia. Kadang yang timbul dari kita semata-mata adalah reaksi dari apa yang orang lain lakukan terhadap kita. Tapi tidak. Firman Tuhan yang adalah kebenaran menunjukkan pada kita bahwa kita punya kuasa atas diri kita sendiri. Kuasa itu diberikan oleh Roh Kudus. Ketika orang lain melemparkan permusuhan kepada kita, kita punya pilihan: lempar balik, atau letakkan bola api itu dan tidak mempermasalahkannya lagi. Ini bergantung pada kita. Kita bukan mahkluk yang pasif memantulkan apa yang orang lemparkan pada kita. Kita bukan cermin yang mencerminkan ketidaksukaan orang lain terhadap kita. Kita adalah gambar dan rupa Allah, menampilkan Allah kepada siapapun yang memandang kita. Membalas berarti mengikuti kelemahan daging kita. Menjaga perdamaian berarti tunduk pada pimpinan Roh Kudus. Yang mana pilihan kita?
Paulus meneruskan nasehat yang indah ini dengan sebuah tantangan bagi kita: 
“Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, Firman Tuhan. Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas kepalanya. Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!”
—Roma 12:19-21
Menyerah pada kejahatan dengan membalasnya adalah suatu kekalahan. Berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat pada kita adalah kemenangan. Bukan sebaliknya! Siapa yang memiliki Roh Kudus, hatinya dipenuhi damai sejahtera, dan ini kelihatan dari perbuatannya: dia membawa damai bagi orang lain.

Ketika kita diprovokasi, ketika orang mengusik damai yang ada dalam hati kita, ketika orang hendak mengalahkan kita dengan kejahatan, mari kita hitung sampai sepuluh dan sementara itu berpikir: “Sekarang ini tergantung saya, apakah saya akan membalas kejahatan atau membawa damai. Bola panas ada di tangan saya, saya harus mengambil keputusan untuk melempar balik, atau mengakhiri masalah ini. Since I have the power, I have decided, it ends with me.

Monday, May 15, 2017

Damai Sejahtera Bagi Kamu


by Glory Ekasari

Ketika beribadah di gereja, orang-orang di gereja saling menyapa dengan berkata, “Syalom.” Kata itu bisa diartikan “salam damai,” yang berarti kita mengharapkan damai sejahtera bagi orang lain. Dalam kondisi biasa, ucapan damai itu selayaknya salam pada umumnya. Tetapi bagaimana bila kita sedang bingung, gelisah dan ketakutan?

Itulah yang dialami murid-murid Yesus. Mereka bingung setelah mendapat laporan dari sekelompok wanita yang masih shock karena melihat kubur Yesus yang kosong dan bertemu secara pribadi dengan Guru mereka yang telah mati disalib itu! Mereka gelisah; bila Yesus benar bangkit, di mana Dia? Apa yang harus mereka lakukan tanpa Guru mereka? Mereka juga ketakutan karena sewaktu-waktu orang-orang yang telah menyalibkan Yesus bisa saja datang menangkap dan menghukum mati mereka karena mereka pengikut Yesus. Dalam kebingungan, kegelisahan, dan ketakutan, murid-murid Yesus berkumpul di satu ruangan dengan pintu terkunci. Kita bisa membayangkan betapa berat suasana dalam ruangan, tidak ada satupun yang tersenyum atau bersenda gurau.

Tiba-tiba Yesus muncul! Entah dari mana, mereka tidak melihat bagaimana Dia masuk. Pintu masih terkunci rapat, jendela tertutup. Dengan mata terbelalak murid-murid itu memandang Guru mereka. Dan Dia berkata,

“Damai sejahtera bagi kamu.”

Sekitar tiga puluh tahun sebelumnya, sekelompok gembala sedang menjaga domba mereka di padang rumput di kota Betlehem, Yudea. Tiba-tiba langit menjadi terang seperti siang, dan malaikat, ribuan jumlahnya, muncul di langit, dan bernyanyi dengan suara menggelegar,


“Kemuliaan bagi Allah di tempat yang maha tinggi,

dan damai sejahtera di bumi, di antara orang-orang yang berkenan kepada-Nya!”


