Monday, December 28, 2020

Saat Mendengar Berita Tentang-Nya




by Yunie Sutanto

Jika suatu hari nanti kita berpapasan dengan artis idola, kira-kira bagaimana reaksi kita? Yang fangirling pasti berdebar-debar jantungnya nih. Ada yang nekad minta wefie bareng. Ada yang diam-diam membuntuti sang artis idola lalu sengaja makan di restoran yang sama. Ada juga yang langsung reportase ig live. Biasanya fangirl tuh selalu update kabar terbaru sang idola. Mulai dari event terbaru, album terbaru, atau lokasi syuting sang idola. Bahkan, jarak yang jauh pun rela ditempuh seorang fangirl demi menjumpai sang idolanya. Nominal besar yang dikeluarkan untuk tiket konser dan tiket pesawat rela dikeluarkan demi konser atau jumpa fans dengan sang idola.

Seperti layaknya fangirl (atau fanboy), banyak yang terus mengikuti berita dan berusaha update tentang kedatangan Sang Mesias sejak zaman Perjanjian Lama. Coba tengok apa yang tiap hari direnungkan para ahli Taurat dan imam Farisi? Bahkan, orang Yahudi masih terus meratap menantikan Mesias datang hingga saat ini. Umat Israel begitu merindukan dan menantikan kedatangan Sang Mesias, namun saat Kabar Baik diberitakan dengan kelahiran bayi Mesias 2020 tahun lalu, bagaimana respon mereka? Yuk, kita gali dan simak respon para tokoh di Alkitab!

Respon setiap kita memang bisa berbeda -beda dan unik.

Kita akan mempelajari respon Orang Majus dan Para Gembala. (Note: boleh membaca terlebih dahulu Matius 2:1-12 dan Lukas 2:8-20)


ORANG MAJUS

Orang-orang Majus melihat bintang-Nya di Timur dan mereka rela menempuh perjalanan jauh untuk menyembah Dia. Orang Majus inilah para truth seekers yang menempuh perjalanan berliku sebelum akhirnya berjumpa dengan Mesias. Saat akhirnya mereka menjumpai-Nya, Yesus Sang Mesias bukan lagi bayi mungil, tetapi seorang balita! Artinya apa? Cukup jauh dan cukup lama perjuangan orang Majus mengikuti petunjuk bintang untuk berjumpa Sang Mesias. Zaman itu belum ada GPS dan google map sih, itulah sebabnya mereka sempat nyasar ke istana Herodes. Orang Majus yang merupakan kaum bangsawan dan terpelajar ini menyangka pastilah Raja Yahudi terlahir di tempat yang mewah atau setidak-tidaknya Raja Herodes pastinya tahu tentang Mesias yang dinantikan ini. Ternyata Raja Herodes pun ketinggalan berita soal kelahiran-Nya! Bahkan para ahli Taurat yang diminta keterangan oleh Herodes pun ternyata kurang update mengenai lokasi persis kelahiran-Nya! Siapa yang sangka Sang Raja di atas segala raja memilih terlahir di sebuah kandang domba?

Ketika raja Herodes mendengar hal itu terkejutlah ia beserta seluruh Yerusalem. Maka dikumpulkannya semua imam kepala dan ahli Taurat bangsa Yahudi, lalu dimintanya keterangan dari mereka perihal kelahiran Sang Mesias. Mereka berkata kepadanya: "Di Betlehem di tanah Yudea, karena demikianlah ada tertulis dalam kitab nabi: Dan engkau Betlehem, tanah Yehuda, engkau sekali-kali bukanlah yang terkecil di antara mereka yang memerintah Yehuda, karena dari padamulah akan bangkit seorang pemimpin, yang akan menggembalakan umat-Ku Israel." Lalu dengan diam-diam Herodes memanggil orang-orang majus itu dan dengan teliti bertanya kepada mereka, bilamana bintang itu nampak.
(Matius 2:3-7 / TB)

Perjalanan jauh rela ditempuh dengan gigih oleh orang-orang Majus ini, demi mempersembahkan hadiah untuk menyembah Sang Mesias. Mereka tidak datang dengan tangan hampa. Mas, mur dan kemenyan dipersembahkan mereka kepada-Nya. Respon yang luar biasa menyambut Sang Raja Agung!


GEMBALA

Para gembala sedang berada di padang menjaga kawanan ternak mereka di waktu malam. Gembala adalah orang-orang sederhana, bukan orang terpelajar. Mereka merasa takut saat didatangi malaikat yang nampak bersinar penuh kemuliaan Tuhan.

Lalu kata malaikat itu kepada mereka: "Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud. Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan."
(Lukas 2:10-12 / TB)

Gembala-gembala meresponi berita ini dengan gerak cepat ke Betlehem. Mereka hendak segera berjumpa dengan bayi Juru Selamat! Lalu ketika mereka melihat Maria, Yusuf beserta bayi Kristus di palungan, persis seperti apa kata malaikat, diberitahukanlah semua yang mereka dengar dari malaikat tadi. Semua orang yang mendengarnya merasa heran! Sungguh suatu Kabar Gembira!

Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka.
(Lukas 2:20 / TB)

Respon para gembala yang tidak menunda untuk berjumpa dengan Sang Mesias ini keren bangetlah! Mereka "segera" menjumpai-Nya! Mereka tidak abai atau meragukan kabar Baik tersebut. Mereka segera ke Betlehem. Justru orang-orang sederhana seperti para gembala ini malah mendapat share location dari para malaikat-Nya! Petunjuk lokasi yang mereka terima lebih tepat loh titik koordinatnya ketimbang orang Majus yang mengikuti panduan bintang Timur! Mereka pun berjumpa dan bisa memuliakan-Nya lewat kesaksian mereka.

Bagaimana dengan respon kita saat menerima Kabar Baik bahwa Yesus Kristus adalah Juru Selamat dunia? Adakah antusiasme yang sama saat meresponi Kabar Gembira? Apakah kita seperti Orang Majus dan Gembala yang menerima Kabar Keselamatan dengan sukacita ?


RESPON HERODES & AHLI TAURAT

Ada pula yang merespon seperti raja Herodes. Ia merasa cemas dan terancam. Herodes merasa terusik karena merasa ada saingan kekuasaan baru yang hendak bertahta menggantikannya. Ia ingin melenyapkan Raja baru ini. Ia merasa tidak butuh Juru Selamat. Ia tidak ingin menyembah-Nya. Ia hanya ingin tahu keberadaan-Nya untuk melenyapkan-Nya! Perkataan bahwa ia juga ingin ikut menyembah-Nya hanya lip service. Kenyataannya, rasa tidak aman Herodes tinggi sekali. Ia tidak (baca: belum) siap berjumpa Kristus. Jika ke"aku"an masih mendominasi tahta hati, sulit untuk bisa totalitas menerima Kristus hadir dan menjadi Raja di hati dan hidup kita. Mungkin Kristus hadir di 30% saja area hidup kita, 70% nya mah masih dikuasai ke"aku"an. Mungkin ke"aku"an masih 50% berkuasa, atau masih 10% berkuasa? Bagaimana kita bisa dipulihkan total jika tidak 100% area hidup kita yang diserahkan pada Kristus?

Ada pula yang merespon seperti ahli Taurat, yang merasa lebih tahu karena sudah khatam Taurat Musa dan kitab para nabi. Mereka meragukan dan memandang rendah Mesias saat kedatangan-Nya tidak sesuai idealisme dan harapan mereka. Mana mungkin Raja kok lahir di kandang domba, anak Yusuf si tukang kayu miskin dari Nazareth? Ibunya si Maria pun digosipkan sudah hamil sebelum dinikahi resmi oleh Yusuf. Mana mungkin Mesias terlahir dari Yusuf dan Maria? Mana mungkin IA bisa menyelamatkan Israel? Raja macam apa yang demikian? Saat idealisme dan konsep logis kita malahan merintangi kita untuk bisa melihat keselamatan di dalam Kristus, ini menyedihkan sekali bukan? Kita mungkin tidak bisa melihat dengan jelas saat ngotot memakai pola pikir lama yang salah. Respon kita bisa saja meragukan keselamatan di dalam Kristus jika kita masih berpikir dalam koridor sempit agamawi.

Sedihnya mungkin seperti fanboy atau fangirl yang telat sadar kalau ternyata ada jumpa fans dengan idolanya di mall yang sama tempat dia berada. Ia telat mendapat beritanya, lalu saat ia tiba di lokasi, ternyata acaranya sudah selesai! Ia berpikir seharusnya jumpa fans itu ada notifikasi di akun fansclub. Pemikiran yang keliru karena ternyata hari itu bukan jumpa fans resmi. Sang idola spontan saja mentraktir makan fans yang kebetulan ia temui. Bisa jadi demikian juga rasa hati para ahli Taurat yang terlambat menyadari bahwa Mesias ternyata sudah datang 2020 tahun lalu. 

