Wednesday, August 30, 2017

Book Review: Run or Die


by Azaria Amelia Adam

Ini review dari bukunya kak Relon Star. Dari cover-nya, kita bisa menebak seperti apa kesaksian hidup kak Relon, seorang anak pendeta yang berjuang melepaskan diri dari narkoba dan pergaulan bebas.

Buku ini ditulis langsung oleh Kak Relon. Boleh dikatakan ini "kesaksian yang hidup". Aku juga suka gaya bahasanya kak Relon yang 'anak-muda' banget, bisa terbuka menulis apa yang dia rasakan. Termasuk saat dia menulis perasaan kesal karena menganggap Papanya yang pendeta lebih mementingkan pelayanan daripada keluarga. Dia juga memberikan motivasi lengkap dengan cara-cara sederhana untuk lepas dari narkoba. Kelihatan sekali kak Relon rindu agar anak-anak muda yang pernah jatuh seperti dia dulu, bisa merasakan pengalaman pribadi dengan Tuhan dan mendapatkan hidup baru. 

Hal yang aku suka dari buku ini, salah satunya, adalah waktu Kak Relon ditangkap Tuhan. Saat itu dia membaca buku 'Rasa Tertolak' yang ditulis Derek Prince. Bukunya tipis jadi bisa langsung habis dibaca. Karena buku kecil itu, hidupnya dipulihkan. Tuhan memakai buku kecil tipis itu untuk membuat seorang pemudi bertobat. Akhirnya aku jadi mengerti, kalau mau menjangkau jiwa melalui tulisan, salah satu cara sederhananya adlah dengan membuat tulisan yang singkat dan padat, tetapi dengan bahasa yang ringan. Kak Relon sadar itu, makanya tulisan dalam buku kecilnya ini dibuat seperti itu. 

Yang berikutnya, buku ini memang didedikasikan untuk orang-orang yang tersesat dalam pergaulan bebas dan narkoba. Buku ini diterbitkan dengan seruan 'You are Loved with The Unconditional Love', 'Hidupmu masih bisa dipulihkan', ‘Jangan Tengok ke Belakang’, 'Kalau saya bisa, kalian juga pasti Bisa'. Kak Relon menyampaikan itu semua di bab terakhir. 

Terakhir, Kak Relon menceritakan mujizat Tuhan dalam hidupnya. Kalian tahu kan, resiko orang yang menggunakan narkoba. Mereka rentan terinfeksi HIV dan Hepatitis B, karena kebiasaan menggunakan jarum suntik bersama-sama. Kak Relon cerita kalo dia pernah sakit kuning, BAK merah seperti teh, pokoknya gejala hepatitis. Apalagi kalau bukan Hepatitis B. Puji Tuhan, kak Relon bisa pulih. Penyakitnya tidak mengalami progresivitas menjadi kronik dan dia bisa bersaksi tentang kesembuhannya. 

Ada lagi, setelah dia memutuskan berhenti mengunakan narkoba, morfin atau shabu-shabu, dia tidak mengalami gejala withdrawal atau sakau. Tuhan memulihkan secara utuh. Mungkin saat itu, Tuhan mengizinkan morfin endogen dalam sistem tubuh kak Relon bekerja secara sempurna sampai tidak ada gejala 'butuh injeksi morfin'. Dan, kalau pun dia tidak mengalami masa withdrawal amfetamin atau shabu, sepertinya sukacita dari Sorga itu sudah cukup untuk menjadi neurostimulan, jadi Kak Relon bisa langsung beraktivitas seperti biasa. Mungkin karena saya latar belakang pekerjaan tenaga medis, jadi analisanya kayak gitu. Lord Jesus, I'm amazed.

Tuesday, August 29, 2017

A Testimony: Doing Good All Times


by Azaria Amelia Adam

“Dan kamu, saudara-saudara, janganlah jemu-jemu berbuat apa yang baik”
- 2 Tesalonika 3:13 

Kali ini saya ingin berbagi kesaksian dari teman saya, seorang dokter yang mengabdi di pedalaman Provinsi Nusa Tenggara Timur. Namanya dr. Junita, dokter PTT (Pegawai Tidak Tetap) di Puskesmas Noebeba, Kecamatan Noebeba, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Buat yang gak pernah dengar, mungkin langsung buka Google Maps saja, ya. Cari di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), karena kalau di peta biasa, daerahnya ga tercatat. Hehehe...

Setelah selesai menempuh pendidikan dokter di Jakarta, dr. Junita memilih untuk mengabdi di Kabupaten TTS. Kabupaten ini berjarak 2 jam dari Kupang, ibukota provinsi, tetapi masuk dalam katagori daerah tertinggal. Dari Soe, ibukota kabupaten TTS, perlu perjalanan darat 2-3 jam lagi baru sampai ke kecamatan Noebeba. Dalam pelayanannya di Noebeba, dr. Junita sering membantu banyak pasien. Melayani pasien rawat jalan di Puskesmas, pelayanan kebidanan, juga program kesehatan masyarakat. Saya tahu masyarakat di Noebeba senang sekali dr. Junita di sana. Setelah berapa tahun Noebeba tidak ada dokter, sekarang kalau berobat tidak perlu jauh-jauh ke kecamatan lain apalagi ke Soe. Sekarang sudah ada dokter umum di puskesmas. 

Suatu kali, tante dari dr. Junita mengalami vertigo dan dibawa ke puskesmas di Niki-Niki. Mungkin ada yang bertanya, “Di mana lagi itu ya?”. Niki-Niki juga merupakan salah satu kecamatan di TTS. Ternyata setelah diperiksa, vertigo yang dialami tantenya itu disebabkan stroke—penyumbatan pembuluh darah—di otak kecil (serebelum). Serebelum merupakan pusat keseimbangan, sehingga sumbatan pembuluh darah di sana menimbulkan gejala vertigo. Tenaga kesehatan di Puskesmas jelas tidak bisa menangani pasien stroke. Bahkan di RSUD kota Soe TTS, tidak ada dokter ahli saraf yang bertugas. Tante harus dirujuk ke Kupang untuk mendapatkan penanganan di fasilitas yang memadai. 

Kemudian, beliau dibawa ke RSUD provinsi. Tetapi karena saat itu ICU sedang penuh, terpaksa harus dirawat di ruangan biasa. Sebagai teman sejawat, saya tahu Junita tidak akan tenang jika tantenya tidak dirawat di ICU, ruangan dengan suhu dan kelembapan terkontrol serta monitoring yang lengkap. Pasien dengan stroke perlu dirawat di ICU untuk observasi ketat dan ruangan yang bersih agar tidak mengalami infeksi selama perawatan di rumah sakit. Tapi mau bagaimana lagi? Ruangan ICU di rumah sakit tersebut sudah penuh. 