Mengapa mereka bernyanyi demikian? Mengapa ada damai sejahtera di bumi, di antara orang-orang yang berkenan kepada Allah? Karena, salah satu malaikat itu berkata, “Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud!” Seketika pikiran mereka melayang dan sampai pada nubuat nabi Yesaya, “Nama-Nya akan disebutkan... Raja Damai.”

Ketika Raja Damai itu datang ke dunia, orang-orang yang menanti-nantikan Dia menemukan penggenapan pengharapan mereka. Bila orang berkata pada kita, “Damai bagi kamu,” kita tidak merasakan apa-apa. Tapi ketika Dia, yang adalah Raja Damai, berkata, “Damai sejahtera bagi kamu,” damai itu diperintahkan untuk datang kepada kita. Damai itu ada di dalam kita, ketika Yesus ada bersama kita. Dan karena nama-Nya adalah Imanuel, “Allah beserta kita”, maka damai itu juga selalu beserta kita.

Yohanes melanjutkan ceritanya. Setelah memberi mereka salam damai, Yesus menunjukkan tangan-Nya dan lambung-Nya kepada mereka. Murid-murid itu menyadari bahwa yang ada di tengah mereka benar-benar Yesus, bukan Guru yang sudah mati, tetapi Tuhan yang telah bangkit! Dan firman Tuhan berkata, “Murid-murid itu bersukacita ketika mereka melihat Tuhan.”

Inilah yang kita alami ketika kita bertemu Tuhan dan menyadari bahwa Dia selalu menyertai kita. Saya ingat sebuah cerita tentang lukisan bertema “damai.” Lukisan itu menggambarkan laut yang gelap dan bergelora diterpa badai, dengan banyak batu karang yang tajam. Tetapi di atas salah satu batu karang itu ada seekor burung yang bertengger dengan tenang memandangi badai yang menakutkan itu. Itulah damai. Daud menyatakannya dengan puitis: “Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku.” Sebuah hymne berkata,

Tuhanlah yang memimpinku

Tanganku dipegang teguh
Hatiku berserah penuh
Tanganku dipegang teguh
“Jika Allah di pihak kita,” ujar rasul Paulus dengan yakin, “Siapa yang akan melawan kita?” Inilah damai dan pengharapan kita, bahwa Dia tidak pernah meninggalkan kita.

Namun damai dan sukacita ini diberikan oleh Tuhan bukan untuk kita nikmati sendiri saja. Yesus berkata lagi kepada murid-murid-Nya, “Damai sejahtera bagi kamu! Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu.”

Ke mana kita diutus? Tidak lain kepada dunia yang gelap dan kacau ini. Sebagaimana Yesus datang menjadi terang dunia, kita pun diutus menjadi terang di dunia yang gelap, membawa damai sejahtera di dunia yang gelisah. Bila damai sejahtera Kristus memerintah dalam hati kita, kita dapat melayani Tuhan dan orang lain dengan keyakinan yang mantap, iman yang teguh, dan semangat yang tidak padam. Ini bukan berarti kita harus membawa pesan yang manis-manis saja; tetapi ini berarti kita tidak takut dengan resiko apapun yang kita hadapi sebagai orang-orang yang mewakili Kristus di dunia. Ini berarti kita tidak takut ditolak dunia ketika berbicara tentang dosa, dan tidak mundur sekalipun menghadapi kesulitan.
But it gets better: Dia tidak membiarkan kita berjuang sendiri! Yohanes melanjutkan:
Dan sesudah berkata demikian (yaitu, mengutus mereka), Yesus mengembusi mereka dan berkata: “Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni; dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.”
Ketika seorang raja menyuruh ajudannya mengerjakan tugas negara, ia menyertakan kuasanya bagi ajudan tersebut; entah dalam bentuk kawalan tentara, surat tugas, atau lainnya. Demikian pula Allah, Roh Kudus menyertai kita dan memperlengkapi kita dengan kuasa. Kuasa ini begitu luar biasa, karena ini bukan hanya kuasa untuk hidup di dunia, melainkan kuasa yang mengikat orang sampai kekekalan! Yesus berkata, “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi. Karena itu...”―perhatikan, Dia berani mengutus kita karena Dia memperlengkapi kita dengan kuasa-Nya.