Menjelang tutup tahun 2020 ini, yuk, kita merenungkan sikap hati kita terhadap Kabar Baik Keselamatan! Apakah hati kita senantiasa update terus dengan Juru Selamat kita? Apakah kita sudah totalitas menjadikan Kristus Raja atas seluruh aspek kehidupan kita? Jika belum, marilah kita menggunakan momentum akhir tahun ini untuk berubah. Mari kita berdoa di penutup tahun 2020 ini:

Tuhan Yesus, terima kasih untuk karya penebusan-Mu di kayu salib 2020 tahun lalu. Engkau rela mati untukku. Engkau menebusku selagi aku masih berdosa. Menuju tahun 2021, di pergantian tahun ini aku mau Tuhan Yesus, supaya Engkau menjadi Raja di segenap aspek hidupku! Engkaulah saja yang menjadi Tuhan atas hidupku. Bertahtalah di hatiku. Baharuilah pola pikirku yang salah. Berikan aku lidah dan telinga seorang murid. Berikan aku hati yang lembut dan rendah hati. Saya mau makin dibentuk ke arah keserupaan Kristus. Saya mau punya sikap hidup yang siap menyongsong kedatangan-Mu. Biarlah aku hidup menggenapi rencana-Mu. Amin

Friday, December 25, 2020

Hadiah untuk Tuhan



by Benita Vida

Waktu kecil kita merindukan natal,
Hadiah yang indah dan menawan.
Namun, tak kusadari seorang bayi t’lah lahir,
Bawa keselamatan ‘tuk manusia…”
- Karena Kita -

Pasti tahu atau minimal pernah dengar lagu ini dong? Lagu wajib yang dinyanyikan waktu perayaan Natal. Sejujurnya saya sangat menyukai lagu ini, karena selain nadanya yang enak, kata-kata dalam lagu ini sangat bagus, mengingatkan saya bahwa ternyata saya sudah menerima hadiah terindah di waktu Natal. 

Natal dirayakan untuk mengingat kelahiran Yesus Kristus dalam dunia, kejadian yang sangat fenomenal yang tidak akan ada dan terulang di dunia ini. Bagaimana tidak? Bayangkan Sang Pemilik Sorga rela turun ke bumi untuk menjalankan misi menyelamatkan manusia, bukan karena sebuah keharusan untuk menyelamatkan kita tetapi karena kasih-Nya yang begitu besar. 

Kelahiran-Nya sudah dinubuatkan jauh sebelum itu terjadi, bahkan dinanti-nantikan oleh bangsa pilihan-Nya. Hal ini menunjukkan bahwa kelahiran-Nya sudah dirancang sejak lama, misi penyelamatan ini sudah direncanakan begitu sempurna, bahkan silsilah dan nenek moyang dari Yesus sudah ditentukan sampai ratusan tahun lamanya. Keren ya? Mana ada yang bisa merancang sedetail dan sesempurna itu? Itulah kehebatan Tuhan kita, jika untuk menyelamatkan kita saja rencana-Nya sesempurna itu, apalagi rencana-Nya bagi hidupmu dan hidupku, pasti sempurna dan akan terjadi di hidup kita. Kelahiran-Nya adalah sebuah hadiah yang paling indah dan tidak bisa digantikan oleh apapun di dunia ini. Tuhan telah memberikan hadiah terindah untuk kita, seorang Raja segala raja namun rela lahir dalam kandang domba dengan segala kerendahan hati-Nya. 

Setiap tahun kita merayakan kelahiran-Nya, namun pernahkah kita memberikan hadiah di hari “Ulang Tahun-Nya”? Kita sering menerima hadiah natal dari teman atau keluarga, bahkan kita buat acara yang heboh untuk merayakan Natal. Tapi, apakah kita sudah memberikan hadiah kepada-Nya yang berulang tahun? Kira-kira apa ya yang Tuhan inginkan sebagai hadiah? Tuhan sudah memiliki segala sesuatu, apa mungkin masih ada yang Tuhan inginkan? Eiitzzz, ternyata ada loh yang Tuhan inginkan. Apa tuh?? Hati kita. 

Tuhan tidak perlu yang lain, Tuhan cuma mau hati kita. Tapi kan hati kita kotor, kita sering berbuat dosa, kita kadang melakukan hal yang Ia tidak senangi, bahkan hati kita sering mendua dari Tuhan, kok Tuhan masih mau? Yes, Tuhan masih menginginkan hati kita, Tuhan mau dekat sama kita, dan Tuhan mau berjalan bersama kita dalam suka dan dukanya kita. Simple kan maunya Tuhan? Tapi kenyataannya tidak sesederhana itu, susah banget loooh mau kasih hati dan hidup kita sama Tuhan, daging kita kadang terlalu egois dan akhirnya kita mengecewakan Tuhan. Terus gimana dong? Tuhan kita itu bukan Tuhan yang jahat loh, Tuhan kita penuh dengan kasih dan pengertian, Dia sangat tahu kalau ciptaan-Nya ini sangat jauh dari kata sempurna. 

Tuhan tidak butuh kita yang sempurna, karena kita tidak akan pernah menjadi sempurna tanpa-Nya. Apalagi jika kita berusaha menggunakan kekuatan kita sendiri, ujung-ujungnya kita hanya akan gagal. Dalam kasih-Nya kita disempurnakan, kita sempurna karena kita punya Dia yang sangat sempurna tinggal di dalam kita. Yang Tuhan inginkan adalah hati yang rindu, hati yang lembut, dan hati yang mau dibentuk, itu sudah cukup buat Tuhan. 

Sekalipun hadiah yang kita terima tidak mahal dan keren, tapi jika diberikan oleh orang yang sangat berarti buat kita, pasti kita akan sangat bahagia kan? Begitu juga Tuhan akan sangat bahagia ketika kita MAU memberikan hati kita untuk-Nya, karena kita sangat berharga dan berarti bagi-Nya. 

Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau, maka Aku memberikan manusia sebagai gantimu, dan bangsa-bangsa sebagai ganti nyawamu.
(Yesaya 43:4)

Tanpa sadar kita selalu menerima kebaikan dan kemurahan-Nya, tanpa sadar kita selalu menerima hadiah dari Tuhan. Jarang sekali kita memberikan hadiah untuk Tuhan, kita hanya bisa meminta seolah-olah Tuhan bank hadiah kita. Kita minta perlindungan, minta berkat, dan banyak lagi sesuai dengan list keinginan kita.

Tahun ini penuh dengan duka dan masalah, tapi lihatlah perlindungan-Nya sempurna tanpa cela. Kalau sampai kita bisa merayakan Natal tahun ini, semua tak lepas dari kasih dan kemurahan-Nya. 

Yuk kita renungkan semua kebaikan-Nya bagi kita dan mari kita siapkan hadiah untuk Tuhan sebagai ucapan syukur kita. 

MERRY CHRISTMAS!

Monday, December 14, 2020

Dua Wanita, Dua Mujizat




by Glory Ekasari

Wanita pertama adalah seorang wanita yang sudah berumur, dikenal saleh dan merupakan istri dari seorang imam. Dia tipe wanita yang akan kita datangi kalau kita perlu nasehat. Tetapi sayangnya, orang yang begitu setia dalam imannya kepada Allah, malah tidak dikaruniai keturunan. Padahal di masa itu, kemandulan adalah aib besar yang hanya terjadi atas orang-orang yang dianggap berdosa. Mengapa orang yang begitu saleh malah mengalaminya? Di mana keadilan Allah?

Bagaimana dengan wanita kedua? Ternyata dia adalah seorang wanita yang masih muda. Tidak banyak yang kita ketahui tentang dia. Kemungkinan besar usianya masih remaja belasan tahun. Yang jelas, dia sudah bertunangan dan sebentar lagi akan menikah dengan seorang pria baik-baik. Tetapi mereka belum hidup sebagai suami istri, sehingga gadis ini masih perawan. Ironisnya, dia justru mengandung di luar nikah, bahkan bukan dengan calon suaminya! Bahkan dia mengandung dari sosok yang disebut Roh Kudus. How come!

Begitulah kisah yang tertera pada Lukas 1:1-38. Menariknya, apa yang dicatat setelah itu (tepatnya pada ayat 39-56 dari pasal yang sama) menjadi titik temu bagi kedua wanita yang berada dalam fase yang berbeda dalam kehidupan mereka ini. Di dalamnya memang tidak dikisahkan apakah mereka malah jadi curhat masalah masing-masing, atau untuk mengasihani diri sendiri. Sebaliknya, penulis Injil ini menceritakan bahwa ketika kedua wanita tersebut bertemu, yang jadi fokus mereka bukanlah diri mereka, namun pekerjaan Allah yang besar!