Jika dilihat dari kesadaran yang menurun, secara ilmu kedokteran, kami tahu prognosisnya memburuk. Bahkan ada dokter ahli saraf yang berkomentar, “Sudahlah dek, kita doakan saja” ketika melihat luasnya daerah otak yang mengalami sumbatan pembuluh darah di hasil CT Scan. Tetapi sebagai keluarga dekat, pastinya kita tidak akan berhenti berusaha. “Meskipun prognosisnya buruk, tapi kami baru bisa lega kalau tante dapat penanganan yang maksimal. Kalau kami sudah lakukan yang terbaik, apapun yang terjadi kami tidak akan menyesal.” begitu kata dr. Junita.

Kebetulan saat itu, saya mendapat giliran jaga shift siang di rumah sakit swasta yang punya fasilitas ICU. Setelah diberitahu, dr. Junita dan keluarganya memutuskan untuk memindahkan tante ke rumah sakit swasta tempat saya bekerja. Dijemput dengan ambulans, beliau segera diantar ke rumah sakit swasta. Setelah sampai di rumah sakit tersebut, pasien langsung diantar ke ICU. Biasanya pasien yang baru datang harus masuk lewat IGD, kemudian mendapatkan penanganan dari dokter umum yang stand by di situ, baru dipindahkan ke ICU. Tetapi pada saat itu, dokter ahli penanggung jawab ICU sudah tiba. Dokter langsung memeriksa kondisi pasien, menginstruksikan terapi kepada tim dan pasien bisa mendapat pelayanan kesehatan yang maksimal. Di luar perkiraan kami, belum sejam di ICU, pasien sudah terjadi perbaikan klinis. Tante dr. Junita membuka mata saat dipanggil. Meskipun kesadarannya belum pulih sempurna, saya bisa melihat senyum dan tangis ucapan syukur dari wajahnya. Surely, that expression of a family seeing the patient recovering is so priceless. I would do anything to see that expression from patient’s family again. 

Dr. Junita sangat bersyukur, dia berkata bahwa Tuhan itu baik, dan apa yang kita tabur benar-benar akan kita tuai. “Mungkin karena dulu saya sering menolong pasien-pasien saya, memudahkan mereka dalam proses rujukan, membantu transportasi. Maka saat ini, saya menuai hasilnya, saat saya membutuhkan bantuan. Saat tante saya sakit seperti ini, ada yang menolong. Proses pindah ke rumah sakit yang ada ICU jadi semudah ini,” kata dr. Junita.

Dalam perawatannya, tante mengalami perbaikian keadaan. Kesadaran mulai pulih, naik secara bertahap. Hampir seminggu dirawat, beliau sudah sadar penuh, bisa diajak komunikasi, makan dan minum dengan baik. Terakhir informasi yang saya dapatkan, tante sudah diperbolehkan pulang dan mendapat terapi rawat jalan di klinik rehabilitasi medik (fisioterapi). 

Mungkin secara ilmu, kami tahu progonisinya buruk. Hanya sekitar 20-30% saja tingkat keberhasilannya. Pasien bisa meninggal atau hidup dengan gejala sisa kerusakan saraf yang berat. Tetapi jika 20-30% itu disetujui Tuhan, maka kita melihat mujizat. Seketika saya berpikir, jika saya menjadi tenaga medis yang hanya bisa mendiagnosa, dan memprediksi kematian seseorang, lalu untuk apa? Sekalipun kita punya ilmu dan keterampilan yang sempurna, jika tidak ada kemauan berbuat baik untuk pasien, kita akan kehilangan semangat untuk melayani. Kesaksian dr. Junita mengingatkan kita untuk terus berbuat baik, jangan pernah berhenti. Karena, kita tidak tahu kapan kita akan menuai.

“Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.”
- Galatia 6:9

Monday, August 28, 2017

NKB 128 Mom's Version



by Grace Suryani

1
Ku berserah kepada Allahku 
Di kala bayiku mogok makan 
Salmon dibuang, sendok dilempar 
Bapa surgawi t’rus menjagaku 

Reff:
Ku tahu benar ku dipegang erat 
Di kala vaksin dan tumbuh gigi 
Throwing tantrum, ku tak gentar 
Bapa surgawi trus menjagaku

Ku berserah kepada Allahku 
Di kala diriku kurang tidur 
Tiap dua jam, bayiku bangun 
Bapa surgawi t’rus menjagaku 

Ku tahu benar ku dipegang erat 
Di kala badanku kayak zombie 
Mata panda, ku tak gentar 
Bapa surgawi t’rus menjagaku 

Ku berserah kepada Allahku
Di kala bayiku batuk pilek 
Tiap makan, dia muntah
Bapa surgawi trus menjagaku 

Ku tahu benar ku dipegang erat 
Di kala jaundice ataupun kolik 
HFMD, ku didekap
Bapa surgawi trus menjagaku 

NKB 128 is one of my favorite hymn. Ketika tadi pagi seorang sahabat memposting lirik lagu ini, saya jadi terpikir untuk membuat versi ibu-ibu.

Terkadang ketika menyanyikan, “Di taufan gelap, di laut menderu,” yah, gue tau Tuhan menjaga. Tapi ketika anak gue buang ikan salmon yg harganya ajubile (gue ajak kagak makan salmon!), ketika dia bangun tiap 2 jam, ketika dia throwing tantrum nangis jerit-jerit ga karuan, gue sih jujur aja dah, jarang banget berasa ada Tuhan. Jarang banget merasa Tuhan menolong. Yang ada mah emosi, teriak 7 oktaf, “Salmon mahalll!!! Jangan dibuang-buang!!”

Padahal sebagai ibu, GTM (gerakan tutup mulut aka mogok makan), kolik, tumbuh gigi, badan zombie, itulah “taufan g’lap dan laut menderu” kita. Itulah saat Tuhan mendekap, menopang dan menguatkan kita. Itulah gunung tinggi dan samudera kita.

Kiranya ketika anak lagi bertingkah, disuruh mandi malah striptease di dapur, kita ingat dan merasa, ada Tuhan loh, dan kita terus mengingat kebaikan-Nya dalam hidup kita, termasuk memberikan si buah hati kepada kita. :)

Ku tahu benar ku didekap; Bapa Surgawi t’rus menjagaku. :)

Friday, August 25, 2017

Poem: Saya Takut Mati



by Grace Suryani



Waktu kecil, saya takut mati
Karena saya tahu, dosa saya banyak dan Tuhan tidak bisa diajak kompromi
Jadi jika saya mati
Saya tau kemana saya akan pergi
Ke neraka, karena itu saya takut mati

Untungnya, 
Saya lalu kenal Dia.
Yang memberi jaminan kekal untuk sekarang dan selamanya
Lalu hati saya jadi tenang ria
Tak lagi takut, jika harus putus usia

Di China, ketika asma melanda
Dan nafas tinggal satu persatu
Saya masih bisa tertawa
“Kemungkinan terburuk, yah saya mati.
Tapi saya tau, saya pasti masuk surga.”