Inilah tujuan Tuhan memberikan damai sejahtera dalam hati kita: supaya dengan hati yang teguh, yang percaya penuh bahwa Dia menyertai kita, kita melayani Tuhan dengan segenap hati. Peace is not merely some feel-good sentiment, peace is a fortress, and it is only in Jesus Christ we have peace. Seperti yang dikatakan nabi Yesaya,

“Yang hatinya teguh, Kau jagai dengan damai sejahtera,

sebab kepada-Mulah ia percaya.”

—Yesaya 26:3

Friday, May 12, 2017

The Last Message



by Poppy Noviana

Ingatkah kita pada salah satu pesan terakhir Yesus ketika untuk terakhir kalinya Dia bersama murid-murid-Nya, sebelum meninggalkan bumi untuk kembali ke rumah Bapa?

“Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang dunia berikan kepadamu. Jangan gelisah dan gentar hatimu (Yohanes 14:27)

Damai sejahtera dari Yesus itu tidak dapat disamakan dengan damai dari dunia, seperti nyanyian dari Mazmur 23 ini:

Tuhan adalah Gembalaku
Takkan kekurangan aku
Dia membaringkan aku
Di padang yang berumput hijau

Dia membimbingku ke air yang tenang
Dia menyegarkan jiwaku
Dia menuntunku di jalan yang benar
Oleh kar'na namaNya

Sekalipun aku berjalan
Dalam lembah kekelaman

Aku tidak takut bahaya
Sebab Engkau besertaku
GadaMu dan tongkatMu
Itulah yang menghibur aku

Dunia menawarkan ketenangan dan kepastian semu dalam menghadapi tantangan kehidupan. Hal ini bisa kita rasakan sendiri; seperti memiliki jaminan kesehatan, jaminan hari tua, bahkah jaminan kematian dan pembiayaan atas keluarga yang ditinggalkan. Namun, damai sejahtera yang Allah berikan tidak demikian. Dia memberikan Roh Penghibur (alias Roh Kudus) yang akan mengingatkan dan mengajarkan segala sesuatu sesuai dengan kebutuhan pewahyuan hikmat yang kita perlukan. Ya, kita membutuhkan Roh Kudus untuk menghadapi kehidupan dan tantangan di dalamnya dengan nyaman dan tenang. Roh inilah yang akan memimpin kehidupan manusia untuk merasakan damai sejahtera yang sejati; bukan karena apa yang manusia telah lakukan, tapi karena anugerah yang Tuhan berikan dalam hidup setiap orang yang mengasihi-Nya dan bergantung kepada ketetapan-Nya dengan sepenuh hati.

Saya pernah mengalami masa sulit dimana saya tahu kekuatan saya tidak dapat menghadapinya. Ketika itu saya menghadapi kesulitan biaya untuk membayar seluruh kebutuhan peti mati, penguburan, penutupan biaya operasi di rumah sakit untuk almarhum ayahanda tercinta... Belum selesai rasa sedih karena kehilangan sosok orangtua yang kukasihi, masalah pun bertambah dengan beban biaya yang begitu banyak.

Peristiwa ini sangat traumatis bagi saya, namun Allah mencukupkan segala sesuatunya lebih daripada apa yang saya perhitungkan. Dia tidak pernah mempermalukan saya, asalkan saya menerima jawaban doa saya di dalam hati sebelum saya melihatnya dinyatakan di depan mata. Hah? Maksudnya gimana? Iman. Ya, saya sedang berbicara soal iman yang teguh dan sikap hati untuk percaya bahwa hidup yang dipimpin oleh Roh Kudus akan membawa saya pada damai sejahtera yang sejati. Damai sejahtera ini tidak dapat diberikan oleh dunia. Dunia tidak dapat memberikan sesuatu yang tidak menguntungkan baginya; sementara Allah selalu memberikan apa yang menguntungkan bagi kita, pengorbanan dan kesetiaan-Nya.

Damai sejahtera Allah tidak hanya muncul dalam kondisi tenang saja, tapi juga di dalam situasi penuh badai dan terpaan masalah kehidupan. Walaupun demikian, selalu ada jawaban, harapan dan pertolongan di saat yang tepat saat kita sungguh-sungguh bergantung pada kekuatan-Nya.