Wanita Pertama: ELISABET

Kita bisa membayangkan pedihnya hati Elisabet. Dia sudah berdoa selama bertahun-tahun, meminta keturunan kepada Tuhan, dan akhirnya dia pasrah serta menerima kenyataan bahwa Tuhan memang tidak mengaruniainya anak. Tetapi itu sudut pandang Elisabet sebagai manusia. Dia tidak tahu bahwa Allah memiliki rencana atasnya, rencana yang bahkan tidak terpikirkan olehnya. Bagi pasangan menikah, punya anak itu hal biasa. Tapi ketika Tuhan membuat mereka menunggu lama, lalu mengaruniakan anak bagi mereka, orang-orang di sekitar mereka segera menyadari bahwa anak itu istimewa; ditambah lagi kelahirannya dinubuatkan oleh malaikat Allah secara langsung.

Bangsa Israel menyadari bahwa pemimpin mereka yang sesungguhnya bukanlah imam, atau bangsa Romawi yang menjajah mereka, melainkan Allah sendiri. Pada saat itu, mereka merindukan masa-masa ketika banyak nabi datang dan berbicara atas nama Allah, ketika para nabi mendapat penglihatan dari Allah, dan ketika Allah berbicara kepada mereka. Bangsa Israel sudah menantikan itu selama empat ratus tahun, tanpa satu katapun keluar dari mulut Allah bagi mereka. Selain itu, mereka sedang menanti-nantikan penggenapan nubuat para nabi mengenai Raja Israel yang akan datang, keturunan Daud yang akan memimpin mereka, yaitu Sang Mesias.

Karena itu, ketika imam Zakharia mendapat penglihatan berupa malaikat Gabriel yang menyampaikan pesan bahwa ia akan punya anak, dan ketika Elisabet—istrinya—benar-benar mengandung di usia tuanya, sadarlah mereka bahwa Allah kembali berbicara kepada umat-Nya! Kelahiran Yohanes–yang namanya berarti “TUHAN telah bermurah hati"–merupakan tanda bahwa Allah tidak melupakan umat-Nya, dan bahwa sebentar lagi Mesias yang dijanjikan itu akan datang. Kita bisa bayangkan betapa sukacitanya keluarga Zakharia, bahkan tetangga-tetangganya, dan semua orang yang mengenal mereka, menantikan kelahiran Yohanes!

Apa yang terjadi atas Elisabet dan Zakharia menunjukkan bahwa Allah tidak meninggalkan orang-orang yang sungguh-sungguh menanti-nantikan Dia. Apa yang dikira manusia adalah aib, ternyata merupakan bagian dari rencana Allah. Hamilnya Elisabet di usia tua adalah tanda ajaib yang Allah gunakan untuk kemuliaan-Nya.


Wanita Kedua: MARIA

Hanya sedikit yang kita ketahui tentang Maria, namun dari informasi yang sedikit itu kita bisa menyimpulkan seperti apa karakternya.

Untuk ukuran anak belasan tahun, wawasan Maria tentang firman Tuhan sangat luas. Kalau kita baca Lukas 1:46-55, kita melihat nyanyian pujian Maria sarat dengan kutipan dari Perjanjian Lama, yang menunjukkan bahwa ia familiar dengan firman Tuhan (banyak kutipannya dari Mazmur). Ia juga memahami bahwa pekerjaan Allah (mendatangkan Juruselamat melalui dia) selaras dengan perjanjian Allah dengan Abraham dan keturunannya, yaitu Israel. Sebelum Allah memakainya untuk mengandung Sang Juruselamat, Maria sudah lebih dulu punya hubungan pribadi dengan Allah dan menyimpan firman-Nya di dalam hatinya. 

Respons Maria ketika ia menerima berita dari malaikat Gabriel juga menunjukkann kedewasaan rohaninya. Ia menerima semua pesan Allah dan menyatakan kesediaannya untuk menjalankan firman Allah. Elisabet memujinya atas respons tersebut, dan berkata, “Berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana” (Lukas 1:45). Karena imannya, nama Maria akan tertulis dalam sejarah sebagai satu-satunya wanita yang disebut sebagai ibu dari Juruselamat. Menanggapi anugerah ini, Maria berseru, “Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus” (Lukas 1:48-49). Ia tidak meninggikan diri, namun membesarkan Tuhan!


Puji-Pujian Bagi Allah

Ketika dua wanita yang mengalami pekerjaan Allah yang besar dalam hidup mereka ini bertemu, Roh Kudus memenuhi mereka dengan roh nubuat, dan mereka menyerukan puji-pujian bagi Tuhan. Persis seperti yang terjadi dengan murid-murid Yesus ketika mereka dipenuhi Roh Kudus pada hari Pentakosta. Mereka memberitakan pekerjaan Allah yang besar dan mulia.

Elisabet, yang penuh dengan Roh Kudus, berseru, “Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan” (Lukas 1:43-44). Roh Kudus membuka pengertiannya bahwa Anak yang dikandung Maria bukanlah anak biasa, melainkan Tuhan—yang berinkarnasi menjadi manusia—sendiri! Sungguh sukacita yang besar, bisa menyaksikan bagaimana Juruselamat dunia dikandung, dilahirkan, dan menjadi besar!

Maria meresponi hal itu dengan pujian pula. Ia berseru:

Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya.
(Lukas 1:46-48)

Bagi dunia, Maria adalah gadis remaja biasa yang tidak kaya, tidak berkesan, bahkan mungkin dari kasta sosial rendah dan kurang dihargai. Namun dia mengenal Tuhan, dia mengharapkan keselamatan dari Tuhan, dan dia merendahkan diri di hadapan Tuhan… dan Tuhan memperhatikan semua itu. Maria bersukacita, karena, “... apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusia pun yang memegahkan diri di hadapan Allah.” (1 Korintus 1:28-29)

Mengapa Lukas memberi ruang yang lebar bagi kisah tentang dua orang wanita ini? Bagi orang Yahudi pada masa itu, wanita kastanya dianggap di bawah laki-laki. Tapi Lukas menunjukkan bahwa Allah memperhatikan semua hamba-Nya, pria dan wanita, dan Ia bisa memakai siapapun yang Ia karuniakan anugerah, baik pria maupun wanita. Tidak berhenti di situ, Allah juga memenuhi orang-orang pilihan-Nya dengan Roh Kudus tanpa terkecuali—dimana pria dan wanita dilayakkan-Nya untuk mengambil bagian dalam karya keselamatan-Nya.

Siapapun kita, di manapun kita, apapun keadaan kita, Allah bisa memakai kita. Namun satu hal yang harus kita pegang, seperti Elisabet dan Maria, adalah menghidupi kehidupan ini dalam kesetiaan kepada Allah dan menyediakan diri ketika panggilan Allah datang. Kiranya Natal tahun ini menjadi titik balik bagi kita agar kita berkata seperti Maria:

Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.
(Lukas 1:38a)

Monday, December 7, 2020

Yohanes Pembaptis - Pelari Garis Depan Raja




by Leticia Seviraneta

Peristiwa kelahiran Yohanes Pembaptis dalam Lukas 1:5-80 merupakan penggenapan dari nubuat yang telah ada sebelumnya. Peristiwa kelahiran itu sendiri adalah sebuah mujizat, karena dia lahir dari pasangan Zakaria dan Elisabet yang mandul dan keduanya telah lanjut umur. Mereka merupakan keturunan Harun, yang dikhususkan untuk menjadi imam besar dari seluruh suku Israel. Ketika Yohanes telah lahir, Zakaria menjadi penuh dengan Roh Kudus dan bernubuat, “Dan engkau, hai anakku, akan disebut nabi Allah Yang Mahatinggi; karena engkau akan berjalan mendahului Tuhan untuk mempersiapkan jalan bagi-Nya, untuk memberikan kepada umat-Nya pengertian akan keselamatan yang berdasarkan pengampunan dosa-dosa mereka, oleh rahmat dan belas kasihan dari Allah kita, dengan mana Ia akan melawat kita, Surya pagi dari tempat yang tinggi, untuk menyinari mereka yang diam dalam kegelapan dan dalam naungan maut untuk mengarahkan kaki kita kepada jalan damai sejahtera.” (Luk 1:76-79) Nubuat Zakaria merupakan pesan pertama Tuhan setelah ia berdiam diri dari bangsa Israel selama 400 tahun! Dan alangkah menakjubkannya nubuat ini berbicara mengenai seseorang yang mempersiapkan kedatangan Mesias. 

Sebelumnya, Yesaya telah menubuatkan tentang kedatangan Yohanes Pembaptis juga.