Lalu saya bertemu suami saya
Dan saya jadi sedikit takut mati lagi
Bukan karena kuatir pintu surga berganti
Tapi karena hati takut, jika saya mati, siapa yang mengurus kekasih hati?
Akhirnya saya katakan kepada dia
“Jika saya mati,
Jangan takut menikah lagi
Saya sudah pasti bahagia dengan Dia
Jadi tak usah menyiksa diri. Menikahlah lagi.”

Lalu, anak pertama saya lahir
Dan kini…
Rasa takut kembali mengalir
Sungguh. Saya jadi sangat takut mati…

Bukan ke mana saya pergi
Yang membuat gentar hati
Tapi membayangkan luka dan derita buah hati
Yang membuat saya takut mati
Sangat amat takut mati

Ah seandainya
Mengikut Dia juga dapat jaminan takkan lagi menanggung duka
Selama badan masih di dunia
Sayangnya bukan itu janji-Nya

Ketika kelam melanda
Dan takut menghantui
Siapa sangka, Ia berbicara
Melalui si buah hati

Anak saya, jika keinginan ditolak
Maka ia pasti bertindak
Dan juga berontak

Ketika ia meratap
seolah dunia kiamat
saya menatap
lalu berucap…

9 bulan membawa kau
Ribuan dolar habis untuk mengeluarkan kau
Tidur tak nyenyak gara-gara kau
Setiap pagi sampai malam ngurusin kau
Masak buat kau
Suapin kau
Mandiin kau
Ganti popok kau
Jadi botol susu berjalan untukkau
Semua mami lakukan buat kau

Cobalah kau pikir
Jika yang kau minta itu baik dan itu yang mami pikir,
Masakkah mamimu segitu kikir??
Ketika semua sudah dilakukan untukmu
Masak iya mami sengaja untuk menyengsarakanmu?
Pikirlah nak, pikir

Tapi, yah saya tau,
Mungkin saat ini sulit baginya untuk mengerti
Alasan dibalik penolakan mami
Karena itu saya tidak tuntut ia untuk mengerti
Saya hanya berharap
Anak saya bisa mengingat
Bahwa cinta dan hati mami itu lekat
Dan juga pekat
Dan bahwa mami selalu dekat

Heeemm…
Kalau saya saja seperti itu
Saya yakin Dia juga begitu
Bahkan mungkin jauh lebih dalam daripada itu

Mungkin memang banyak hal tidak saya mengerti
Tapi Ia lakukan itu bukan untuk sengaja menambah sakit hati
Bukan untuk sengaja membuat duri
Ia hanya punya alasan yang belum bisa saya pahami
Tapi cukuplah bagi saya untuk mengingat
Bahwa Kasih-Nya lekat
Pekat
Dan selalu dekat

Sekarang,
Saya sih masih tetap takut mati
Tapi hati tidak lagi meradang
Karena saya tahu Ia mengerti
Dia tahu saya takut mati
Dia juga mengerti
Alasan kenapa saya takut mati
Dan yang lebih lagi
Saya tahu Dia peduli
Dia peduli kepada si buah hati
Lebih dari yang saya sadari

Jadi sekalipun saya masih takut mati
Takut itu tidak lagi menghantui

Wednesday, August 23, 2017

Kalau Tuhan Beneran Baik, Kenapa…


by Grace Suryani

Beberapa minggu lalu, ketika gue lagi di puncak galau dan super mellow, gue mojok di 1 cafe kecil sambil nungguin Jane selesai les. Pas gue mau duduk, tiba-tiba ada orang panggil gue, “GRACE! What are you doing here?!?!?” Ternyata oh ternyata, itu seorang teman gue yang homeschooling mom juga. Sudah beberapa waktu kita ga maen bareng. Langsung heboh deh. Ngobrol-ngobrol dengan seru. Untuk sesaat, gue lupa akan kegalauan gue.

Ketika gue jalan untuk jemput Jane, ada perasaan hangat di hati gue. Gue tau itu Tuhan yang atur teman gue untuk pas ada di daerah situ (karena itu bukan daerah dia biasa maen juga), pas di jam tersebut. Tadinya dia mau ke tempat lain; eh, tiba-tiba ga jadi dan malah ke cafe tempat saya nongkrong. Padahal di mall tersebut ada belasan restoran lain. Gue tau itu bukan kebetulan. Gue tau Tuhan tau gue butuh teman saat itu. Teman ngobrol untuk menaikkan mood gue. dan yang terutama, teman ngobrol untuk memberi gue tanda. God cares about me. God knows and He cares. Lalu tiba-tiba ada suara yang berbisik, 

“Kalau Tuhan emank beneran baik, kenapa juga Tuhan mesti izinkan kamu ngalamin ini?? Kan Tuhan bisa aja membiarkan kamu ga perlu ngalamin ini semua! Kalau Tuhan beneran baik...”

Ahh... Gue tau suara siapa itu. :P

Langsung berasa kayak deja-vu. 9-10 tahun yang lalu sewaktu saya di China, pernah ada satu masa saya mengalami insomnia berat sampai udah ke dokter tetap tidak bisa tidur. Waktu itu dalam seminggu berat saya turun 4 kg. Seluruh syaraf saya itu tegang sekali. Sampai denger suara derit pintu, badan saya langsung nyeri.

Nah, suatu sore ketika jalan-jalan ke pasar, itu lagi musim jeruk. Saya mbatin dalam hati, “Kayaknya jeruknya enak ya.” Tapi saya ga beli. Sehabis jalan-jalan, saya pulang ke kamar. Jrengg, di meja belajar saya ada beberapa jeruk. Jenis jeruk yang sama dengan yang tadi saya lihat. Trus roommate saya tiba-tiba ngomong, “Gue habis dari pasar tuh, liat jeruk, eh keinget kamu. Jadi gue beliin lah.” Saya tuh langsung tersentuh banget. Kenapa? Karena sebenernya saya itu jarang makan jeruk. Saya dulu bukan orang yang hobi makan buah. Jadi saya tau ini Tuhan yang bicara lewat roommate saya.

Lalu tepat sehabis saya bersyukur dan say thank you sama roommate saya, ada suara yang berbisik. “Kalau Tuhan beneran baik, mestinya Tuhan tau donk. Yang paling kamu butuhkan kan tidur bukan jeruk. Kamu kan berdoanya minta tidur bukan minta jeruk.”

Pernah mengalami seperti itu? Sedang dalam suatu pergumulan, lalu Tuhan memberikan sentuhan-sentuhan kecil. Tapi hal itu bukannya membuat kita bersyukur malah muncul suara-suara yang meragukan kebaikkan Tuhan. Kalau Tuhan beneran baik kenapa juga gue mesti ngalamin ini semua? Emank Tuhan ga bisa cegah semuanya ini terjadi? Bisa kann?!

Guys, suara kecil sok lembut yang berbisik itu jelas dari mana asalnya: dari si jahat. Tujuannya jelas, membuat kita menyimpan keraguan terhadap Tuhan. Membuat kita berpikir, “Iya yah, kalau Tuhan beneran baik kok begini??” Membuat kita mempertanyakan kasih Tuhan.

