by Leticia Seviraneta
Hai semua! Tak terasa tahun sudah berganti ke tahun 2017. Semoga
ada resolusi baru di tahun ini untuk membuat hidup kita lebih bertumbuh dan
berbuah lagi ya :) Ngomong-ngomong soal buah, kita sering
mendengar tentang Buah Roh, bukan? Alkitab mengajar kita untuk tidak hanya
sekedar bertumbuh, namun juga untuk berbuah. Mengapa demikian? Karena buah dari
sebuah pohon itu lah yang dapat dinikmati oleh banyak orang. Buah merupakan
tindakan nyata dari Firman yang telah diajarkan. Yakobus 2:26 berkata,
“Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa
disertai perbuatan-perbuatan adalah mati.” Jadi berbuah bukan sekedar perintah
Tuhan semata, melainkan untuk kebaikan kita karena tanpa berbuah, kita akan
menjadi Kristen yang stagnan dan mati :) Nah, kali ini,
aku ingin mengajak teman-teman untuk melihat sejenak pada kisah seorang wanita
di Alkitab yang hidupnya berbuah di tengah kesulitan. Kisah seorang wanita
bernama Rut.
Kisah ini dimulai pada zaman
Hakim-Hakim ketika ada kelaparan di tanah Israel. Seorang pria Israel bernama
Elimelekh membawa isrinya, Naomi, dan kedua anak laki-lakinya merantau ke
daerah Moab. Di sana, kedua anak laki-lakinya menikah dengan perempuan Moab
bernama Orpah dan Rut. Kemudian Elimelekh meninggal, dan sepuluh tahun kemudian
kedua puteranya pun meninggal tanpa meninggalkan keturunan. Hal ini menyebabkan
Naomi kehilangan suami dan kedua anaknya. Ia menjadi janda tanpa anak laki-laki,
sebuah status yang pada masa itu akan membuatnya sangat lemah secara ekonomi
dan sosial. Hatinya saat itu pahit sehingga ia mengubah namanya menjadi Mara
yang berarti pahit (Rut 1:20).
Naomi kemudian memutuskan untuk pulang
ke Yehuda bersama dengan kedua menantunya, namun, di tengah perjalanan ia
meminta kedua menantunya untuk kembali saja ke Moab. Di Moab mereka yang masih
muda memiliki harapan untuk menikah kembali. Orpah akhirnya memutuskan untuk
kembali ke Moab, sementara Rut tetap bersikeras ikut dengan Naomi. Ia
mengeluarkan pernyataan yang sangat berani yang dikenang sepanjang sejarah,
“Janganlah desak aku meninggalkan engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ
jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bernalam;
bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku; di mana engkau mati, akupun mati
di sana, dan di sanalah aku dikuburkan. Beginilah kiranya TUHAN menghukum aku,
bahkan lebih lagi dari pada itu, jikalah sesuatu apapun memisahkan aku dari
engkau, selain dari pada maut!”
Setia kepada orang yang manis dan
memiliki perilaku yang baik tentu mudah. Namun Rut memberikan janji
kesetiaannya kepada orang yang sedang pahit dan kelakuannya belum tentu baik
kepadanya. Rut memberi kesetiaannya ketika ia memiliki hak dan pilihan untuk
hidup nyaman serta melepas status jandanya dengan menikah kembali di Moab. Di
tanah Yehuda, Rut secara kebetulan memunguti jelai yang tersisa di ladang milik
Boas, kaum keluarga Elimelekh yang dapat menebus tanah Elimelekh. Pada masa itu
berlaku hukum yang mengatur bahwa tanah yang pemiliknya meninggal hanya dapat
diwariskan kepada anak laki-lakinya, bukan kepada istrinya. Untuk kasus Naomi
yang kehilangan kedua anak lelakinya, tanah hanya dapat ditebus oleh saudara
lelaki Elimelekh dengan menikahi perempuan di keluarga Elimelekh.
Boas pun bersimpati kepada Rut yang
terkenal karena kesetiaanya mengikuti Naomi, bahkan sampai harus meninggalkan
kampung halamannya. Naomi menyusun rencana agar Boas menebus tanah Elimelekh
dan menikahi Rut. Kalimat menarik yang dikeluarkan Boas untuk menanggapi
permintaan Rut tentang penebusan itu adalah “Diberkatilah engkau oleh TUHAN, ya
anakku! Sekarang engkau menunjukkan kasihmu lebih nyata lagi dari pada yang
pertama kali itu, karena engkau tidak mengejar-ngejar orang-orang muda, baik
yang miskin maupun yang kaya. Oleh sebab itu, anakku, janganlah takut; sebab
yang kaukatakan itu akan kulakukan kepadamu; sebab
setiap orang dalam kota kami tahu, bahwa engkau seorang perempuan baik-baik.” (Rut 3:10-11) Selanjutnya akhir kisah
ini sangat indah. Alkitab mencatat bahwa pernikahan Boas dan Rut menghasilkan
anak bernama Obed, yang menjadi kakek raja Daud. Rut, seorang Moab, menjadi
nenek moyang dari raja Israel yang paling dikenal sepanjang masa.
Rut merupakan contoh wanita yang hidupnya berbuah. Ia mengikuti iman suaminya, yakni iman kepada Allah Israel dan menghidupinya. Buahnya dikenal oleh semua orang di kota hingga Boas mendengarnya. Kembali lagi, buah adalah tidakan nyata dalam menghidupi Firman yang telah diajarkan kepada kita. Buah adalah manifestasi dari iman dan refleksi hubungan pribadi kita kepada Tuhan. Kita dapat memulai tahun baru ini dengan merefleksikan kembali, sudahkah hidup kita berbuah? Sudahkah kita membangun keintiman kita dengan Kristus? Focus on the intimacy with God, and he will make our lives fruitful. Let us be more fruitful on this new year :)
No comments:
Post a Comment
Share Your Thoughts! ^^