Friday, May 25, 2018

Flirting with Racism


by Sarah Eliana

Mengakui atau tidak, ada Nazi cilik yang hidup dalam diri kita masing-masing. Aku besar dalam lingkungan di mana ada kesenjangan antara WNI keturunan Tionghoa dan WNI lainnya. Aku tumbuh dewasa dengan satu pikiran bahwa satu hari nanti aku akan menikahi seseorang dari kelompok etnisku sendiri. Aku, tentu saja, mempunyai banyak teman dari segala penjuru Indonesia, segala latar belakang agama, pendidikan, dan suku. Bahkan beberapa teman baikku berasal dari agama dan suku yang berbeda-beda. Tapi tidak pernah sekalipun terlintas dalam pikiranku bahwa satu hari nanti aku akan berpacaran dan menikah dengan orang di luar etnis dan rasku. Tidak! Aku akan menikah dengan pria keturunan Tionghoa, dan melahirkan bayi-bayi Tionghoa juga. Pikiran ini adalah pikiran yg sudah biasa di negeri berpayungkan “Bhinneka Tunggal Ika” ini. Hampir tidak ada orang yang akan berpikir aku rasis atau gila jika aku mengatakan bahwa aku ingin menikah hanya dengan pria dengan latar belakang suku dan ras yang sama. Di tengah-tengah bangsa Indonesia yang beraneka ragam ini, pikiran semacam ini sama sekali bukan rasialisme, bahkan di tengah-tengah kalangan anak-anak Tuhan sekalipun.

Beberapa tahun yang lalu, aku akhirnya menyadari betapa sempitnya pikiran seperti itu. Bahkan di tengah-tengah kalangan misionaris, terdapat sedikit rasialisme. Aku ingat saat aku melayani di Papua Nugini, aku sering mendengar teman-teman sepelayananku berkata “Orang-orang Papua memiliki cara pikir yang sangat sederhana”. Kedengarannya biasa-biasa saja, tapi perkataan seperti itu sebenarnya adalah cara yang "sopan" untuk mengatakan bahwa orang Papua adalah orang yang bodoh-bodoh dan terbelakang. Perkataan semacam ini membuatku berpikir. Kita, pengikut-pengikut Kristus, terpanggil untuk mengasihi dan melayani... Tapi bagaimana mungkin kita bisa mengasihi dan melayani jika kita seringkali memandang rendah orang-orang yang seharusnya kita kasihi dan layani itu? Aku pun sering jatuh dalam dosa dan kesalahan yang sama. Dalam arogansiku, aku berpikir bahwa orang-orang yang kulayani itu adalah orang-orang yang terbelakang, dan membutuhkan suntikan kecerdasan dan budaya, selain keselamatan yang ditawarkan oleh Tuhan Yesus. Tidak pernah sekalipun aku berhenti untuk berpikir apa pengaruh dari pemikiran seperti ini terhadap diriku, diri orang-orang yang kulayani, pelayananku, dan Injil Tuhan Yesus yang kuwartakan itu.

Sekarang, aku (harap aku) sudah berubah. Sekarang aku sudah mengerti pengaruh dari rasialisme itu. You see, aku sekarang tinggal di negara kecil di mana penduduknya sering berpikir bahwa Asia adalah benua yang terbelakang di mana kemiskinan dan kebodohan berkumpul. No, penduduk negara ini tidak memandangku dengan tatapan aneh atau jahat. Sebaliknya, mereka sangatlah sopan dan baik hati, terutama terhadap para pendatang seperti diriku. Tapi, apa yang menggangguku adalah... Ketika aku pertama kali tiba di sini dan mencari pekerjaan, 99% dari orang-orang yang kutemui selalu menyarankan supaya aku mencoba melamar ke pabrik ikan. Mereka sering berkata “Banyak orang Filipina dan Thailand yang bekerja di sana”. Mengapa hal ini menggangguku? Karena orang-orang yang menyarankanku untuk bekerja di pabrik ikan tersebut tidak pernah satu kalipun bertanya qualifications pendidikanku! Mereka hanya berasumsi karena aku datang dari salah satu negara di Asia, maka aku pasti tidak berpendidikan dan tidak mempunyai qualifications untuk bekerja di tempat yang lebih baik.