Di dalam satu hubungan, yang paling berbahaya adalah ketika muncul seeds of distrust: benih-benih ketidakpercayaan. Masi tidak percaya itulah yang setan berusaha taburkan dalam pikiran dan hati kita. Entah setan membuat kita tidak percaya akan kebesaran Tuhan, ATAU jika ia tahu bahwa kita sangat percaya bahwa Tuhan itu mampu maka ia akan melemparkan pertanyaan, “Gue tau Tuhan sih pasti mampu; pertanyaannya, apakah Dia mau?” Entah kita dibuat meragukan kemampuan Tuhan, atau meragukan kebaikkan hati Tuhan.

Apa yang harus kita lakukan ketika suara sok lembut itu muncul? 
Enyahlah kau iblis. Langsung aja ngomong, "Enyahlah kau iblis. Kau memikirkan apa yang dipikirkan oleh manusia bukan apa yang dipikirkan oleh Allah." 
Berdoa minta rhema. Apa itu rhema? Buat saya rhema itu adalah ayat Firman Tuhan yang nancep banget di hati saya dan bisa saya gunakan sebagai senjata ketika keraguan itu muncul. Itu sesuatu yang biasanya saya dapatkan ketika lagi saat teduh atau baca Alkitab dan Roh Kudus berbicara kepada saya secara pribadi. Alkitab berkata Firman Tuhan itu adalah pedang roh kita. 
Berperanglah. Setelah dapat rhema, pegang erat-erat, HAFALKAN, catat kalau perlu, dan setiap kali ada benih keraguan, katakan, "Tidak. Firman Tuhan berkata...." It will be a tiring journey. No kidding. Apalagi akan ada saat-saat dimana sepertinya pikiran kita dibombardir oleh bayangan-bayangan mengerikan dan kekuatiran-kekuatiran yang mencekam. Tapi jangan menyerah. Ingat, kita tidak sendiri menghadapi ini semua. Ingat, Roh yang di dalam kita lebih besar daripada roh yang ada di dunia. Ingat, Tuhan bersama-sama dan melindungi kita. Dan yang paling penting, ingat, TUHAN YESUS ITU SUDAH MENANG. Kita itu sudah pasti menang. Bertahanlah. Itu saja. 

Akhir kata, satu lagu yang sering saya nyanyikan hari-hari ini, 

God is too wise to be mistaken, God is too good to be unkind 
So when you don't understand, when you don't see His plan 
When you can't trace His hands, trust His heart.

(Trust His Heart by Babbie Mason) 

Monday, August 21, 2017

Good Samaritan: Too Good to be True?


by Yunie Sutanto

Suatu kali di sebuah jalan dari Yerusalem menuju Yerikho, lewatlah seorang pedagang dengan membawa berbagai barang berharga. Namun para penyamun-penyamun menghadangnya, merampok semua hartanya dan tak cukup rupanya, merekapun memukulinya sampai babak belur. Tergeletaklah ia di tepi jalan itu dalam kondisi sekarat. 

Sayup-sayup di dengarnya ada yang melewati jalan tersebut. Sayangnya, mulutnya sudah tak kuat untuk berteriak meminta tolong. Namun, tahukah siapa sosok yang melalui jalan dari Yerusalem menuju Yerikho tersebut? Seorang imam yang berpakaian rapi jali. Rupanya sang imam sedang dalam perjalanan menuju tempat ibadat untuk memenuhi undangan berkotbah disana. Sang pedagang yang matanya memar dan berdarah karena luka pukulan berusaha dengan keras memincing-mincingkan matanya menatap sang imam. Mulutnya tak sanggup bersuara lagi, namun hatinya melonjak dan bergirang:

Imam Santer! Aku mengenalinya! Aku sering menunggu-nunggu jadwal kotbahnya! Imam yang terkenal tak pernah terlambat! Iman Santer, tolong aku! Oh betapa baiknya Tuhan Allah mengirimmu padaku yang sekarat ini!

Betapa kebetulan, Imam Santer berjumpa dengan salah seorang pemujanya. 

Betapa sejuk, saat sang pedagang mendengar gumaman doa-doa yang diucapkannya sambil berjalan.

Imam Santer menatap sejenak ke arah orang di pinggir jalan tersebut. Kotor, penuh luka memar, bau, darah dimana-mana dan terlihat sekarat.

Aku tidak punya waktu untuk menolong orang ini, nanti aku telat. Aku ga mau mengecewakan para pendengarku dan aku ini terkenal tidak pernah terlambat. Aku benci orang yang suka datang telat! Mereka tidak menghargai waktu orang lain. 

Hari ini ada dua jadwal mengajar di dua lokasi yang berbeda. Aku pasti telat beruntun jika menolong orang yang tak kukenal ini!

Betapa kagetnya sang pedagang ketika ia melihat sang imam pujaannya ternyata memutuskan meninggalkannya mati di tepi jalan! 

Mau menangis pun rasanya sudah terlambat, sudah kering stok airmatanya. 

Dehidrasi akut, kata malaikat yang berada disebelahnya.

Tak lama berselang, suara langkah kaki terdengar. Kali ini suara derap kaki yang berlarian tergesa-gesa! Siapakah sosok berikutnya yang tak kebetulan diijinkan-Nya melintas jalan tersebut?

Rupanya seorang Lewi! Ia mengenakan jubah rapi namun wajahnya nampak gelisah dan tak tenang. 

Ia bergumam sendiri, tak disadarinya bahkan ada seorang sekarat yang mendengar gumamannya:

Aku butuh lebih banyak uang. Aku harus lebih banyak bertugas, agar dapat lebih banyak persembahan kasih. Aku tak bisa diam terus, beberapa tagihan harus segera kulunasi.

Sang Lewi melirik sejenak ,melihat ke sudut jalan dimana sang pedangang yang sekarat tergeletak. 

Ia seorang imam Lewi, ya betul! Imam Lewi yang bertugas meniup sangkakala di Bait Allah. Ia bisa saja kebagian bertugas meniup sangkakala di zaman Yosua jika ia hidup di zaman itu.Sang Lewi lanjut bergumam:

Aku harus segera ke bait Allah untuk bertugas disana! Aku bahkan tak punya cukup uang untuk menolong orang ini, jika aku menolongnya, aku nanti makin susah! 

Ia melewati jalan tersebut dengan tanpa peduli, gumamannya pun berlanjut. Kegelisahan karena terbelit hutang terus menjadi fokus pikirannya.

Sang pedagang tahu bahwa ia sudah semakin mendekati ajal. Hatinya berharap pada Allah, tak lagi diharapkannya para manusia wakil Allah untuk menolongnya. Mereka bukan Allah! Mereka hanya wakil-Mu yang tak beda denganku, pendosa juga!