Ada suara yang berseru-seru: “Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk TUHAN, luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah kita! Setiap lembah harus ditutup, dan setiap gunung dan bukit diratakan; tanah yang berbukit-bukit harus menjadi tanah yang rata, dan tanah yang berlekuk-lekuk menjadi dataran; maka kemuliaan TUHAN akan dinyatakan dan seluruh umat manusia akan melihatnya bersama-sama; sungguh, TUHAN sendiri telah mengatakannya.”
(Yesaya 40:3-5)

Apa pentingnya peranan seorang Yohanes Pembaptis tepat sebelum Yesus memulai pelayanannya di bumi? Konteksnya adalah Yesus merupakan seorang Raja di atas segala raja yang datang ke bumi untuk mengerjakan karya keselamatan, pengampunan dosa manusia, serta menyatakan kemuliaan Allah. Seorang raja ketika berkunjung ke suatu tempat, selalu ada persiapan yang dibuat. Jalan-jalan di desa diratakan, kondisi lingkungan sekitarnya diperindah, semua demi kenyamanan raja tersebut. Demikian juga halnya dengan kedatangan Tuhan Yesus. Yohanes Pembaptis berperan sebagai seorang yang mendahuluinya untuk mempersiapkan hati bangsa Israel untuk menyambut-Nya. Ketika hati mereka sudah siap, maka mereka dapat melihat kemuliaan Allah yang tersingkap dalam pelayanan dan pribadi Yesus Kristus. Setiap pekerjaan Allah yang hebat dimulai dari persiapan yang hebat juga. Dan Yohanes Pembaptis ini lah yang menggenapi pelayanan penting ini!

Yuk, kita lihat bagaimana Yohanes Pembaptis melakukan persiapan hati bagi umat Israel sebelum Yesus memulai melayanannya. 

Pada waktu Hanas dan Kayafas menjadi Imam Besar, datanglah firman Allah kepada Yohanes, anak Zakharia, di padang gurun. Maka datanglah Yohanes ke seluruh daerah Yordan dan menyerukan: "Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu, seperti ada tertulis dalam kitab nubuat-nubuat Yesaya: Ada suara yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya. Setiap lembah akan ditimbun dan setiap gunung dan bukit akan menjadi rata, yang berliku-liku akan diluruskan, yang berlekuk-lekuk akan diratakan, dan semua orang akan melihat keselamatan yang dari Tuhan."
(Luk 3:2-6)

Baptisan Yohanes merupakan baptisan yang membuat bangsa Israel sadar bahwa mereka berdosa dan perlu kembali ke jalan Allah yang benar. Ketika pelayanannya menjadi semakin besar, dan orang-orang mulai bertanya-tanya apakah ia adalah Mesias, Yohanes selalu menyangkalnya dan merujuk kepada Seorang yang lain. Ia adalah seorang forerunner sejati dari Raja atas segala raja, ia tidak mencuri kemuliaan dari sang Raja sendiri.

Tetapi karena orang banyak sedang menanti dan berharap, dan semuanya bertanya dalam hatinya tentang Yohanes, kalau-kalau ia adalah Mesias, Yohanes menjawab dan berkata kepada semua orang itu: "Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia yang lebih berkuasa dari padaku akan datang dan membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak. Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api.”
(Luk 3:15-16)

Kemudian ketika Yesus sudah memulai pelayanannya dan membaptis orang banyak juga, muncul perselisihan di antara murid Yohanes.

Lalu mereka datang kepada Yohanes dan berkata kepadanya: "Rabi, orang yang bersama dengan engkau di seberang sungai Yordan dan yang tentang Dia engkau telah memberi kesaksian, Dia membaptis juga dan semua orang pergi kepada-Nya.” Jawab Yohanes: "Tidak ada seorangpun yang dapat mengambil sesuatu bagi dirinya, kalau tidak dikaruniakan kepadanya dari sorga. Kamu sendiri dapat memberi kesaksian, bahwa aku telah berkata: Aku bukan Mesias, tetapi aku diutus untuk mendahului-Nya. Yang empunya mempelai perempuan, ialah mempelai laki-laki; tetapi sahabat mempelai laki-laki, yang berdiri dekat dia dan yang mendengarkannya, sangat bersukacita mendengar suara mempelai laki-laki itu. Itulah sukacitaku, dan sekarang sukacitaku itu penuh. Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil.
(Yoh 3:26-30)

Dengan pernyataan ini, Yohanes memakai gambaran kata bahwa ia hanya lah seorang “groomsman”, dan Yesus lah mempelai laki-lakinya. Ketika mempelai laki-laki datang hendak menikahi mempelai wanita, peranan sahabat mempelai laki-laki tidak akan iri terhadapnya melainkan bersukacita. Yohanes Pembaptis sejak semula sadar betul akan panggilannya, dan ketika ia harus mundur dari lampu sorot atau “spotlight” dalam pelayanannya, ia pun melakukannya dengan sukacita. Ia dengan tulus mendukung pelayanan Yesus agar semakin besar. Sebuah sikap kerendahan hati yang luar biasa!

Ada beberapa hal yang dapat kita pelajari dari kehidupan Yohanes Pembaptis:

1. Setiap rencana Tuhan yang besar disertai dengan persiapan yang panjang

Tidak hanya kelahiran Yohanes Pembaptis dinubuatkan jauh sebelum terjadi, bahkan ketika ia telah lahir pun hidup Yohanes Pembaptis didedikasikan untuk pelayanannya jauh sebelum itu dimulai.

“Adapun anak itu bertambah besar dan makin kuat rohnya. Dan ia tinggal di padang gurun sampai kepada hari ia harus menampakkan diri kepada Israel.”
(Luk 1:80)

Padang gurun (secara literal) sering berulang kali dipakai oleh Tuhan menjadi tempat untuk melatih para nabi-Nya. Ingat nabi Elia (1 Raja-raja 19)? Padang gurun tentu bukanlah tempat yang nyaman. Persiapan Tuhan seringkali jauh dari kata kenyamanan. Di mata Tuhan, pertumbuhan kita lebih utama dari kenyamanan. Dan pertumbuhan iman justru terjadi di tempat yang paling tidak kita harapkan terjadi. Iman kita bertumbuh di tengah situasi sulit, tekanan, penderitaan, dan kesesakan. Ketika kita menemukan panggilan Tuhan atas hidup kita, seringkali ada jeda waktu yang cukup lama hingga panggilan tersebut terwujud. Jeda waktu tersebut sebenarnya adalah masa persiapan kita sehingga kita bertumbuh dewasa dan cukup kuat untuk menjalankan panggilan tersebut. Namun seringkali kita tidak sabar dalam masa tersebut dan keburu menyerah di tengah jalan sebelum rencana Allah menjadi nyata dalam hidup kita. Itulah mengapa penting untuk kita menyadari signifikansi dari masa persiapan dan menjalaninya dengan tekun. Yesus pun baru memulai pelayanannya di usia 30 tahun. Dengan demikian ia menjalani masa persiapan selama 30 tahun! Tidak ada pertumbuhan dan persiapan yang instan. Semakin besar rencana Allah atas hidup kita, maka semakin dalam persiapan yang perlu dijalankan juga. 


2. Mengenali panggilan Tuhan atas hidup kita mencegah kita untuk iri akan keberhasilan orang lain

Setiap kita memiliki panggilan spesifik yang Tuhan sudah sediakan bagi kita. Panggilan Tuhan tidak selalu bersifat glamour dan dilihat banyak orang. Panggilan Tuhan dapat terlihat kecil dan “biasa”, bahkan tersembunyi di rutinitas kita sehari-hari. Misalnya saja, ada yang dipanggil Tuhan untuk menjadi ibu yang mengajarkan nilai-nilai kerajaan Allah kepada anak-anaknya. Sementara yang lain, dipanggil Tuhan untuk menjadi karyawan teladan di perusahaannya. Dari segi jumlah orang yang dipengaruhi, pelayanan itu nampak begitu kecil dibandingkan seorang pendeta yang berkhotbah di mata banyak orang. Namun di mata Allah kuantitas bukanlah yang utama. Tuhan selalu melihat hati. Satu jiwa itu berharganya bagi-Nya. Ketika kita merangkul panggilan Tuhan atas hidup kita, kita tidak akan terjebak untuk mengasihani diri apalagi iri akan pelayanan orang lain yang kesannya lebih “wah”. Sama seperti Yohanes Pembaptis yang tahu betul siapa jati dirinya. Ia dengan rendah hati bersukacita atas pelayanan Yesus. Selama sama-sama memuliakan Tuhan, kita tidak seharusnya merasa kecil hati akan apa yang kita kerjakan dan membandingkannya dengan pelayanan orang lain. Di mana pun kita berada, apa pun panggilan kita, mari kita kerjakan dengan setia, untuk kemuliaan Tuhan saja.