Satu hal lagi yang menarik adalah ketika aku menikah dengan DH. Banyak sekali dari teman-temanku yang berkata bahwa aku sangat beruntung karena dapat menikahi seseorang yang begitu baik hati dan tampan... dan of course, bule! Beberapa waktu lalu, DH bertanya padaku “Hunny, jika aku bukan bule, apakah teman-temanmu masih tetap akan berpikir bahwa kamu beruntung?”. Menarik sekali untuk dipikirkan bukan? Ya, betul... Bagaimana kalo DH adalah tetap DH yang sama? DH yang baik hati, DH yang cinta Tuhan, DH yang penyayang, tapi... berkulit hitam? Apakah orang-orang tetap akan berpikir aku beruntung? Menariknya, aku berani jamin, banyak dari teman-temanku tidak akan berpikir demikian. Sebaliknya, mungkin ada dari mereka yang mengatakan bahwa menikahi pria hitam yang cinta Tuhan, pengasih dan lembut hati ini adalah kesalahan terbesar dalam hidupku. Lucu bagaimana sebuah warna dapat mengubah pandangan orang 180 derajat bukan?

Listen, aku bukan berkata bahwa aku lebih baik dari orang-orang. TIDAK SAMA SEKALI! Aku pun pernah rasis, tapi sekarang aku tau bahwa rasialisme adalah dosa! Yup! Firman Tuhan berkata:

Jikalau seorang berkata "Aku mengasihi Allah,"
dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta,
karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya,
tidak mungkin mengasihi Allah yang tidak dilihatnya.
Dan perintah ini kita terima dari Dia:
Barangsiapa mengasihi Allah,
ia harus juga mengasihi saudaranya
(1 Yohanes 4:20-21)

Dari 1 Yohanes 4:20-21 itu, I finally understood apa maksud Tuhan dengan "mengasihi saudara." Mengasihi saudara means aku harus show respect, which also means aku gak boleh belittle and demean ras dan suku bangsa lain. Aku gak boleh men-generalize bahwa satu suku/ras tertentu adalah suku yang bodoh, atau malas, dll. Aku gak boleh lari ketakutan begitu melihat ada orang dari suku lain berdiri di dekatku. Bahkan pikiran semacam ”Ihhh... ada orang *insert a race here* di bis!! Takut aaahh!!” juga adalah salah dan rasis! Firman Tuhan juga berkata:

Sebab Tuhan memperlakukan semua orang sama.
(Roma 2 : 11)

Sebab Tuhan Allah-mulah Allah segala allah & Tuhan segala tuhan.
Allah yang besar, kuat dan dahsyat, yang tidak memandang bulu
ataupun menerima suap.
(Ulangan 10 : 17)

Tuhan tidak punya favorit! Tuhan memperlakukan semua orang sama. Tuhan yang begitu besar, kuat dan dahsyat saja doesn't show partialism. Dia gak pilih kasih!! WHY SHOULD WE?? We definitely SHOULD NOT!! Kita semua ciptaan Tuhan... terbuat dari debu tanah, kenapa harus saling menghina?? Di mata Tuhan semua bangsa sama berharganya. Darah Tuhan di kayu salib tercurah untuk semua orang, mulai dari Amerika hingga Afrika... mulai dari Eropa hingga Australia... Dari Sabang sampai Merauke!!! Bule... African... Asian... Aborigines... Native Americans... kita semua sama!

And guess what? Kita semua yang sudah percaya Tuhan adalah ciptaan baru di dalam Dia, seharusnya sudah menanggalkan manusia lama kita, termasuk manusia lama yang penuh dengan racism, prejudice, dan diskriminasi. Semua itu seharusnya sudah kita salibkan di salib Tuhan Yesus. Sudah mati bersama manusia lama kita! Yang bangkit adalah manusia baru, yang mengasihi sesama, baik hitam, putih maupun kuning. Yang menghargai & menghormati our God-created differences.

