Monday, June 18, 2018

Gentle and Quiet Spirit


by Sarah Eliana
“Gentle and quiet spirit” refers to a woman who is gracious, peaceful, serene, and quietly dignified—a woman who does not scrape and claw to be noticed and appreciated, but one who is fully content and secure in her relationship with her King. A woman with a gentle demeanor and quiet confidence in Christ will naturally guard the “hidden person” of her heart, because she understands what it means to protect the sacred. When the Bible speaks of the “hidden person of the heart” it’s talking about the secret, intimate part of who we are—the sacred core of our femininity. But if we embrace the “hold nothing back” version of womanhood we see all around us, we have no “hidden person of the heart” left to protect; everything we think, hope, dream, fear, and feel is all out there on display for the world to see. It’s impossible to possess the incorruptible beauty of a gentle and quiet spirit if we follow the worldly pattern of femininity".
-Leslie Ludy-
Di jaman serba canggih sekarang sangatlah mudah untuk "dilihat" dan "didengar" orang. Orang2 yg gak kenal kita, yg hidup jauh dari kita bisa dengan mudahnya tau apa yang terjadi dalam hidup kita, thanks to social media. Sangat mudaaaahhh sekali utk pasang status yang mengumbar perasaan kita, ketakutan kita, kekhawatiran kita, kebahagiaan kita, harapan kita, dan banyak lagi. 

Hari ini, aku baca Kidung Agung 4:12, 

"Dinda, pengantinku, kebun tertutup engkau, kebun tertutup dan mata air termeterai."

Yes, kita adalah kebun tertutup dan mata air termeterai. There is a "hidden person of the heart" yg musti kita lindungi. Ada hal - hal yg harus kita "hold back" and hanya kita share dengan Tuhan (dan suami kalau sudah menikah). Godly feminity is not about putting EVERYTHING on display. Godly feminity gak sembarangan menjerit2 marah2 ketika kecewa (baik dengan Tuhan, diri sendiri, orang lain, gereja, otoritas, pemerintah, dll), gak sembarangan mengumbar2 perasaan. We don't scrap and claw to get attention from other people (atau in the words of social media, to get "likes" and "comments"). Juga gak sembarangan curhat hanya supaya didengar dan dihibur. 

No, gak ada yg salah dengan curhat, kalau dilakukan dalam porsi yang benar dan tentunya, dengan motivasi yang benar. Namun, curhat untuk memperoleh ketenangan dan hiburan dari orang lain adalah tanda dari jiwa yang gelisah. Jiwa yang gelisah hanya dapat disembuhkan oleh Tuhan Yesus Kristus. 

Ketika kita curhat, apa yang ingin kita dapatkan? Apakah kita lakukan itu untuk mendapat nasihat yang bijaksana dan godly? Lalu, apa yang kita lakukan ketika kita mendapat nasihat yang bijaksana dan godly? Apakah kita terima dengan senang dan rendah hati? Atau kita campakkan dan injak2? Aku tentunya pernah curhat dengan teman dan dengan mentor, dan biasanya teman dan mentor yang godly memberi reaksi yang sama ketika aku berkeluh kesah, yaitu: "bawa keluh kesahmu kepada Tuhan. Biarkan IA yang memberimu penghiburan & damai sejahtera." Saat diberi nasihat seperti ini, aku punya dua pilihan: 
  1. Terima, lakukan dengan senang, dan bersyukur karena mereka peduli dengan hubunganku dan Tuhan... atau
  2. Marah2 karena "come on! sebagai anak Tuhan, tentu aku tau donk untuk membawa keluh kesahku kepada Tuhan! Aku sudah lakukan itu! 

Yg aku mau sekarang adalah bagi mereka utk mendengarkan dan give me comfort!. Itu artinya aku mencampakkan nasihat mereka dan menginjak-injaknya. Jika itu yang aku lakukan, maka aku gak boleh heran ketika mereka "mencuci tangan" mereka atasku karena "Do not give dogs what is sacred; do not throw your pearls to pigs. If you do, they may trample them under their feet, and turn and tear you to pieces." (Matthew 7:6). Nasihat yang bijaksana dan godly adalah seperti mutiara, tapi kalau kita menolaknya dan malah marah2, itu artinya kita sama seperti (maaf) dogs and pigs yang gak ngerti nilai sebutir mutiara. Sad, right? 

Another thing to consider, apakah kita curhat hanya untuk melampiaskan perasaan untuk didengar dan dipedulikan? Apakah curhat hanya supaya orang lain bisa membantu kita "menjilat" luka kita? Bukan berarti kita tidak boleh curhat. Juga bukan berarti kita gak boleh pasang status di social media yang menyertakan kehidupan pribadi kita. Tapi... marilah pikirkan... apa yang dibaca orang lain ketika menyertakan masalah dan perasaan pribadi kita untuk dikonsumsi publik? Apakah hanya sungut-sungut dan pelampiasan perasaan yang terbaca... yang pada akhirnya menjadi batu sandungan untuk banyak orang? Atau iman kita yang bergantung kepada Tuhan terlihat dengan jelas dan menjadi berkat bagi banyak orang? 

