by Glory Ekasari
Akhir-akhir ini negara kita banyak
dihebohkan dengan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan agama. Mulai dari
masalah penistaan agama yang memicu demo besar-besaran, bom di gereja Oikumene
Samarinda, dan pembubaran perayaan Natal di GOR Sambuaga Bandung oleh ormas
agama tertentu. Semua itu memicu respon yang beragam, terutama di media sosial.
Kadang kalau baca komentar orang rasanya gemes-gemes gimana, gitu. Hapenya smartphone, tapi yang punya... Ah, sudahlah.
Demikianlah hingar-bingar kehidupan beragama di negara ini.
Secara pribadi, saya tidak terlalu
ambil pusing dengan masalah-masalah itu. Yang lebih saya perhatikan adalah apa
yang dilakukan oleh saudara seiman saya. Bagaimana orang Kristen, sebagai pihak
yang dirugikan dalam peristiwa bom Samarinda, dan pembubaran perayaan Natal di
Bandung, bereaksi?
Salah satu pengamat politik dan
toleransi beragama di Indonesia yang cukup dikenal karena pandangannya yang
kritis, beberapa waktu lalu mengomentari respon orang Kristen yang dinilainya
pasif dalam menanggapi “penindasan” oleh ormas agama tetangga. Menurut dia,
harusnya orang Kristen melawan, minimal dengan lobi-lobi politik. Dia merasa
orang Kristen bersikap manja dengan berkata, “Kita serahkan pada Tuhan.”
Menurutnya, itu bukan “cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati” seperti
yang diajarkan Tuhan Yesus.
Pandangan seperti itu wajar. Kalau
saya bukan orang Kristen dan berada dalam posisi moderat atau bahkan liberal,
saya mungkin juga berpikir demikian. Kelihatannya orang Kristen sangat pasif, pasrah,
dan tidak berdaya. Bahkan mungkin menyebalkan, karena seolah-olah menempatkan
diri sebagai korban.
Masalahnya, saya orang Kristen. Dan
saya tahu apa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus. Saya bukan hanya tahu apa yang diajarkan Tuhan Yesus, saya tahu apa yang dilakukan oleh Roh Kudus, dan itu terjadi, bukan
di luar saya, tetapi di dalam saya. Saya mengalaminya sendiri,
sesuatu yang tidak dikenal oleh orang yang tidak mengenal Dia dan tidak
mengalami kuasa-Nya.
Seandainya si A dan si B berdebat
tentang sesuatu, dan tiba-tiba si A dijotos oleh si B. Orang yang melihat
peristiwa itu pasti secara spontan berpikir, “Wah, si A pasti membalas.”
Mengapa? Karena itu adalah respon yang normal
bagi manusia pada umumnya. Siapa
yang tidak marah kalau tiba-tiba dipukul? Tetapi seandainya si A, setelah
dipukul, menghela nafas panjang sambil melihat si B dan berkata dengan suara
tenang, “Bro, gue ga mau berantem, kita ngomong baik-baik aja,” saya rasa si B
akan merasa sangat malu dan penonton akan tercengang karena si A tidak bereaksi
sesuai prediksi mereka.
Dan persis itulah yang dilakukan orang
Kristen. Ketika bom merenggut nyawa seorang anak kecil dan menyebabkan beberapa
anak lain cacat permanen, keluarga korban berkata, “Kami mengampuni pelaku.”
Ketika KKR Natal dibubarkan paksa, orang Kristen tidak mengutuk. Kita tidak
bereaksi seperti yang diperkirakan orang lain, atau seperti yang biasa dilakukan orang lain yang bukan
pengikut Kristus. Dan itu semua bukan karena kita lebih hebat dari mereka,
tetapi karena, “Roh yang ada di dalam kamu lebih besar dari roh yang ada di
dunia ini.” Ada sesuatu, Seseorang,
yang lebih besar dari kebencian, ketakutan, kekuatiran, kepahitan, yang ada di
dalam kita, yang membuat kita mampu bereaksi sesuai yang Dia inginkan. Rasul
Paulus menjelaskannya,
“Buah Roh adalah kasih, sukacita,
damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan,
dan penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu.”
Kekristenan sejati adalah hidup yang
diubah oleh kuasa Roh Kudus. Ketika kita percaya pada Tuhan Yesus, ketika kita
mengaku dosa dan menerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat, ketika kita
meninggalkan hidup yang lama dan memberikan hidup kita untuk Dia, Roh Kudus
datang dan berdiam di dalam kita. Seandainya kita ditanya, “Buah mangga asalnya
dari pohon apa?” tentu saja jawabannya, “Pohon mangga.” Demikian pula buah
Roh―dari pohon apa dia berasal? Tentu saja pohon Roh. Dengan kata lain, segala
hal yang baik, mulai dari kasih sampai penguasaan diri, bukan berasal dari kita
sendiri, tapi dari Roh Kudus yang ada di dalam kita.
Inilah yang tidak dikenal dunia. Kuasa
inilah yang mengubah kita.
Tujuan Yesus datang ke dunia bukan
membentuk kerajaan atau menyebarkan agama. Tujuan kita bukan memperbesar gereja
atau mendirikan negara berbasis agama. Yesus datang untuk menyelamatkan kita
dari dosa dan memberi kita hidup baru, mengembalikan kita pada posisi awal:
diciptakan segambar dan serupa dengan Allah. Bukan gedung yang dipenuhi jemaat,
tetapi hati yang dipenuhi Roh Kudus.
Dan ketika terjadi tekanan,
penindasan, penganiayaan; atau justru sebaliknya: berkat, kemapanan,
kenyamanan, semua itu akan mengungkap apa yang ada di dalam hati kita. Apakah
ada Roh Kudus yang menghasilkan buah yang baik dalam hidup kita sehari-hari,
yang membuat kita tidak bereaksi seperti orang yang tidak mengenal Kristus?
Ataukah kita tetap bereaksi seperti orang dunia pada umumnya? Sebagaimana yang
Tuhan katakan, “Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka.” Kalau dalam hatinya
ada pohon Roh, tentu saja buahnya buah Roh.
No comments:
Post a Comment
Share Your Thoughts! ^^