Lalu terdengarlah langkah keledai, derap kaki keledai yang berjalan melintas. Ia melihat seseorang menunggangi keledai itu dengan aneka barang dagangan. Oh, orang ini mirip denganku, kurasa ia pedagang juga. Lalu mendekatlah sang saudagar tersebut menghampirinya.

“Apakah engkau baik-baik saja?” tanyanya dengan logat Samaria kental.

“Aku dalam perjalanan menuju Yerikho, apakah engkau mempunyai kerabat disana?”

Sang pedagang tak bisa lagi menjawab dan pingsan. 

Saudagar itu membalut luka-luka sang pedagang dengan kain dan menaikkannya ke atas keledai. Orang Samaria yang menolong orang yang tak dikenalnya, bahkan ia tak bertanya dahulu: Apakah kau memeluk agama orang Samaria juga? Ia tidak perhitungan apakah orang yang ditolongnya nanti bisa membalas budinya atau tidak. Ia tidak punya pamrih dan tulus menolong orang ini, no! Tidak ada udang di balik batu! Tidak ada pula upaya jaga citra agar terlihat baik! Tidak ada yang melihatnya di jalan sunyi itu! Tak cukup sampai disitu, ia membawa sang pedagang ke tempat penginapan dan merawatnya.

Keesokan harinya, saudagar itu menitipkan dua dinar uang kepada pemilik penginapan. Satu dinar setara dengan nilai kerja seseorang dalam satu hari. Ia meminta pemilik penginapan merawat sang pedagang hingga sembuh dan jika uang tersebut kurang, ia akan menggangtinya saat kembali. Wow... si Samaria ini orang baik pake banget deh judulnya! Too good to be true? 

Dari ketiga orang ini, yang mana yang adalah sesama manusia? Siapa yang berperikemanusiaan? Yang mana yang mengamalkan belas kasihan dan menjadi pelaku Firman Tuhan? Yang ketiga tentunya! Padahal ia seorang Samaria, berbeda keyakinan dan ras. Ia tidak dianggap, dipandang sebelah mata di kalangan orang Israel!

Padahal dua orang yang pertama adalah orang “baik-baik” dan terpandang di kalangan umat Israel. Imam dan Lewi adalah contoh dua orang baik yang bertanggung jawab dengan tugas di Bait Allah. Tidak lalai dan berusaha datang tepat waktu. Bukankah itu khas orang bak-baik? 

Citra orang baik melekat kuat menghinggapi para Hamba Tuhan, aktivis dan pekerja Gereja. 

Tapi apakah jadi “orang baik-baik” saja cukup? Puas dengan predikat inikah anda?

Apakah dengan “dikenal baik-baik” saja cukup? Puas dengan stigma inikah anda?

Adakalanya rutinitas agamawi begitu mengikat hidup kerohanian kita, sampai belas kasihan Allah hilang dari hati kita. Terburu-buru mau tepat waktu ke ibadah, sampai memaki anak-anak agar lekas dan bergegas, melanggar lampu merah dan tidak punya waktu untuk menolong seorang nenek tua yang berjalan tertatih-tatih menuju pintu lift? #ironisAgamawi

Adakalanya kacamata penghakiman begitu tebal kita kenakan, sampai kita tidak punya lagi ruang untuk mengasihi sekeliling kita. Lupa mengasihi, saking sibuknya membenarkan diri dan menyalahkan orang lain? Hmmm….merasa begitu kenal Tuhan sampai sering berperan menggantikan Tuhan? #stopPlayingGOD!

Adakalanya kesibukan seorang hamba-Nya begitu padat, sampai tak ada jeda untuk hal-hal mendesak dan tak terencana. Tak ada waktu untuk kairos-Nya? Hmmmm……bukankah itu yang kita tunggu-tunggu? Detik-detik kairos yang tak terulang dua kali! #firstThingsfirst?

Jika ada orang “awam”, orang sekuler, orang yang duniawi, orang dengan keyakinan lain, atau orang tak masuk hitungan lainnya”versi anda”… mungkin ia hanya tukang parkir, tetangga sebelah, pembantu Anda, atau siapapun yang Anda pandang sebelah mata. Dan saat orang ini—yang Anda remehkan kehadirannya—berbuat kebaikan, maka janganlah dengan cepat anda menghakimi: “Sok rohani lu”, “Kebaikan mah ga menyelamatkan” “Sok baik padahal ga ngerti”… “Too good to be true lah, pasti ada maunya nih baik-baik”

Hikmat-Nya mengatasi semua pemikiran manusia! Mari dengan rendah hati terus belajar pada Yesus Kristus, sang Sumber Kasih! Let God be God; penghakiman adalah hak Tuhan. Bagian saya adalah mengasihi dan berbuat baik karena Kristus telah terlebih dulu mengasihi saya.

Do all the good you can. By all the means you can. In all the ways you can. In all the places you can. At all the times you can. To all the people you can. As long as ever you can. – John Wesley

Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. – Galatia 6:9

Friday, August 18, 2017

Hepatitis Rohani: Jemu Berbuat Baik


by Yunie Sutanto

Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai , jika kita tidak menjadi lemah. -- Galatia 6:9

Pernah merasa jemu berbuat baik? Ingin cuti rasanya, dari jadi-orang-baik. Jangan kita terus yang jadi orang baik lah! Seolah-olah kita ingin mengucapkan dialognya Cinta di sekuel film Ada Apa dengan Cinta: “Yang kamu lakukan pada saya itu… jahat.” Kita mulai membalas kejahatan dengan kejahatan juga. Kita mulai bosan menjadi orang baik yang bodoh karena mengalah terus dan mulai memilih menjadi orang jahat yang adil dan pintar. Kita mulai “malas” berbuat baik. Kalau artikel ini diberi judul, rasanya lebih cocok menggunakan ini: Ada Apa dengan Hatiku? Ya, ada apa dengan hati seorang pengikut Kristus yang jemu berbuat baik?

Jika gejala “jemu” berbuat baik mulai muncul di hati kita, mari kita mendiagnosis hati masing-masing dan lakukan check up dengan Dokter Yesus, Sang spesialis hati. Ia sanggup menganalisis dengan tajam sumber kejemuan hati kita! Saat kita mulai bosan, mulai tak bergairah melakukan kebaikan bagi Dia, mungkin kita sedang terjangkit hepatitis rohani. Kalau penyakit hepatitis adalah kerusakan fungsi organ hati yang membuat tubuh kehilangan fungsi menetralisir racun, hal yang sama terjadi pada hepatitis rohani. Kita jadi tidak dapat lagi menangkal racun dari lingkungan sekitar, kita tidak kebal terhadap kotoran. Akibatnya, hati kita mulai jadi rusak. Hati mulai cemar dan menganggap kejahatan yang terlintas di pikiran kita dengan biasa saja. Lama-lama kita jadi mengalami apatis rohani. Kita cuek dan tidak lagi punya gairah apapun untuk berbuat baik bagi Kristus.

Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.
-- Amsal 4:23

Dari ayat di atas, kita dapat mulai merenungkan masalah apa yang sedang menghampiri hati kita:

Kurang waspada menjaga hatikah? Tertusuk panah api si iblis kah?