Anugerah damai sejahtera itu biasanya benar-benar dapat dirasakan justru saat berada dalam kondisi yang tidak menyenangkan. Misalnya kondisi sakit dan menderita yang dihadapi atau muncul begitu saja. Tapi hati dan pikiran kita tetap tenang dan yakin pada penyertaan Allah yang bertanggung jawab itu. Yaa... kurang lebih seperti itulah gambaran sederhana damai sejahtera Allah.

Jadi, janganlah gelisah dan gentar hatimu. Apa yang saya dan kamu alami hari-hari ini mungkin terkesan berat, namun percayalah dan tetap tenang berjalan dalam prosesnya sambil berseru meminta pertolongan Tuhan, agar Dia menyertai setiap langkah kita. Tidak ada jaminan paling sempurna selain dari Sang Empunya Langit dan Bumi. Maut saja dapat dikalahkan-Nya, apalagi persoalan-persoalan dunia! Dia bukan Tuhan yang tidak turut merasakan kesulitan-kesulitan kita, karena itu Dia turun ke dunia untuk merasakan sulitnya jadi manusia.

Selanjutnya: Kuatkanlah hatimu. Damai sejahtera Allah menaungi hidupmu sekarang dan sampai selama-lamanya.

Wednesday, May 10, 2017

Messy Life , Peaceful Heart (2)



by Poppy Noviana

Ini adalah Kisah Rahab.

Maka pergilah mereka dan sampailah mereka ke rumah seorang perempuan sundal yang bernama Rahab lalu tidur di situ. 
Suruhan raja: Bawalah ke luar orang-orang yang datang kepadamu itu, yang telah masuk ke dalam rumahmu, sebab mereka datang untuk menyelidik seluruh negeri ini.
Rahab: Memang, orang-orang itu telah datang kepadaku, tetapi aku tidak tahu dari mana mereka, dan ketika pintu gerbang hendak ditutup menjelang malam, maka keluarlah orang-orang itu; aku tidak tahu, ke mana orang-orang itu pergi. Segeralah kejar mereka, tentulah kamu dapat menyusul mereka. 
Tetapi perempuan itu telah menyuruh keduanya naik ke sotoh rumah dan menyembunyikan mereka di bawah timbunan batang rami, yang ditebarkan di atas sotoh itu. Maka pergilah orang-orang itu, mengejar mereka ke arah sungai Yordan, ke tempat-tempat penyeberangan, dan ditutuplah pintu gerbang, segera sesudah pengejar-pengejar itu keluar. Tetapi sebelum kedua orang itu tidur, naiklah perempuan itu mendapatkan mereka di atas sotoh dan berkata kepada orang-orang itu: 
Rahab: Aku tahu, bahwa TUHAN telah memberikan negeri ini kepada kamu dan bahwa kengerian terhadap kamu telah menghinggapi kami dan segala penduduk negeri ini gemetar menghadapi kamu. Sebab kami mendengar, bahwa TUHAN telah mengeringkan air Laut Teberau di depan kamu, ketika kamu berjalan keluar dari Mesir, dan apa yang kamu lakukan kepada kedua raja orang Amori yang di seberang sungai Yordan itu, yakni kepada Sihon dan Og, yang telah kamu tumpas. Ketika kami mendengar itu, tawarlah hati kami dan jatuhlah semangat setiap orang menghadapi kamu, sebab TUHAN, Allahmu, ialah Allah di langit di atas dan di bumi di bawah.
Maka sekarang, bersumpahlah kiranya demi TUHAN, bahwa karena aku telah berlaku ramah terhadapmu, kamu juga akan berlaku ramah terhadap kaum keluargaku; dan berikanlah kepadaku suatu tanda yang dapat dipercaya, bahwa kamu akan membiarkan hidup ayah dan ibuku, saudara-saudaraku yang laki-laki dan yang perempuan dan semua orang-orang mereka dan bahwa kamu akan menyelamatkan nyawa kami dari maut.  
Pengintai: Nyawa kamilah jaminan bagi kamu, asal jangan kaukabarkan perkara kami ini; apabila TUHAN nanti memberikan negeri ini kepada kami, maka kami akan menunjukkan terima kasih dan setia kami kepadamu.
Cuplikan kisah Rahab diatas menggambarkan betapa kacaunya hidup seseorang yang selama ini bersundal. Apa yang ia lakukan tidak mampu memuaskannya dan membuat dirinya hidup berkecukupan. Rahab tetap memerlukan damai didalam hidupnya, Ia perlu keamanan dan jaminan kelangsungan hidup atas keberadaan dirinya dan keluarganya. Namun pada akhirnya, dia mengambil keputusan dengan untuk menerima kesempatan memperoleh keamanan yang ditawarkan Tuhan. Lihat saja isi permohonannya pada pengintai.