Monday, November 30, 2020

Belajar dari Silsilah Kristus



by Alphaomega Pulcherima Rambang

Bacaan : Matius 1 :1-17 ; Lukas 3:23-38

Saat kita membaca silsilah Yesus Kristus pada kedua bacaan tersebut, kita bisa melihat deretan nama. Beberapa di antaranya adalah nama-nama yang banyak dikenal orang, beberapa lainnya tidak banyak dikenal dan dibahas, bahkan ada nama-nama yang baru saja kita dengar. Kenapa ya, nama-nama itu disebutkan di dalam Alkitab? Seberapa pentingkah nama-nama tersebut? Awalnya sewaktu kita membaca deretan nama-nama ini, kita tidak mengerti mengapa nama-nama ini disebutkan dan tidak menyadari bahwa ada dua fakta menarik ketika kita mencermati deretan nama-nama ini :

1. Ada empat nama perempuan yang tercatat dan disebut di dalam Silsilah Kristus selain Maria

(A) TAMAR : Kisah seorang wanita bernama Tamar ini sungguh menyedihkan, setelah menjadi janda dua kali, diberikan janji palsu oleh sang mertua, tidur dengan mertuanya, dituduh dan dianggap sebagai pelacur oleh orang-orang sekitar hingga akhirnya harus menikah dengan mertuanya dan mengandung dua anak kembar bagi Yehuda.

(B) RAHAB : Rahab adalah seorang wanita Kanaan. Mantan perempuan sundal ini tinggal di atas tembok kota Yerikho dan ketika pengintai Israel dikejar untuk dibunuh, Rahab membantu menyembunyikan mereka dan menolong pengintai Israel keluar dari Yerikho dengan selamat.

(C) RUT : seorang wanita Moab yang menikah dengan seorang Israel dan ditinggal mati oleh suaminya – menjadi janda dan memilih untuk mengikuti mertuanya ke negeri mertuanya, bertemu Boas dan akhirnya menikah dengannya. 

(D) ISTRI URIA : Sekalipun Namanya tidak disebut, kita semua tahu nama dari wanita yang berselingkuh dengan Daud saat masih menjadi istri Uria, suaminya "dibunuh" oleh Daud dengan cara dikirim ke medan perang, menikah dengan Daud lalu anaknya meninggal, hingga melahirkan Salomo. 

Para wanita ini telah mengalami berbagai kepahitan dalam hidupnya, ada yang bahkan hidup dalam dosa, tapi sungguh Allah turut bekerja dalam hidup mereka dan mendatangkan kebaikan dalam hidup mereka. Bukan secara kebetulan kalau dua dari empat nama tersebut bahkan bukan orang Israel, ada suatu pesan khusus tersirat dalam silsilah tersebut yang memperlihatkan bahwa Tuhan menerima bangsa-bangsa non-Israel dalam rencana keselamatan. Siapapun dapat menjadi bagian dari rencana keselamatan dalam Kristus Yesus.

2. Daud adalah Nenek Moyang Yusuf dan Maria

Jika kita membaca dan mencermati silsilah Kristus di Matius dan Lukas secara seksama maka kita akan menemukan bahwa silsilah Yesus yang ditulis dalam Injil Lukas adalah dari garis keturunan Maria (ibu Yesus) dan silsilah Yesus yang ditulis dalam Injil Matius adalah dari garis keturunan Yusuf (ayah Yesus). Menarik ya? Mungkin tidak terlintas di pikiran Daud atau Raja-raja dahulu kalau mereka punya istri lebih dari satu untuk menjaga garis keturunan mereka tetap ada. Apapun alasan mereka, punya istri lebih dari 1 sebenarnya hal yang tidak diinginkan Tuhan. Nah, menariknya dari kisah ini, kita dapat melihat dari sisi luar biasanya Tuhan bahwa Dia Allah yang sanggup mendatangkan kebaikan, bahkan dari kelalaian manusia. Dari banyaknya keturunan Daud (karena dia punya banyak isteri) itulah muncul Yusuf dan Maria. Dan terjadilah ini :

Yusuf berasal dari garis keturunan Yekhonya (anak Yosia). Bisa dilihat di Matius 1. Secara resmi menurut hukum Yahudi, Yesus tercatat sebagai anak Yusuf seperti yang tercatat di Matius 1. Nah, yang menarik lagi, secara biologis di Lukas 3 ada silsilah Yesus yang ditarik dari garis keturunan Maria. Daud juga ternyata nenek moyang dari Maria, tapi dari anak Daud yang bernama Natan. Silsilah di Lukas 3 menyebut nama pria saja sih, tapi silsilah Maria dapat terlihat di situ.

Sungguh dahsyat rancanganNya. Dia sanggup datangkan kebaikan dari kelalaian, keputusan yang salah, bahkan dosa! Tapi ingat, jangan sampai kita menjadi asal dan menganggap remeh kemurahanNya itu, kita harus tetap taat dan turut serta dalam rencanaNya. Sekalipun di masa lalu dan bahkan sampai sekarang kita masih jatuh bangun dalam dosa dan masih berjuang untuk taat sama Tuhan, saat melihat ke belakang, dan melihat apa yang sudah Tuhan lakukan untuk kita ternyata segala luka, kepahitan, bahkan dosa dapat dipakai Tuhan untuk mendatangkan kebaikan, Tuhan sungguh penuh kasih karunia. Kita perlu bersyukur buat segala yang telah terjadi di masa lalu dan mulai memakai ‘masa sekarang’ untuk hidup sungguh-sungguh mendengarkan Tuhan dan taat pada perintahNya. Siapa yang tahu dengan apa yang terjadi di masa depan, siapa tahu Tuhan berkenan memakai anak, atau cucu dari cucu kita untuk menjadi berkat buat bangsa-bangsa. 

Dari nama-nama tersebut, ada beberapa dimana Alkitab menceritakan sejarah kehidupannya, ada pula yang sama sekali tidak diceritakan. Sekalipun kita tidak tahu kehidupan mereka, apakah hidup mereka berkenan di hadapan Allah, tapi Allah sanggup memakai siapa saja. Dari sini, kita dapat belajar untuk :


// HIDUP BENAR SEKALIPUN ORANG TIDAK MEMPERHATIKAN

Ada beberapa nama di dua silsilah Kristus tersebut yang tidak kita ketahui kehidupannya. Tetapi mereka dipilih Tuhan menjadi nenek moyang Kristus. Mungkin kita tidak akan mendapatkan pujian atau perhatian dari manusia ketika kita hidup benar dan berkenan di hadapan Allah, tapi semua itu tidaklah penting ketika kita mendapatkan perhatian dari Allah. Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi di masa mendatang, kita juga tidak tahu jika apa yang kita lakukan dapat menjadi berkat untuk orang lain, jadi jangan berhenti untuk melakukan apa yang benar karena Allah melihat dan memperhatikan.


// BERSYUKUR UNTUK SETIAP KESEMPATAN DIPAKAI TUHAN

Bukan kita yang memilih, melainkan Allah yang memilih kita untuk turut serta dalam rencana besarNya. RencanaNya bukan hanya untuk kebaikan kita tetapi juga untuk menjadikan kita berkat bagi orang banyak. Karena itu, kita harus bersyukur untuk setiap kesempatan yang kita terima untuk menjadi berkat bagi orang banyak. 


// MENDIDIK ANAK HIDUP DALAM KEBENARAN DAN PENGENALAN AKAN TUHAN

Anak adalah karunia yang Tuhan berikan untuk setiap orang tua, anak adalah titipan Tuhan sehingga kita harus menjaga dan mendidiknya tumbuh dalam pengenalan akan Tuhan, Bapa mereka di Sorga. Tanggung jawab ini bukanlah tanggung jawab yang mudah, orang tua harus menyadari bahwa Tuhan akan meminta pertanggung jawaban untuk anak yang telah dititipkan. Mari kita pastikan anak-anak yang Tuhan berikan untuk kita tumbuh dalam pengenalan akan Tuhan dan menjadi pribadi dewasa yang taat dan setia. 

Monday, November 23, 2020

God’s Love Language




by Leticia Seviraneta

Gary Chapman, penulis buku “The 5 Love Languages”, menjelaskan bahwa setiap manusia memiliki bahasa kasih—cara yang menunjukkan bagaimana seseorang merasakan bahwa dia dikasihi. Bahasa kasih dari buku Gary Chapman ini digolongkan menjadi lima jenis: kata-kata yang membangun, menghabiskan waktu berkualitas bersama, memberikan hadiah, melayani, dan sentuhan fisik. Pada umumnya, setiap orang memiliki satu atau dua bahasa kasih yang menonjol dari antara lima jenis bahasa kasih ini, dimana orang tersebut akan merasa paling dikasihi. Misalnya, seorang yang memiliki bahasa kasih kata-kata yang membangun, orang tersebut akan sangat bahagia dan merasa bahwa dia disayang/dikasihi ketika dia mendengar kata-kata-kata yang membangun yang ditujukan pada dirinya atau jika bahasa kasih seseorang adalah sentuhan fisik, maka orang tersebut akan sangat bahagia dan merasa dikasihi saat orang-orang yang dikasihinya memberikan sentuhan fisik. Tetapi, apabila sentuhan fisik bukan merupakan bahasa kasih seseorang, maka sentuhan tidak akan membuatnya bahagia, mungkin akan membuat orang tersebut tidak nyaman dengan sebuah sentuhan. Manfaat memahami bahasa kasih seseorang adalah agar kita dapat mengasihi orang lain dengan lebih efektif dengan mempraktikkan bahasa kasih utama yang dimiliki orang tersebut.