Kalau menilik lagi, pasti posisi hati kita sedang lemah. Seperti baterai HP yang sudah low battery dan sebentar lagi off; demikian pula kita perlu me-recharge baterai hati kira dengan Sang Sumber energi, seperti ranting yang mati jika tidak melekat ke Pokok Anggur.

Kita perlu terus mengingat kebaikan Kristus bagi kita. Sering-seringlah berlutut di kaki salib-Nya, agar kita tidak terserang penyakit “lupa” kebaikan Tuhan! Mungkin kualitas dan kuantitas waktu teduh kita perlu diperbaiki? Hm, bisa jadi, sih…

Sebagai pengikut Yesus, berbuat baik itu adalah gaya hidup. Sang Sumber Kebaikan telah hadir di hati kita, dan dari Kristuslah sumber kekuatan kita untuk terus berbuat baik! Saat kita mulai tidak melekat ke Sang Sumber, tidak heran kalau rasa jemu menguasai batin kita! Sebab sumber kekuatan kita berbuat baik hanyalah Kristus sendiri, bukan dari diri kita sendiri. Coba kalau memakai kekuatan manusiawi kita? Nggak akan sanggup bertahan lama, deh. Makanya jadi jemu.. -.-“

Dan Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam pelbagai kebajikan. --   Korintus 9:8

So, lagi jemu berbuat baik? Lagi galau tinggi dan rasanya ingin menunda berbuat baik? Lagi kurang hikmat untuk memulai berbuat baik lagi? Mintalah pada Tuhan yang empunya hikmat! Kasih karunia-Nya cukup buat kita untuk keep doing the good fight until the end.

Aplikasi praktisnya bagaimana, ya?

Kembali lagi lakukan apa yang dahulu kita lakukan saat kasih mula-mula. Nasehat kepada jemaat Efesus cocok untuk kita yang terjangkit hepatitis rohani: 

Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula. Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan. Jika tidak demikian, Aku akan datang kepadamu dan Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat. -- Wahyu 2:4-5
  • Miliki waktu yang diprioritaskan untuk bersekutu secara intin bersama-Nya. Mulai bangun kebiasaan bersaat teduh karena kehausan dan kerinduan, bukan karena keharusan dan taurat. Mulai kembali mencurahkan isi hati apa adanya pada Yesus, mengakui dosa-dosa dan lakukan pertobatan yang sungguh-sungguh. Dan teruslah melekat pada Pokok Anggur :) Karena saat relasi kita dengan Tuhan Yesus kuat dan kokoh, kita memiliki dasar yang teguh untuk mulai berbuat kebaikan kepada sesama. 
  • Banyak memberi sedekah, menyumbang ke panti asuhan, mengunjungi panti jompo, menjadi relawan bencana, dan sebagainya mungkin aplikasi nyata dari berbagai kebajikan yang bisa kita lakukan kepada masyarakat kita. Jangan jemu mengambil kesempatan untuk memberikan kebaikan jika memungkinkan. 
Lebih praktis lagi, bagaimana brebuat baik kepada orang terdekat kita?

Konon katanya berbuat baik pada orang yang jarang dijumpai, yang tidak kita kenal dekat, jauh lebih mudah. Tetapi jika urusan berbuat baiknya pada orang yang kita kenal betul sifatnya, sudah hafal deh prilaku baik buruknya, kadang membuat agak bergumul untuk berbuat baik. Kerabat yang suka berhutang misalnya, atau teman yang sering minjam buku tapi selalu lupa mengembalikan. Hati jadi mikir-mikir ulang gitu loh, untuk berbuat baik; tapi bagian kita sebisanya jangan menunda kebaikan yang sebetulnya sanggup kita lakukan (lihat Amsal 3:27).

Hati yang gembira adalah obat bagi setiap gejala penyakit hati! Apapun yang terjadi, biarlah sukacita kelahiran baru senantiasa mewarnai hari-hari kita, dan seperti seorang istri kita bisa berbuat baik kepada suaminya sepanjang umur hidupnya dan tidak berbuat jahat kepadanya. (Amsal 31:12). Amin :)

Wednesday, August 16, 2017

Book Review: Sexy Girls - Hayley DiMarco



by Yunie Sutanto

Judul: Sexy Girls (Cewek-cewek Seksi): Seseksi Apa Yang Terlalu Seksi?
Penulis: Hayley DiMarco
Penerbit: Pionir Jaya

“Andai buku semacam ini sudah terbit jaman saya masih remaja.” Pikiran ini terlintas pas selesai baca buku ini. Saya baca buku ini dalam tempo 2,5 jam saja, ga berasa tuh, tau-tau udah selesai. From cover to cover seru bacanya, padahal sambil nungguin anak-anak bobo siang. Gaya menulisnya membawa pembaca dengan santai, ga terlalu serius, dan yang penting isinya donk!

Semua gadis senang bersolek. Para gadis tomboy sekalipun punya gaya modisnya sendiri. Namun bagaimana tips dan trik agar tetap tampil trendy namun sopan? Bagaimana agar tidak jadi korban mode? Bagaimana menemukan gaya khas kita yang unik dan keren?

Bagaimana membangun citra tentang diri kita lewat gaya busana kita?

Pesan apa yang kita sampaikan dari gaya pakaian kita?

Ternyata banyak hal yang para gadis muda perlu belajar dan ketahui! Hayley menulis berdasarkan kisah masa remajanya, bagaimana ia pun sempat menjadi korban mode dan ikut tren yang sebetulnya tak cocok dengan citra dirinya di dalam Kristus!

Are you sure you want to dress up like that?

Are you sure this dress fits you?

Yakin gaya busana yang kita kenakan selama ini memuliakan-Nya? Yakin bahwa kita tidak menyebarkan pesan yang salah lewat pilihan baju kita?

Wanita dinilai pertama kali tentu dari penampilan dan busananya. Walaupun itu bukan segala-galanya, namun bagaimana kita menampilkan diri adalah pesan yang orang lain lihat tentang kita. Kita tentu tidak akan menghadiri wawancara kerja dengan kaos oblong dan sandal jepit, bukan? Atau menghadiri acara pesta pernikahan dengan mengenakan baju senam? Salah kostum ekstrim seperti ini mungkin kita tak akan melakukannya, namun bagaimana dengan baju yang terlihat oke karena semua gadis juga memakainya? Batasan apa yang perlu kita ambil untuk tahu busana ini pas untuk saya miliki atau tidak? Mengundang nafsu seksualkah gaya busana saya?

Tren fashion yang kekinian pun dibahas Hayley. Soal tindik dan tato yang umum dilakukan di bagian tubuh yang sensual, pantaskan jika saya juga ikut-ikutan melakukannya? Ada yang memakai kosmetik berlebihan, ada yang natural, dan ada yang sama sekali anti memakai produk kosmetik; yang mana yang benar? Yang butuh makeover pun akan sangat terbantu dengan aneka tes dalam buku ini! Membaca buku ini dalam komsel wanita pun sangat dianjurkan agar bisa saling memberi masukan.