Aku punya seorang teman yang menghadapi masalah sangat amat berat bertubi-tubi dan bertahun-tahun lamanya. Aku rasa kalo ada 1 orang saja di dunia ini yg diijinkan bersungut-sungut dan marah-marah, dialah orangnya! Tapi... sungguh luar biasa. Dari percakapan pribadi kami, dari email2nya, dari postingan2 di FB, yg aku lihat dan dengar hanyalah ucapan2 syukur yang genuine dan sincere. Dan tak pernah satu kalipun dia mengeluh atau curhat gak jelas (walaupun aku sudah bilang berkali2, kapanpun mau curhat, call me, sms me, skype me, even in the middle of the night), tapi dia gak pernah lakukan semua itu. Ketika masalah datang bertubi2 dan dia merasa dia hampir "tenggelam", dia peluk erat Tuhan Yesusnya, tidak dilepaskannya genggamannya dari Tuhan, matanya selalu tertuju kepada Tuhan dan Rajanya. Ia selalu menyatakan perasaannya dengan jujur tapi saat aku membaca atau mendengarnya, aku justru melihat dan merasa diberkati dengan imannya yang luar biasa bergantung kepada Tuhan. Dia tidak bersungut2, hanya menyatakan bahwa Tuhanlah gunung keselamatannya dan bahwa dalam kesedihannya, ia merasakan kehadiran Tuhan yang menghiburnya. Dia dengan rendah hati hanya minta untuk didoakan. Gak pernah satu kali pun berkeluh kesah. WOW! 

Dari temanku ini, aku betul2 belajar apa itu artinya memiliki "a gentle and quiet spirit." She guards the hidden person of her heart. Dia simpan itu hanya untuk Tuhannya. Perasaan2nya yang paling dalam... semua kesedihan, semua kekhawatirannya diberikannya kepada Tuhan, dan tidak diumbar2nya untuk konsumsi semua orang. You know, secara standard dunia, she is not a supermodel. Tapi, semakin aku kenal dia, semakin kulihat kecantikannya yg luar biasa. Aku tau kedengarannya klise sekali, tapi temanku ini betul2 punya kecantikan yang terpancar dari dalam. There is beauty and peace that seeps out from her heart - dan aku tau itu karena dia meletakkan hatinya where it belongs: in the hands of the King.

Do not let your adornment be merely outward; arranging the hair, wearing gold, or putting on fine apparel. Rather let it be the hidden person of the heart with the incorruptible beauty of a gentle and quiet spirit, which is very precious in the sight of God.
(1 Peter 3:3-4 NKJV)

Aku mau menjadi wanita yang melindungi "the hidden person of the heart," yang memiliki "the incorruptible beauty of a gentle and quiet spirit." Aku mau menjadi wanita bijaksana seperti Maria yang menyimpan semuanya didalam hati, menghampiri Tuhan terlebih dahulu dan mendapat penghiburan, nasihat, damai sejahtera dari-Nya. Aku tidak mau menjadi wanita yang seperti kebun yang terbuka dan mata air yang tak terkunci. Tidak mau menjadi wanita yang semua kekhawatiran, kemarahan, kesedihan, dan harapannya diketahui semua orang dari sabang sampai merauke, dari Indonesia hingga Vanuatu. Tidak mau menjadi wanita yang "jiwanya" begitu mudah dianalisa orang lain karena itu bukanly godly feminity yang diciptakan Tuhan untukku. Aku mau menjadi wanita yang memiliki jiwa yang tenang karena harapanku ada pada Tuhan. Aku tidak mau menjadi wanita yang curhat kepada begitu banyak orang ketika menghadapi masalah, tapi mau menjadi wanita bijaksana yang berperkara kepada Tuhan dan tau bagaimana "curhat" kepada orang lain dalam porsi dan motivasi yang tepat. Aku mau menjadi wanita indah yang hatinya terpaut kepada Tuhan, yang harapannya ada pada Tuhan, yang matanya tertuju hanya kepada Tuhan. Aku mau menjadi wanita lemah lembut yang memiliki hati dan jiwa yang tenang dan pengendalian diri untuk tidak meledak-ledak, baik ketika bahagia maupun sedih. Aku mau supaya nama Tuhan dimuliakan dalam hidupku... supaya orang lain melihat Yesus dalam hidupku, dan bukannya melihat kekhawatiranku, kemarahanku, dan semua emosiku. Aku mau menjadi seperti pohon yang tumbuh di tepi sungai, yang mendapat nutrisi dari Sang Air Hidup. Seperti sang pohon yang teduh, aku pun ingin memiliki jiwa yang tenang dan penuh damai sejahtera. 

How about you?

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^