Rahab adalah seorang wanita berdosa dari latar belakang kafir yang mengakui Allah Israel sebagai Allah yang sejati atas langit dan bumi (Yosua 2:10-11). Ia meninggalkan dewa-dewa Kanaan dan dengan iman bergabung dengan Israel dan Allah mereka (Ibrani 11:31; Yakobus 2:25). Wanita ini akhirnya menjadi nenek moyang Mesias (Matius 1:5-6). 

Dari kedua kisah di atas, aku hanya ingin membagikan bahwa memperoleh ketenangan dalam kekacauan bukan sesuatu yang mustahil. Hal seperti ini juga pernah kualami, meskipun aku dan Rahab memiliki kisah yang berbeda. Pada intinya, sumber ketenangan hati kami tetap sama sampai hari ini yaitu Tuhan Allah yang menolong kehidupan kami di tengah kacaunya hidup dan sulitnya keberadaan kami saat itu.

Bagai Rajawali

Hanya kepadaNya ku kan berlari
Di saat ku bimbang dalam hidupku
Yang aku percaya dalam hadiratNya
Ada kekuatan yang baru.

Walau ku melangkah dalam tekanan
Badai pencobaan datang menghadang
Yang aku percaya dalam hadiratNya
Ada kekuatan yang baru.

Ku kan terbang tinggi bagai rajawali
Di atas segala persoalan hidupku
Dan aku percaya saat ku bersama Dia
Tiada yang mustahil bagi Dia.

Monday, May 8, 2017

Messy Life, Peaceful Heart (1)



by Poppy Noviana

Ini kisahku.

Dokter  : Hasil pemeriksaan menunjukkan kamu harus dioperasi, tidak ada opsi lain untuk sembuh.
Me        : Fisioterapi, melalui pengobatan, atau apapun?
Dokter. : Tidak bisa mba.
Me        : Huffft...

Kehidupan yang tadinya baik-baik saja mulai berubah karena sebuah vonis dokter yang cukup mengagetkanku sore itu. Semuanya berantakan dan menakutkan karena aku diharuskan melakukan operasi ACL. Operasi ACL adalah sebuah operasi rekonstruksi lutut yang harus dilakukan pada seorang yang menderita kerusakan pada ligamennya (otot kaki). Biaya yang diperlukan pun tak tanggung-tanggung, mencapai ratusan juta; dan proses recovery-nya memakan waktu panjang sampai sekitar dua bulan.

Aku merasa kacau.

Kekacauan pertama terjadi di pikiranku saat mengetahui aku harus dioperasi. Tuhaaaaaan... apa yang harus aku hadapi ini?

Kekacauan kedua terjadi pada aktivitasku sehari-hari yang tadinya bisa mandiri. Sepertinya setelah operasi nanti aku belum tentu bisa lagi mengurus kebutuhanku sendiri. Yang paling aku pikirkan adalah persoalan kantorku yang letaknya cukup jauh dari rumah. Tiap hari, aku memerlukan 1-1,5 jam untuk dapat sampai ke kantor. Lalu bagaimana setelah aku operasi nanti?

Kekacauan ketiga adalah keuangan yang sudah cukup banyak dihabiskan untuk melakukan beberapa proses pemeriksaan seperti MRI dan kunjungan ke dokter.

Sungguh, energiku sangat terkuras untuk melalui persoalan ini.

Namun aku belajar untuk berserah kepada Tuhan agar aku bisa melalui semuanya. Bukan berarti aku mampu dan tidak takut, tapi ketika aku berserah, ada satu kedamaian yang Tuhan letakan di dalam hatiku untuk tetap percaya pada jalan yang harus kutempuh ini.