Begitu banyak nilai-nilai alkitabiah tentang busana yang dibahas oleh Hayley dengan logis dan juga praktis. Buat para wanita-wanita Allah, yuk muliakan Tuhan lewat gaya berpakaian kita.

Your clothes show who you are. Be a blessing through the way you dress.

A must read for us, women who strive to glorify Him in the way we look!

Monday, August 14, 2017

Kindness Changes Everything


by Leticia Seviraneta

“And become useful and helpful and kind to one another, tenderhearted (compassionate, understanding, loving-hearted), forgiving one another [readily and freely], as God in Christ forgave you.” –Ephesians 4:32 [AMP]

Suatu ketika Yesus memasuki kota Yerikho dan hendak melintasi kota itu. Di kota inilah ada Zakheus, kepala para penagih pajak yang kaya. Zakheus ingin melihat Yesus, namun karena ia pendek ia tidak dapat melihat-Nya di tengah keramaian. Jadi ia memanjat pohon ara di pinggir jalan yang akan dilewati oleh Yesus. Ketika Yesus melewati jalan tersebut, ia melihat ke atas dan memanggil Zakheus. Yesus berkata, “Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu.” Zakheus segera turun dan menyambut Yesus dengan sukacita. Namun kerumunan orang di sana menjadi bersungut-sungut dan berkomentar: “Ia menumpang di rumah orang berdosa.” Namun terlepas dari gerutuan orang-orang tersebut, Zakheus berdiri di hadapan Yesus dan berkata, “Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat.” Lalu kata Yesus, Pada hari ini engkau dan seluruh keluargamu diselamatkan oleh Allah dan diberikan hidup yang baru, sebab engkau juga keturunan Abraham. Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.” (Luk. 19:1-10, paraphrased)

Bagi orang Yahudi di zaman itu, profesi sebagai penagih pajak dianggap rendah dan berdosa, karena penagih pajak, yang notabene adalah orang Yahudi juga, bekerja untuk pemerintah Roma dan menagih pajak rekan sebangsanya. Biasanya jumlah yang ditagih jauh lebih besar dari yang harusnya dibayarkan, dan dari sanalah para penagih pajak memperoleh kekayaannya. Zakheus merupakan kepala dari para penagih pajak pada masa itu. Jadi kita dapat bayangkan ia merupakan orang yang paling dibenci rakyat karena posisinya. Ia menjadi terkucilkan. Belum lagi dengan fisiknya yang pendek dibanding kebanyakan orang, yang pasti juga menjadi bahan cemoohan warga sekitar. Namun sangat menarik bahwa Tuhan Yesus (yang Maha Tahu) menyadari keberadaan Zakheus di atas pohon. Ia juga berkata bahwa Ia HARUS menginap di rumah Zakheus. Ini menunjukkan Yesus tidak menganggapnya sebagai orang yang harus ia hindari, melainkan Yesus menerima Zakheus apa adanya. Yesus menunjukkan kebaikan di saat Zakheus tidak layak menerimanya.

Bagian yang indah berikutnya adalah respon Zakheus yang menyambut Yesus dengan gembira. Ia menunjukkan respon atas kebaikan Tuhan dengan hendak memberikan separuh hartanya dan mengembalikan empat kali lipat bila ia menagih pajak secara tidak benar selama ini. Ini merupakan sebuah pemberian yang sangat murah hati dan menunjukkan ia lebih menghargai Yesus di atas harta-hartanya. Bandingkan kisah ini dengan kisah orang kaya yang justru enggan melepas hartanya untuk mengikut Yesus (Mat. 19:21-22). Hidup Zakheus berubah 180o karena satu sentuhan kebaikan Yesus. Yesus pun menyambut respon Zakheus dengan hadiah yang paling berharga, Zakheus dan seisi keluarganya diselamatkan. 

Kebaikan mengubah segalanya. Kebaikan, terutama bila diberikan kepada yang tidak layak menerimanya, menjadi seperti tamparan kasih untuk kembali ke jalan yang benar. Tentu tidak semua orang yang menerima kebaikan kita akan meresponi sebaik Zakheus. Akan tetap ada orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan menganggap sepi kebaikan kita. Namun fokus dari kebaikan sesungguhnya bukanlah untuk mendapatkan balasan, melainkan sebagai cerminan akan kebaikan yang telah kita terima sendiri dari Tuhan. Kita menjadi perpanjangan tangan Tuhan untuk memberikan kebaikan-Nya kepada sesama kita. Tidak ada yang membuat kita semakin mirip dengan Yesus selain ketika kita mengasihi dan berbuat baik kepada sesama.

Berbaik hatilah, karena setiap orang yang kita temui mungkin sedang mengalami pergumulan berat yang tak terbayangkan di benak kita. Berbaik hatilah, karena kebaikan mengubah segalanya. Kebaikan dapat mengubah musuh menjadi teman. Kebaikan dapat merajut kembali hubungan yang sempat terputus. Kebaikan dapat mengukir senyuman di wajah orang asing. Kebaikan dapat mengubah dukacita seseorang menjadi sukacita. Berbaik hatilah, karena Tuhan sudah terlebih dahulu baik kepada kita.

Monday, August 7, 2017

Prayercast: Pray for the World


by Tabita Davinia Utomo

Hello, ladies! Nggak terasa sekarang udah masuk bulan Agustus. Which means kita bakal merayakan hari kemerdekaan Indonesia, negara tercinta kita, pada tanggal 17 Agustus! :) Yay!

Masih ada banyak pergumulan yang dihadapi negara ini, tapi kita harus tetap percaya bahwa Tuhan mengalirkan darah Indonesia dalam diri kita untuk sebuah tujuan: menjadi alat-Nya bagi kemuliaan-Nya di tempat ini. Memang nggak mudah, tapi bukan berarti nggak mungkin. :) Salah satu tanggung jawab kita sebagai warga negara adalah berdoa bagi Indonesia, agar setiap pemimpin negara dan elemen-elemen di dalamnya dapat bekerjasama untuk mewujudkan revolusi mental (kata Pak Jokowi. Hehe…) bagi bangsa dan negara. Kita juga perlu berdoa bagi rakyat Indonesia agar bersatu dalam menciptakan kerukunan dan kesatuan satu sama lain. :)

Di post ini, aku mau share sebuah link yang dapat menolong kita untuk berdoa bagi Indonesia. Well, nggak cuma Indonesia, sih. Tapi kita juga bisa berdoa bagi negara-negara lain di dunia melalui link ini juga. :D Link yang kumaksud adalah prayercast.com. Link ini berisi video-video doa dan apa yang ada di negara-negara tersebut. Klik Nations yang ada di halaman depan, dan silakan pilih negara mana yang hendak didoakan. Segala pergumulan maupun keindahan alam mereka ada di dalamnya.
Selain video dan konten dari berbagai negara, link ini juga memuat video maupun konten dari berbagai agama maupun aliran kepercayaan yang ada di dunia. Setiap kali kita mengarahkan kursor mouse ke salah satu agama atau aliran di sisi kanan laman, kata-kata ini yang muncul di bawah peta dunia, 
For God so loved... (sesuai agama atau aliran yang tersentuh kursor) that He sent His only Son... 