Seperti dengan manusia, Tuhan kita juga memiliki bahasa kasih, loh!

Ah, masa’ sih?

Kira-kira apa yang membuat Tuhan merasa dikasihi oleh kita sebagai ciptaan-Nya?

Tapi dengan membahas bahasa kasih Tuhan, bukan berarti kita menganggap Tuhan “butuh” kasih atau seolah-olah kekurangan kasih. Tuhan tidak pernah kekurangan kasih karena Tuhan adalah kasih dan sumber kasih itu sendiri.

Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih. Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya. Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.
(1 Yohanes 4:7-10)

Sebagai subyek penerima kasih Tuhan yang begitu besar, maka respon kita seharusnya adalah mengucap syukur dan mengasihi Tuhan dengan segenap hati karena sesungguhnya kita tidak layak untuk dikasihi tetapi dilayakkan untuk menerimanya. Bahasa kasih Tuhan bukanlah kata-kata yang membangun, menghabiskan waktu berkualitas bersama, memberikan hadiah, melayani, ataupun sentuhan fisik seperti yang dibahas oleh Gary Chapman. Lah? Terus apa ya yang membuat Tuhan merasa dikasihi?

Ada beberapa bagian Alkitab dimana Yesus memberitahukan bagaimana cara kita mengasihi Tuhan dan menyenangkan hati-Nya:

1. KETAATAN (OBEDIENCE)

“Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku.”
(Yohanes 14:15)

Yesus langsung memberitahukan bagaimana cara mengasihi Tuhan dan menyenangkan hati-Nya yaitu bila kita menaati segala perintah-Nya. Eh, tunggu dulu! Semua perintah-Nya? Bukan beberapa perintah-Nya saja? Dengan kata lain, jika kita tidak menaati semua perintah-Nya, kita tidak sedang mengasihi Tuhan! Oh no!! Tapi jangan takut! Tuhan tahu bahwa tidak ada manusia yang sempurna, termasuk kita. Hah? Terus bagaimana, dong? Apakah kita tidak bisa mengasihi Tuhan? Tentu bisa, jika kita mengandalkan Tuhan karena kita tidak sempurna dan tidak layak tetapi disempurnakan dan dilayakkan. Ketaatan pada semua perintahNya dapat terwujud ketika kita terhubung dengan Tuhan sebagai sumber kasih. Ketika kita fokus pada kasih-Nya yang begitu besar bagi kita, mengucap syukur atasnya, maka ketaatan bukanlah sebuah beban berat atau kewajiban yang dipaksakan melainkan kerinduan untuk menyenangkan hati Tuhan. Kuncinya di sini bukanlah perbuatan (doing) yang bisa kita lakukan, melainkan menjadi (being) subyek yang menerima kasih Tuhan. 


2. PERCAYA (TRUST)

“Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Tuhan. Sebab barangsiapa berpaling kepada Tuhan , ia harus percaya bahwa Tuhan ada, dan bahwa Tuhan memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.”
(Ibrani 11:6)

Dalam terjemahan bahasa Inggris, ayat ini berbunyi, “And without faith it is impossible to please God…” Tidak mungkin menyenangkan Tuhan tanpa iman. Seperti seorang ayah akan disenangkan ketika anaknya memiliki kepercayaan penuh kepadanya, begitu juga dengan Bapa kita di Sorga. Ketika kita percaya sepenuhnya kepada Tuhan, kita tidak akan meragukan setiap rencana dan keputusan-Nya untuk kita.

Yesus melakukan banyak mujizat dan mengajarkan orang banyak dengan satu tujuan yaitu agar setiap orang yang melihat dan mendengar-Nya menjadi percaya kepada-Nya dan menerima keselamatan yang kekal. Di masa-masa akhir ini, banyak unbelieving believers. Hm, siapakah mereka? Mereka adalah orang yang telah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat secara pribadi, beribadah di gereja secara rutin, namun dalam kesehariannya tidak percaya bahwa Tuhan berkuasa dan berdaulat di hidupnya. Mereka lebih percaya kepada uang, kekuatan sendiri, koneksi, dukungan orang tertentu, dsb. Nah, apakah kita termasuk orang-orang yang disebut unbelieving believers ini? Apakah kita termasuk pribadi yang memiliki banyak kekhawatiran akan hidup dan masa depan kita? Mari kita koreksi diri kita dan mulai belajar untuk menyerahkan segala kekhawatiran tersebut dan mempercayakan kekhawatiran kita kepada Tuhan. Jangan ragu! Memang kadang-kadang tidak mudah dan terkesan klise, tapi percayalah dan lihatlah bagaimana Tuhan akan bekerja untuk mendatangkan kebaikan untukmu.

Ada hal menarik yang ditemukan di dalam Injil Yohanes: kata “percaya” tercatat sebanyak 90 kali dimana, semua dalam bentuk kata kerja, bukan kata benda (dalam bentuk kata iman (faith)). Kata percaya (believe) berada dalam tata bahasa (tense) Yunani yang memiliki arti literal “percaya secara berkelanjutan” atau believe and keep on believing. Karena itu, dapat dimengerti bahwa percaya kepada Tuhan bukanlah bersifat eventual atau satu waktu saja, melainkan proses percaya secara terus-menerus kepada-Nya sepanjang hidup kita.

“Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.”
(Amsal 3:5-6)


3. PEDULI TERHADAP GEREJA-NYA (TAKE CARE OF HIS SHEEP)

“Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." Kata Yesus pula kepadanya untuk kedua kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Jawab Petrus kepada-Nya: "Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku." Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: "Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" Maka sedih hati Petrus karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: "Apakah engkau mengasihi Aku?" Dan ia berkata kepada-Nya: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau." Kata Yesus kepadanya: "Gembalakanlah domba-domba-Ku.”
(Yohanes 21:15-17)

Yesus bertanya kepada Petrus tiga kali apakah ia mengasihi Yesus, dan Petrus menjawab tiga kali juga bahwa ia mengasihi-Nya. Lalu Yesus menjawab kembali: gembalakanlah domba-domba-Ku sebanyak tiga kali. Dalam terjemahan bahasa Inggris, Yesus menjawabnya, “Feed my lambs, take care of my sheep, feed my sheep.”

Dari perkataan ini, kita bisa mengerti bahwa hati Tuhan disenangkan ketika kita mengasihi gereja-Nya—yang merupakan tubuh Kristus. Sadarkah kita bahwa Tuhan mengasihi gereja-Nya? Gereja yang bukan dalam arti sebuah gedung melainkan sekumpulan orang-orang percaya yang telah ditebus oleh darah-Nya. Tuhan dan gereja-Nya merupakan satu tubuh yang tidak terpisahkan. Kita tidak dapat mengasihi Tuhan, tanpa mengasihi gereja-Nya (1 Kor 12:12-27). Yesus dengan tegas berkata, “Love Me, love My church.” Itulah mengapa ketika kita peduli terhadap kesusahan teman seiman kita, ketika kita melayani di gereja karena rindu untuk saling menguatkan dan membangun satu sama lain, kita telah mengasihi Tuhan dan menyenangkan hati-Nya. 

Terkadang kita salah dalam menyampaikan kasih kita kepada Tuhan. Kadang kita memperlakukan hubungan kita dengan Tuhan seperti daftar “do’s and don’ts.” Atau kita mencoba mengasihi Tuhan dengan kekuatan kita sendiri dengan menjadi orang yang sibuk melayani di gereja tanpa dilandasi sikap hati yang tepat. Mengasihi Tuhan sebenarnya tidak serumit yang kita bayangkan. Dengan senantiasa taat, percaya, dan peduli kepada gereja-Nya, kita sudah meresponi kasih Tuhan dengan bahasa kasih-Nya. Selamat mencoba!

Monday, November 16, 2020

Akankah Memilih Pergi?




by Mekar A. Pradipta

Dalam pelayanan-Nya di dunia, Yesus menarik perhatian banyak orang. Beberapa menyebut diri murid Yesus, sedangkan yang lain hanya sekedar pengikut. Namun, berjalan bersama Yesus bukanlah perkara mudah. Tidak semua orang dapat bertahan hingga akhir.