Bahkan ketika aku menuliskan ini, Tuhan mengajarkan suatu rhema tersendiri dalam hatiku: kekacauan hidup yang aku hadapi hari-hari ini bukanlah sebuah kekacauan yang sesungguhnya. Kekacauan yang sebenarnya adalah ketika aku mulai meninggalkan jam doaku dengan kesibukanku, ketika aku mulai mengganti aktivitas dan pikiranku hanya untuk memenuhi kepuasan dunia dan kesibukan pekerjaan yang tidak pernah berakhir. Hidupku kacau ketika dan karena aku semakin jauh dan menjauh dari-Nya.

Semua kejadian dan vonis dokter ini membuatku kembali dan bergantung lagi sepenuhnya ke dalam tangan-Nya. Aku seperti seorang anak yang perlu ditanggung, perlu digendong dan dipeluk, aku perlu diberikan rasa aman dan diperhatikan, aku perlu Tuhan.

Ia menjawabku dan menanggung segalanya. Sampai hari ini ketika aku masih belajar berjalan setelah operasi, Ia tetap menuntunku dan memberikan ketenangan di dalam hatiku yang terdalam.

Friday, May 5, 2017

Peace In Marriage



by Viryani Kho

Well, I have been married for almost two years now, and am currently expecting our first son. Aku menikah dengan seorang pria yang sungguh takut akan Tuhan, and so far it’s the most wonderful season of my life.

Kedengerannya hepi banget yah? Kaya film-film Disney princess gitu, “So they lived happily ever after.” Haha... Tapiiii sesungguhnya aku diproses Tuhan cukup seru. I still remember the days I prayed for the things I have now. Let me share a bit of my story here, hope you can learn something.

Struggle terbesarku selama ini adalah masalah finansial. Setelah menikah, kami berkomitmen sungguh-sungguh untuk mulai semua dari nol bersama-sama tanpa bergantung pada orang tua. Susah gak? Lumayan loh! Walau tidak berkelimpahan banget, hidup saya sebelumnya bisa dikatakan lebih dari cukup. I could get not only what I needed but also what I wanted. Nah, karena latar belakang orang tua suami yang sudah pensiun dan bukan dari keluarga yang serba ada, aku cukup berjuang untuk menyesuaikan gaya hidupku dengan gaya hidupnya.

Aku juga galau cukup lama sebelum akhirnya mutusin untuk pacaran sama suamiku yang sekarang, Mantanku yang sebelumnya bisa dikatakan berasal dari background yang kurang lebih sama. Efek setelahnya, kalau pacaran dengan orang dari level ekonomi yang berbeda, aku takuttt banget gak bisa adjust. Tapi emang bener yah, orang yang sungguh-sungguh hidup di dalam Tuhan itu beneran beda. Aku ngerasain hal yang beda banget ketika bangun hubungan sama suamiku sekarang. Dari komitmen buat jaga kekudusan, kerendahan hatinya untuk menaruh perasaanku diatas perasaannya, sampai belajar memahami karakter masing-masing dan banyak lagi.

Ketika pacaran, kami emang lebih serius mikirin pengeluaran dan tabungan buat pernikahan dan kehidupan setelahnya. Gara-gara itu, kami jadi gak bisa makan makanan yang fancy dan mahal-mahal. Kalau mau makan atau mau belanja, kami jadi lebih mikir. Kalaupun akhirnya kami lakukan, frekuensinya juga gak bisa sering-sering. Tapi, walaupun kami harus melewati keadaan seperti itu, kami merasakan damai sejahtera! We knew that God was with us and He wanted this relationship to work as well, because we wanted to glorify Him with our relationship. Ini hal yang aku gak bisa dapetin ketika pacaran sama orang yang gak sungguh-sungguh dalam Tuhan.

Suatu kali, dalam perjalanan menyetir mobil ke rumah, aku salah ambil jalan dan masuk jalur Trans Jakarta. Tentu saja aku gak bisa langsung keluar karena ada pembatas jalan. Enak sih jalurnya lebih lowong dan perjalanan jadi lebih cepet karena gak ada mobil lain. Tapi all the way aku gak ngerasain ada damai sejahtera. Bahkan, nyetirnya sambil gemetaran karena takut ditilang. Nah, Tuhan pake pengalaman itu untuk ingetin aku, mungkin kalo aku dapet cowo yang super kaya, semua bisa mulus aja, lancar seperti jalan tol, tapi gak ada damai sejahtera. Aku bakal selalu deg-degan takut dia selingkuh lah, khilaf lah, mukul lah. Apa aku mau menikah dengan orang seperti itu? Pastinya engga.