Yap, itu adalah kutipan dari Yohanes 3:16. :) Dan ayat ini juga mengingatkan kita bahwa Yesus Kristus datang bukan hanya bagi orang Kristen. Dia bukan hanya datang bagi orang Indonesia. Tapi Dia juga datang untuk mereka yang menganut aliran kepercayaan. Dia datang ke dunia bagi mereka yang ada di Kepulauan Pasifik.. And these show how great and deep the Father’s love for us, His masterpiece. 

So, ayo kita berdoa bagi dunia (dan Indonesia, khususnya) agar mengalami perjumpaan yang mengubahkan dengan kehadiran Kristus di tengah-tengah mereka. :) Selamat berbuat kebaikan (melalui doa) bagi bangsa dan negara kita! 

Kami mengasihimu, Indonesia. Tapi Tuhan Yesus jauh lebih mengasihimu  

NB: Oh, ya. Setiap video yang ada bisa di-download, lho! :D Jadi kita bisa ngajakin temen-temen buat nonton video yang ada dan berdoa bersama. :)

Friday, August 4, 2017

Kindness Boomerang


by Tabita Davinia Utomo

Percaya nggak, kalo kebaikan itu bisa balik ke kita?

Ini bukan mitos, lho. Ini bisa aja terjadi di dalam kehidupan kita. :)

Iya, memang butuh waktu buat proses dari kebaikan yang menular itu. Tapi bukan berarti kita jadi hopeless dan terus nggak mau berbuat kebaikan lagi. Karena siapa tahu, dari satu kebaikan (sederhana) yang kita lakukan hari ini, hal itu bisa menginspirasi orang lain untuk melakukan kebaikan yang lain.

Hari ini aku mau share sebuah video yang (mungkin) udah sering kita tonton (entah di gereja, di grup WA, atau bahkan di timeline media sosial kita). Iya, walaupun udah sering kita tonton (mungkin ada juga yang mengira ini video settingan), but it really inspire us to do the same thing, too: to tell the world that it needs a good deed for a better life. Jadiii, ini diaaa. :) Semoga bisa memberkati dan menolong kita untuk berbuat baik, walaupun belum tentu kita akan menerima kebaikan yang lain secara langsung.

Wednesday, August 2, 2017

Berbuat Baik itu Sederhana


by Tabita Davinia Utomo

Pernah mendengar ungkapan seperti di atas?

Sama, tos dulu yukk. :p Hehe.

Walaupun sering diucapkan, ternyata berbuat baik itu nggak sesederhana yang kita bayangkan. Apalagi kalo kita melihat banyaknya orang yang (secara finansial) lebih sering membantu masyarakat di sekitar kita. Hmmm... Mungkin kita bakal mikir, “Aku mah apa atuh. Cuma remah-remah roti. Cuma debu tanah yang nggak bisa ngapa-ngapain.”

Tapi, no. Tuhan nggak pernah bilang, “Buatlah kebaikan cuma dengan kekayaanmu.” Nggak. Dia (melalui Paulus) justru berkata,

Apapun juga kamu kamu perbuat, perbuatlah semuanya itu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. (Kolose 3:23, TB)

Ini poin terpenting dalam pekerjaan atau apapun yang kita lakukan saat ini. Semuanya bukan untuk eksistensi diri kita masing-masing. Semua jerih payah kita bukan untuk menunjukkan, “Ini, lho! Aku bisa ngelakuin ini itu. Hayo kamu bisa, nggak?”. Bukan. Semua yang kita lakukan harus kita tujukan kepada Allah, dan hanya kepada Dialah kita mendasarkan pekerjaan kita. He is the reason why we do good deeds. :)

Tapi gimana caranya berbuat baik?

Simple. Here are the examples: 

  • Kita nggak perlu jadi orang kaya buat bisa nolongin kaum papa. Tapi kita bisa membagikan makanan kepada mereka. :) 
  • Kita nggak perlu jadi mahasiswa atau siswa ranking 1 paralel untuk menolong teman-teman kita dalam mempelajari ilmu. Kalo kita tahu apa yang nggak mereka tahu (dan mereka tanya ke kita), kita bisa jelaskan dengan sabar pada mereka (tentunya jangan lakukan ini waktu ujian, ya :p). 
  • etc. etc. etc. (Baca: dan masih ada banyaaaakkk lagi perbuatan baik yang bisa kita lakukan.) 
Tanpa kita sadari, perbuatan baik kita yang sederhana itu dapat membuat kita melakukan perbuatan baik yang lebih besar lagi. Sama seperti lagu sekolah minggu, “S’dikit demi sedikit, tiap hari tiap sifat, Yesus mengubahku,” melakukan perbuatan baik itu juga butuh proses, apalagi kalo kita terbiasa mementingkan diri sendiri, nggak peduli orang lain. But, ups! Kalo kita udah menerima Kristus dalam hidup kita, seharusnya pola pikir “hidup cuma buat aku, aku, dan aku doang” nggak bercokol lagi dalam pikiran kita dong, karena kita sadar kalo Dia nggak menghendaki kita hidup demikian. :)

Sama seperti yang Paulus katakan dalam Kolose 3:23, perbuatan apapun yang kita lakukan haruslah sepenuhnya tertuju pada Allah, bukan pada diri kita atau orang lain. FYI, kalo kita berbuat baik cuma buat nunjukkin diri ke orang lain, “Ini lhoo, gw bisa kan, berbuat baik. Ga kaya’ lo yang cuma bisa nuntut doang blablabla~” ujung-ujungnya pasti pahit. :p Jangan sampai kita mencuri kemuliaan Tuhan ketika kita berbuat baik, karena Dia telah berbuat baik terlebih dulu pada kita. Dan berbuat baik itu menyenangkan, kok. :) Seneng kan, rasanya kalo kita udah bantuin seseorang, terus dia bilang, “Terima kasih” (dan dengan senyuman hangat *melting wkwk*)? Hehe.

Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! (Roma 12:17, TB)

Paulus nggak bilang, “Bagi makananmu sama orang yang udah bantuin kamu ngerjain tugas!” atau, “Bantuin temenmu kalo dia pernah bantuin kamu!” Nggak. Paulus bilang, “...lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!” Nggak ada kategori “siapa yang baik sama aku” dan “siapa yang jahat sama aku”. Tuhan kita udah kasih teladan sempurna dalam berbuat baik (termasuk pada mereka yang membenci-Nya), masa’ kita nggak mau meneladani-Nya?

Tuhan lebih dulu berbuat baik kepadaku... Berbuat baik, berbuat baik lebih sungguh.