“... Sebab itu terlebih
suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku” (2
Korintus 12:9)
Ada salah satu pengalaman teman yang mengalami sakit sepulang dari masa kuliah selama 4 (empat) tahun di negara sub tropis. Setelah beberapa bulan di Indonesia, dia masuk rumah sakit karena demam tifoid.
Dan, komentar syukurnya pada Tuhan:
"Memang Tuhan itu luar biasa ya. Waktu aku hidup 3 (tiga) tahun di negeri orang, sudah jelas sering makan makanan yang gak terjamin kebersihannya, aku gak pernah sakit. Tapi, waktu pulang ke Indonesia, makan makanan rumah, eh, malah masuk rumah sakit gara-gara demam tifoid."
Hmmm... Awal aku membaca tulisan ini, aku tersenyum dan bersyukur juga. Aku punya pengalaman yang sama dengan dia. Meskipun tidak sedang belajar di luar negeri, setidaknya aku pernah punya kuliah di tempat perantauan, jauh dari orang tua, dan jauh dari fasilitas rumah yang nyaman. Setiap hari beli makanan di luar, jarang, bahkan bisa dibilang gak pernah masak sendiri, tapi gak pernah sakit.
Sampai aku mendapat kuliah tentang bakteri Salmonella Thypi, penyebab penyakit demam tifoid. Jadi, Indonesia adalah salah satu negara endemik penyakit demam tifoid. Banyak tempat yang menjual makanan yang sudah terkontaminasi. Hanya saja, orang-orang di Indonesia cenderung sudah punya sistem imun (antibodi) yang melindungi, sehingga meskipun kuman itu masuk ke saluran pencernaan, kita tidak terjangkit penyakit ini. Dengan sistem imun yang dimiliki kebanyakan orang Indonesia, dibutuhkan infeksi bakteri Salmonella Thypi dalam jumlah lebih banyak untuk bisa menimbulkan manifestasi penyakit.
Berbeda dengan orang dari luar negeri. Turis-turis yang mencoba makanan Indonesia, seperti rujak di pinggir jalan, bisa pulang dengan keluhan-keluhan penyakit demam tifoid karena mereka tidak punya antibodi yang menetralisir kuman yang masuk.
Nah, mungkin ini penjelasan yang cukup logis untuk pengalaman orang yang baru pulang dari negara sub tropis. Antibodi terhadap bakteri Salmonella Thypi ini bisa bertahan selama berbulan-bulan. Tetapi, setelah tinggal lama di negara yang bukan endemik demam tifoid, kadar antibodi dalam tubuh jadi turun. Akibatnya, waktu dia pulang dan makan makanan di Indonesia, sistem imun tubuhnya tidak mampu lagi menetralisir kuman yang masuk.
Tidak banyak yang tahu kalau sebenarnya tinggal di Indonesia membuat kita rentan terjangkit demam tifoid. Tidak banyak pula yang tahu kalau tubuh kita mengembangkan sistem imun yang melindungi kita. Pengalaman kecil, kadang kita gak mengerti secara lengkap kenapa itu bisa terjadi.Tapi, justru dengan ketidaktahuan itu, kita bisa mengakui ada campur tangan Tuhan. Kita juga bisa mensyukuri penyertaan Tuhan di bagian dimana kita tidak bisa mengerti atau mengintervensi.
Bagiku, setelah menduga-duga dan mencoba mengerti kenapa bisa begitu, tidak membuatku menganggap semua itu cuma kebetulan. Aku senang membaca kesaksian tentang ucapan syukur seperti itu. Hanya saja, aku dapat kesempatan untuk mengerti bagaimana cara kerja Tuhan.
Mengerti dengan
penjelasan ilmiah mengapa hal itu terjadi tidak membuat rasa kagumku berkurang
pada Tuhan. Aku justru jadi mengerti, “Oh, begini toh, cara Tuhan bekerja
menyatakan diri bagi anak yang Dia sayang”
Kalau ada kesempatan
mendengar kesaksian seperti itu, aku akan tetap tersenyum dan ikut bersyukur
bersama pemberi kesaksian. Dan, kalau ada hikmat Tuhan seperti ini lagi, aku
akan membagikannya, supaya kita sama-sama mengerti bagaimana cara kerja Tuhan.
Kadang kita gak bisa
mengerti bagaimana Tuhan bekerja. Tetapi sadarkah kita, justru dari pengalaman
tidak mengerti ini, kita jadi mengenal Tuhan lebih dalam. Lewat pengalaman
kecil sehari-hari, selalu ada berkat yang bisa kami hitung dan alasan untuk
selalu bersyukur.
No comments:
Post a Comment
Share Your Thoughts! ^^