Setelah pernikahan pun aku tetep diproses. Tuhan ingetin bahwa sekalipun suami adalah kepala keluarga, yang by rights adalah sumber penghasilan keluarga, aku harus ingat bahwa the Lord is my Jehovah Jireh! Di atas suamiku ada Tuhan, jangan pernah lupain itu. Kita harus bergantung sepenuhnya pada Tuhan, bukan pada suami. Kalo gak, suami bisa stress dengan segala tuntutan kebutuhan yang ada.

So, as long as we live, we will always be facing circumstances that may shake our faith in God. But as long as we keep on believing, we will surely see the rainbow. Pernikahan adalah idenya Tuhan, dan ketika suami istri sepakat untuk bersungguh-sungguh di dalam Tuhan, Dia akan mencurahkan berkatnya secara luar biasa, salah satunya berkat rasa aman dan damai sejahtera.

Jadi untuk para single ladies, choose a man who loves God more than he loves you. Karena materi bisa didapat dalam kurun waktu tertentu, let’s say 5 years if we work hard, tapi pertumbuhan dan pengenalan akan Tuhan membutuhkan konsistensi dan integritas terus menerus sampai kita meninggal.

Wednesday, May 3, 2017

Peace: The Hunger of Human Heart



by Viryani Kho

Kemarin saya membaca berita mengenai putri bungsu dari sebuah perusahan asing ternama yang meninggal karena bunuh diri. Reaksi saya? Shocked! The first thought that came into my mind was... Hah? Kurang apa coba dia, udah kaya banget, mau apapun juga bisa. Dia juga pasti punya kemudahan-kemudahan untuk kembangin apa yang dia mau. Tapi, kok malah bunuh diri?

Dan ternyata bener yah, rasa damai itu gak bisa didapat cuma dari kesehatan, materi ataupun posisi dan kedudukan sekalipun. Ada banyak orang yang super duper kaya dan terberkati luar biasa dalam finansial, ternyata keluarganya gak bahagia dan generasi dibawahnya kacau. Atau apakah kesehatan dan umur panjang yang jadi takarannya? Banyak juga kok yang hidup sehat sampai lansia, namun di akhir hidupnya meninggal sendiri tanpa ada kerabat dekat.

Zaman memang berkembang semakin pesat dan canggih, namun sayangnya tidak disertai dengan nilai kemanusiaan yang semakin baik juga. Dunia banyak menawarkan keindahan dan kenikmatan yang hanya ada di permukaan. Sebenarnya banyak orang di luar sana yang longing for help, for changes, for better life. They seek peace. Peace that only God can offer; not the world.

Kebanyakan orang dunia berpikir bahwa damai sejahtera bisa didapatkan dari harta yang melimpah, kedudukan ataupun kesuksesan yang kita raih. Ya bisa saja kita merasakan kesenangan dari hal tersebut namun kedamaian itu tidaklah sejati dan bertahan lama.

Jadi, dari mana kita bisa mendapatkan kedamaian yang sejati? Dari mana kita mendapat damai sejahtera yang dicari-cari dan diinginkan oleh orang-orang dunia yang sukses dan berkelimpahan sekalipun?

Tidak ada jawaban yang lain. Damai sejahtera yang sejati hanya bisa didapat dari Yesus Kristus, sang Juruselamat dan sumber dari segala sesuatu. Dunia boleh menjanjikan banyak hal di luar kebenaran yang nampaknya menyenangkan, namun semua itu hanya bersifat sementara dan berujung pada kebinasaan karena upah dosa adalah maut.

Bila saat ini kita tidak merasakan damai sejahtera, mungkin kita sedang jauh dari sumber damai itu, yaitu Tuhan. Carilah Tuhan, hiduplah dalam kekudusan, dan penuhi keinginan dan perintah-perintah-Nya. Hiduplah sesuai status kita sebagai orang benar karena seperti apa kata Firman Tuhan, tidak ada damai sejahtera bagi orang-orang fasik (Yesaya 48:22).