Kita mungkin berpikir “Ah... at least aku gak rasis kayak Hitler atau Pol Pot! Aku gak akan pernah membunuh sedemikian banyak orang hanya karena aku tidak suka dengan ras atau suku bangsa mereka,” tapi ingatlah: rasialisme adalah dosa, and that’s that! Ingatlah apa kata Firman Tuhan: kita diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.

Alkitab tidak mencatat hanya orang-orang kulit putih yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Alkitab berkata kita SEMUA diciptakan menurut gambar dan rupaNya: baik kita berkulit putih, hitam, kuning atau merah... God doesn't show partiality and favoritism. Who am I to do otherwise?

Firman Tuhan juga berkata bahwa:

“All have sinned & fall short of the glory of God."
(Roma 3:23)

ALL! Tidak hanya yang berkulit putih, tapi juga yang berkulit hitam, kuning dan merah! Semua telah berbuat dosa and kehilangan kemuliaan Allah, termasuk kau dan aku! Tuhan Yesus, melalui pengorbanan-Nya di atas kayu salib telah memberikan kita hadiah yang terbesar: kasih karunia. Sudah seharusnya kita meng-extend kasih karunia tersebut ke orang-orang lain, apapun warna kulit mereka. Mungkin banyak dari pembaca yang membaca tulisan ini berpikir “Ah Sarah terlalu idealist. Pikiran-pikiran yang sedikit rasis kan memang sudah merajalela, dan tidak menyakiti siapa-siapa”. Mungkin juga ada pembaca yang berpikir pikiran-pikiran rasis tersebut sudah tak dapat diubah lagi karena sudah tertanam di mayoritas penduduk bumi. Tapi, apa yang ingin aku sampaikan di sini adalah bahwa kita juga harus ingat, kita bukan hanya penduduk bumi. Kita yang sudah ditebus dengan mahal oleh darah Yesus di atas kayu salib ini adalah juga penduduk Surga! Seharusnya kita memiliki nilai-nilai dan pikiran surgawi =)

Rasicm is wrong in the eyes of the Lord... whether it's just a small negative thought about a certain ethnic group, or a mass genocide like what Hitler or Pol Pot did.

Aku telah memilih bagianku... Aku ingin membiarkan Yesus berkarya dalam hati dan hidupku. Aku ingin membuka mata dan hatiku untuk hal-hal yang menyukakan dan mendukakan hati Tuhan. Aku ingin menuruti Firman Tuhan, termasuk perintahNya yang terbesar: kasihilah sesamamu manusia. Yesus tidak berkata “Kasihilah sesamamu yang bule-bules aja atau yang Asia saja”. Ia berkata kasihilah sesamamu manusia. Titik. Tidak ada embel-embel latar belakang ras dan warna kulit.

I know what racism does to the heart of both the offender and the offended... And I refuse to take part in any of it... Aku menolak, dalam nama Yesus, untuk menjadi budak dari dosa, dan rasisme adalah dosa!

From now on, I shall look at another person and know that he/she is created in the image and likeness of the Creator God, be their skin color yellow, white, red or black... and love them with the love of God that has set me free. Mari, teman-teman, jangan menjadi seperti orang yang tidak kenal Tuhan, yang membuat perbedaan di antara sesama, dan menilai orang berdasarkan pikiran yang jahat.


"bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat?"
(Yakobus 2:4)

1 comment:

  1. Ketampar banget ci. I will live in city yang banyak banget orang aborigin dan mendengar hal-hal yang negatif aku jadi takut ketemu mereka bahkan nih di food court kalo ada orang kulit putih dan orang aborigin di sana aku lebih milih untuk duduk didekat orang kulit putih. I know ini rasis dan dosa. Gak bisa ya kita generalisasikan bahwa orang abo itu tidak berpendidikan semua semua tukang palak dsb dkk. Tapi seriusan ci ini sulit banget ya butuh Tuhan untuk bisa keluar dari rasisme :D. Anyway thanks for sharing

    ReplyDelete

Share Your Thoughts! ^^