Yohanes 6:60-66 mencatat murid-murid Yesus yang beralih kecewa dan meninggalkan Dia. Kalau kita dalami, kenapa mereka berhenti mengikut Yesus? 

Sesudah mendengar semuanya itu banyak dari murid-murid Yesus yang berkata: "Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?; Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia.
(Yohanes 6:60, 66)

Ternyata, murid-murid yang pergi ini kecewa dengan pengajaran Yesus yang menurut mereka terlalu keras. Jika membaca perikop sebelumnya, kita akan menemukan alasan mengapa sebagian murid-murid Yesus memilih meninggalkan-Nya: pengajaran tentang siapa Yesus sesungguhnya, tentang kehendak Allah, dan tentang keselamatan.

Bukankah itu pengajaran yang indah? Lalu kenapa murid-murid itu pergi? Jawabannya bisa kita temukan pada ayat-ayat sebelumnya,

Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia, karena mereka melihat mujizat-mujizat penyembuhan, yang diadakan-Nya terhadap orang-orang sakit.
(Yohanes 6:2)

“Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang.”
(Yohanes 6:26)

Orang banyak—termasuk para murid Yesus—tertarik pada-Nya karena mujizat dan berkat jasmani yang sanggup Dia sediakan. Namun ketika Allah mengalihkan fokus mereka, memerintahkan mereka agar “bekerja, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa”, untuk percaya kepada Yesus, Sang Roti Hidup dan Juru Selamat yang diutus Allah, mereka tidak sanggup mendengarnya.

Peristiwa ini mengajak kita memeriksa diri kita: mengapa kita mengikut Yesus?

Orang-orang yang mengikut Yesus hanya karena mencari berkat akan kecewa karena Yesus justru menyuruh untuk memikul salib dan menyangkal diri. Mereka yang mengikut Yesus karena kenyamanan hidup akan kecewa karena Yesus justru menyatakan bahwa murid-murid-Nya akan dibenci semua orang karena nama-Nya.

Jika semua alasan menyenangkan untuk mengikut Yesus sudah lenyap, akankah kita bertahan? Jika tak ada lagi mujizat, atau roti melimpah-limpah, akankah kita bertahan? Jika khotbah yang kita dengar di gereja tak lagi soal berkat, berkat dan berkat, tapi justru menekankan pikul salib, sangkal diri, dan ikut Yesus, akankah kita tetap bertahan?

Menurut Ibrani 15:12-14, mereka yang tidak bisa menerima makanan keras, pengajaran tentang asas-asas pokok dari penyataan Allah, adalah bayi-bayi rohani. Bayi-bayi rohani ini masih memerlukan susu, makanan yang cita rasanya sesuai kemauan mereka dan mudah dicerna. Tetapi makanan keras adalah untuk orang dewasa, kadang lauknya bisa saja tidak sesuai selera, tapi orang dewasa akan tetap memakannya karena tahu makanan itu baik untuknya.

Yesus tidak memanggil kita untuk memberi hidup yang selalu seperti yang kita mau, tapi Dia memanggil kita untuk mengerjakan apa yang dikehendaki-Nya. Yesus memanggil murid-murid-Nya dengan perkataan, “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.” Ya, Dia memanggil untuk sebuah tujuan yang mulia, meskipun dalam perjalanannya kita sering harus terseok-seok. Namun Yesus juga memerintahkan agar kita mengejar kesempurnaan seperti Bapa, bukan sekedar mengejar berkat-berkat-Nya. Semua itu hanya bisa tercapai ketika kita menyadari bahwa kita tidak akan bisa mengikuti-Nya dengan kekuatan sendiri; kita membutuhkan Yesus sebagai sumber kekuatan dalam menghidupi panggilan sebagai orang percaya. Dari Dialah, kita dimampukan untuk menuju kesempurnaan seperti ayat di bawah ini:


“Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.”
(Matius 5:48)

Apakah saat ini ada di antara kita yang sedang kecewa kepada Tuhan hingga rasanya ingin meninggalkan Dia? Jika ada, mungkin ini saatnya kita belajar menjadi orang Kristen yang dewasa, yang dengan rela hati memakan makanan keras yaitu pengajaran yang, meskipun tidak nyaman di telinga, namun penting untuk pertumbuhan rohani kita.

Semoga kita semua, yang mengaku sebagai murid-murid Kristus, bisa menjadi seperti Petrus yang ketika Yesus bertanya,"Apakah kamu tidak mau pergi juga?" maka dia menjawab, "Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah.” (Yohanes 6:67-68)

Monday, November 9, 2020

Harga sebuah Panggilan




by Eunike Santosa 

*Artikel Edisi Khusus Pearl ©2016

“Jadi orang Kristen itu enak, yah. Tuhan mereka baik banget. Selalu kasih berkat materi, pemulihan, kesembuhan, dan sebagainya... Kelihatannya ga punya masalah dan selalu bahagia.”

Benarkah begitu? Ehmm... sepertinya ada yang kurang tepat. Hayo, di bagian mananya? Jawabannya adalah adanya konsep yang salah mengenai pengikut Kristus yang hanya berfokus pada tujuan untuk mendapatkan hidup lebih baik (khususnya mengenai berkat secara fisik dan materi) dan itu dibenarkan. Tidak sedikit yang memberitahu—bahkan memromosikan—bahwa mengikut Tuhan itu enak: masalah berkurang/cepat selesai, selalu senang, diberkati, tapiiii... “Kalau kamu nggak mengalami semua hal itu, mungkin kamu melakukan suatu kesalahan besar pada Tuhan. Atau mungkin kamu nggak beriman sama Dia dengan sungguh-sungguh.”

Waduh, apakah ini hal yang benar? Kita bisa menemukan jawabannya melalui perjalanan iman kita: apakah selama ini nyaman, adem-ayem aja? Well, kalau mau jujur, nggak selamanya hidup kita baik-baik aja, kan? Lalu, apa arti menjadi pengikut Kristus yang sebenarnya? Coba perhatikan ayat berikut:

LALU YESUS BERKATA KEPADA MURID-MURIDNYA, “JIKA SESEORANG MAU MENGIKUT AKU, IA HARUS MENYANGKAL DIRINYA, MEMIKUL SALIBNYA DAN MENGIKUT AKU.”
(MATIUS 16:24)

Apa yang Yesus katakan kepada murid-muridnya adalah sebuah “syarat” bagi seseorang yang ingin mengikuti Kristus (alias menjadi orang Kristen). Ada beberapa langkah yang harus orang tersebut ambil. Apa itu? Mari kita bahas satu per satu. :)

1. MENYANGKAL DIRI 

Menurut KBBI, menyangkal artinya “membantah, mengingkari, tidak mau menuruti”. Tambahkan dengan kata ‘diri’, maka frasa tersebut berarti membantah diri sendiri. Artinya, kita tidak lagi menjadi tuan atas diri kita sendiri. Ketika kita mengikuti Kristus, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah meninggalkan “ke-AKU-an”, keinginan daging duniawi, dan ego kita. Tidak ada negosiasi, nett price, udah harga mati.

Menjadi Kristen berarti menjadikan Kristus sebagai Tuhan dan Tuan atas hidup kita. Dari situ kita seharusnya bisa menyadari bahwa hidup kita bukanlah milik kita lagi, tapi sudah menjadi kepunyaan Tuhan. Sebelum jadi orang Kristen (atau masih Kristen KTP), hidup itu seolah-olah masih bisa kita kendalikan sesuka hati. Tapi setelah menerima Kristus secara pribadi dan memiliki identitas baru sebagai orang Kristen, kita seharusnya bertanya, “Apa yang Engkau (Tuhan) inginkan?”—bukan lagi, “Apa yang ‘aku’ inginkan?” Oleh karena itu, mari kita menyerahkan semua keinginan kita kepada Tuhan, dan biarkan Dia melaksanakan rencana-rencana-Nya (yang seringkali unexpectable) dalam hidup kita.

Ketika Allah menjadi Tuhan atas hidup kita, maka arah serta pandangan kita harus selalu tertuju pada-Nya dan pada Firman-Nya. Jadi ketika Tuhan bilang, “Kamu harus jadi berbeda dari dunia. Jadilah terang dan garam dunia”, itu bukan perintah yang main-main. Ketika semua orang ingin menjadi apa yang dianggap keren oleh dunia (yang terjebak dalam dosa), punya gaya hidup yang bertentangan dari Firman Tuhan, kita—sebagai orang Kristen—harus bisa menjadi berbeda dan menentang arus duniawi. Apakah hal ini semua mudah dilakukan? Tidak, tapi inilah yang dinamakan menyangkal diri.