Monday, May 1, 2017

Peace That Surpasses All Understanding


by Viryani Kho

Do not be anxious about anything, but in every situation, by prayer and petition, with thanksgiving, present your requests to God. And the peace of God, which transcends all understanding, will guard your heart and your mind in Christ Jesus.

—Philippians 4:6-7 (NIV)

Ayat dari Kitab Filipi ini adalah ayat favoritku. Saking seringnya disebut, aku sampai hafal di luar kepala. Bagiku, ayat ini sungguh-sungguh me-rhema. Mungkin dalam keadaan semua baik dan sesuai keinginan, kita akan bingung dan gak ngerti, apa sih yang dimaskud dengan “damai sejahtera yang melampaui segala akal”?

Yesus tahu bahwa kita, anak-anak-Nya, akan hidup dalam dunia yang penuh dengan keadaan yang membingungkan, meresahkan, menakutkan, penuh dengan godaan dan ancaman - dimulai ketika Adam dan Hawa jatuh dalam dosa. Tetapi Ia adalah Allah yang sungguh baik, termasuk saat kita berada di tengah situasi/kondisi yang tidak baik. Yesus memberikan ‘warisan’ damai sejahtera sebagai bekal kita menjalani hidup di dunia yang semakin hancur dan rusak.

Dalam Yohanes 14:27 Yesus mengatakan, “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.” Karenanya, sudah seharusnya setiap anak Allah yang telah dilahirkan kembali dari air dan Roh bisa menikmati hidup yang penuh damai. Tapi pada kenyataannya, apa iya? Tidak jarang kita tetap merasa gundah gulana, galau, gak bisa tidur dll kan? Hehe...

Dunia pun dapat menawarkan sesuatu yang mirip dengan kedamaian. Damai yang diberikan dunia adalah perasaan tenang jika kita berada dalam keadaan yang terkendali, aman, nyaman dan seturut dengan rencana dan keinginan kita. Namun saat semua itu hilang, atau saat kita berada dalam keadaan yang sebaliknya, maka rasa tersebut dapat dengan mudah tergantikan oleh roh kecemasan, kekuatiran, bahkan ketakutan yang fatal.

Namun seperti yang tertulis di dalam Yohanes 14:27, damai yang diwariskan oleh Tuhan Yesus, adalah damai yang akan selalu hadir pada waktu senang maupun susah, ketika kita mengalami kelimpahan maupun kekurangan, ketika kita dalam keadaan yang sesuai dengan keinginan kita ataupun keadaan yang tidak menentu. Jadi inget dulu pernah ada quote yang bunyinya demikian:

”In the world I had fun and found comfort, but in God I have peace. I prefer peace, since fun and comfort are only temporary.”

Damai sejahtera dalam Tuhan akan memampukan kita untuk bekerja di tengah tengah ‘badai’. Dengan bekal damai-Nya, kita dimampukan untuk tetap hidup dalam ketenangan di tengah banyaknya perubahan, godaan, dan pencobaan; because we know that He is in perfect control. 

Bagaimana caranya agar kita dapat merasakan peace that surpasses all understanding di tengah-tengah keadaan dunia yang tidak menentu ini? Jawabannya ada di dalam Filipi 4:6-7!
1. Tidak kuatir dan percaya sepenuhnya pada Tuhan
Yang hatinya teguh Kaujagai dengan damai sejahtera, sebab kepada-Mulah ia percaya. Percayalah kepada TUHAN selama-lamanya, sebab TUHAN ALLAH adalah gunung batu yang kekal. (Yesaya 26:3-4)  
2. Tekun dalam berdoa dan mengucap syukur dalam segala hal 
Doa adalah jendela hubungan kita dengan Tuhan, karena lewat doa kita menjadi lebih intim dan mengenal Tuhan. Dan dengan mengucap syukur, jiwa kita akan senantiasa merasa 'penuh' dan lebih menghargai kebaikan dan kemurahan-Nya yang kadang sering terlewatkan.  
3. Hidup benar dan kudus di hadapan Allah 
Damai sejahtera tidak dapat dipisahkan dari kebenaran atau kekudusan. Damai sejahtera dan kebenaran selalu berjalan beriringan. Allah tidak berkenan kepada mereka yang berdosa dan tidak mau bertobat sehingga Ia akan menarik damai sejahtera-Nya pada saat kita kita melakukan dosa.