2. MEMIKUL SALIB 

Setelah melepaskan ego diri, sekarang Tuhan menginginkan kita memikul salib masing-masing. HEH? APA LAGI INI? Salib itu berat, melelahkan, plus identik dengan penderitaan! Ketika Yesus memikul salib-Nya ke Golgota, apakah Dia menari-nari sambil membopong balok kayu berat itu? OH, JELAS TIDAK! Yesus terjatuh beberapa kali, bahkan ada yang menafsirkan ketika jatuh terakhir kalinya (dalam kondisi masih memikul saib), tulang lutut-Nya pecah... :”( Belum lagi ditambah dengan olok-olokan, hujatan, bahkan ludah orang yang Yesus terima sepanjang Dia memikul salib-Nya.

Lah, kalau Yesus—yang kita akui sebagai Tuhan—saja bisa menderita sedemikian rupa, apa yang membuat kita bisa berpikir bahwa sebagai pengikut-Nya, kita tidak akan mengalami penderitaan (walaupun mungkin tidak sampai disalib)? Yesus sendiri berkata demikian: 

Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.
(Matius 5:11)

Dan karena Aku, kamu akan digiring ke muka penguasa-penguasa dan raja- raja sebagai suatu kesaksian bagi mereka dan bagi orang-orang yang tidak mengenal Allah. 
(Matius 10:18)

Dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.
(Matius 10:22)

Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.
(Matius 10:39)

Berbahagialah kamu, jika karena Anak Manusia orang membenci kamu, dan jika mereka mengucilkan kamu, dan mencela kamu serta menolak namamu sebagai sesuatu yang jahat.
(Lukas 6:22)

Pada waktu itu kamu akan diserahkan supaya disiksa, dan kamu akan dibunuh dan akan dibenci semua bangsa oleh karena nama-Ku,
(Matius 24:9)

Aku sendiri akan menunjukkan kepadanya, betapa banyak penderitaan yang harus ia tanggung oleh karena nama-Ku.
(Kisah Para Rasul 9:16)


Mari kita kumpulkan kata-kata tebal di atas dan ditulis dalam kalimat ini:

“Ketika saya mengikut Yesus maka saya akan ... dicela, dianiaya, difitnah, digiring, dibenci, kehilangan nyawa, disiksa, dibunuh, dikucilkan, ditolak, menderita...”

Jadi, apakah mudah menjadi menjadi pengikut Kristus? Masih ingin terus mengikut Tuhan?

“Dih, males aahhhh jadi orang Kristen kalo kayak gini~ Ada cara lain nggak, sih? Saya mau yang enaknya aja boleh nggak? Berkatnya doang bisa, kan? HEHE.”

Sayangnya, mengikut Tuhan tidak bisa setengah-setengah atau hanya mendapatkan berkat-Nya tanpa mau membayar harganya. Tapi coba renungkan hal ini sejenak: Kristus, yang kita akui sebagai Tuhan dan Juruselamat, telah meninggalkan tahta kemuliaan-Nya untuk turun ke bumi dan menjadi seperti kita. Dia hidup sebagai manusia, kemudian disiksa dan… mati disalib untuk kita. Kenapa? Agar kita selamat dari hukuman kekal, menerima kehidupan kekal bersama-Nya, dan mengalami relasi yang dipulihkan (baik terhadap Allah, diri sendiri, maupun sesama). We are saved so we have a freedom to do His will! Saat ini, Dia memanggil kita untuk melayani-Nya—Sang Raja... Nah, dengan apa yang sudah Tuhan lakukan, pantaskah kita setengah-setengah saat menjadi pengikut-Nya?

Menjadi pengikut Kristus itu tidak main-main, tidak semudah yang dikira dan tidak seenak yang didengar sebatas “berkat”. Mulai dari perjanjian lama hingga zaman sekarang, ada banyak (yang benar-benar banyak) orang yang telah membayar harga, rela dipermalukan, hingga mati karena mengikut Kristus. Berapa banyak nabi yang dibunuh karena mengikuti Allah Yahweh? Contohnya saja Yeremia yang sampai depresi, Elia yang dikejar-kejar untuk dibunuh, dan Yesaya yang tidak dihiraukan oleh orang-orang Yehuda. Hampir semua murid-murid Kristus menjadi martir karena mengikut Kristus. See? Meski demikian, mungkin sebagian besar di antara kita akan mati bukan dalam kondisi demikian. Kita bisa saja meninggal karena sakit, atau kecelakaan, atau karena alasan-alasan lain. Jadi, apakah memikul salib ini harus selalu dipenuhi penganiayaan?

Hmmm… tidak selalu, tapi memang menuntut bayar harga.

George MacDonald (seperti yang dikutip dari Bible Gateway) menjelaskan, “Memikul salib berarti kesetiaan yang berkelanjutan kepada Kristus dan diikuti dengan kematian diri sendiri. Maksudnya, kita harus menolak, meninggalkan, dan menyangkal diri sama sekali sebagai elemen yang mengatur atau menentukan apa yang harus kita lakukan.” Berat? Pasti. Apalagi ketika kita melihat kondisi keluarga, pekerjaan, maupun studi yang terasa menjemukan. Well… mungkin itulah salib yang kita pikul sekarang. Tapi satu hal yang harus kita yakini, Yesus sendiri menegaskan bahwa Dia akan memikul salib itu bersama kita. “Salib” itu termasuk hal-hal yang—bahkan—seolah-olah dikarenakan kesalahan kita. Kalau bukan karena kemurahan Allah, lalu apa lagi yang memampukan kita untuk memikulnya?


3. MENGIKUT KRISTUS 

Salah satu tokoh yang saya kagumi adalah Florence Nightingale. Terlahir di keluarga kaya, dia bisa mengambil jalan mendapatkan suami kaya raya, menikah and live happily ever after versi dunia. Kenyataannya demikian, atau setidaknya… hampir.

Di usianya yang ke-17 tahun, Tuhan memanggil Florence untuk menjadi perawat dan pergi ke medan perang merawat para tentara yang terluka, dan dia pergi. Florence menyangkal keinginan dirinya untuk bisa bersama dengan pria yang ia cintai, serta kehidupan yang enak dan nyaman. Dia memikul salib dengan mengambil sekolah perawat yang dianggap rendah dan hina pada zaman itu, kemudian pergi ke medan perang merawat para tentara. Dia mengikuti panggilan Tuhan dalam hidupnya: Calling to care. 

Now, panggilan Tuhan akan setiap orang berbeda-beda. Kita mungkin tidak dipanggil seperti Florence untuk pergi ke tempat perang. Tapi sebagai orang yang dipanggil untuk mengikut Kristus, ada harga yang harus kita bayar. Sebagai contoh, sebagai seorang single kamu diperhadapkan dengan pilihan: mengejar pujaan hatimu yang tidak mencintai Tuhan atau menunggu waktu Tuhan untuk mengenalkanmu kepada seorang Godly man? Pilihan di tanganmu. Orang-orang mungkin mendesakmu dan berkata bahwa standarmu ketinggian, atau mungkin ada yang menyuruhmu untuk meninggalkan imanmu. Apa yang akan kamu lakukan? Kompromi? Atau memilih menunggu sambil memperdalam pengenalanmu terhadap diri sendiri dan Tuhan?

Mengikut Tuhan memang tidak mudah, dan seringkali akan melewati masa yang tidak mengenakkan. Tapi jika kita sungguh-sungguh mengikut Tuhan, sekalipun harus melewati dengan air mata karena membayar harga panggilan itu, di tengah-tengah doa isakan minta tolong kepada Bapa di surga, ketahuilah bahwa penghiburan dan sukacita surgawi itu nyata dan besar kuasanya! Paulus dalam 2 Korintus 7:4b berkata, “Dalam segala penderitaan kami aku sangat terhibur dan sukacitaku melimpah-limpah.”

Bagi saya pribadi, sukacita inilah mengapa mengikuti Kristus itu AMAZING! Sukacita karena membayar harga, sukacita sejati karena mengalami Kristus dibalik penderitaan, sukacita karena tahu bahwa saya ini nothing, tapi dipanggil oleh Tuhan, dan bukan hanya itu... Dia memampukan saya untuk menjalani panggilan yang saat ini sedang saya tekuni.

Sebagai koordinator Majalah Pearl yang selalu memastikan artikel baru tersedia setiap hari Senin, memantau perkembangan Instagram Pearl, berkoordinasi dengan para editor dan desainer grafisnya, plus menulis beberapa artikel di blog, kadang-kadang saya merasa lelah *sigh*. Saya juga bertanya-tanya apakah yang saya kerjakan saat ini sia-sia atau tidak. Tapi setiap kali ada task yang selesai, saya selalu merasa ada Tuhan Yesus sedang duduk di samping saya dan berkata, “Thank you”, sambil tersenyum dan memeluk saya. Kalau sudah seperti itu, respons saya adalah menangis terharu dan thankful for that endless joy... dan saya rindu agar Pearlians juga mengalami hal yang sama. Being a Christian is never easy, but as long as God is with us, who can be against us right? :) Soli Deo Gloria.