Wednesday, January 11, 2017

Kelihatan Dari Buahnya

by Glory Ekasari


Akhir-akhir ini negara kita banyak dihebohkan dengan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan agama. Mulai dari masalah penistaan agama yang memicu demo besar-besaran, bom di gereja Oikumene Samarinda, dan pembubaran perayaan Natal di GOR Sambuaga Bandung oleh ormas agama tertentu. Semua itu memicu respon yang beragam, terutama di media sosial. Kadang kalau baca komentar orang rasanya gemes-gemes gimana, gitu. Hapenya smartphone, tapi yang punya... Ah, sudahlah. Demikianlah hingar-bingar kehidupan beragama di negara ini.

Secara pribadi, saya tidak terlalu ambil pusing dengan masalah-masalah itu. Yang lebih saya perhatikan adalah apa yang dilakukan oleh saudara seiman saya. Bagaimana orang Kristen, sebagai pihak yang dirugikan dalam peristiwa bom Samarinda, dan pembubaran perayaan Natal di Bandung, bereaksi?

Salah satu pengamat politik dan toleransi beragama di Indonesia yang cukup dikenal karena pandangannya yang kritis, beberapa waktu lalu mengomentari respon orang Kristen yang dinilainya pasif dalam menanggapi “penindasan” oleh ormas agama tetangga. Menurut dia, harusnya orang Kristen melawan, minimal dengan lobi-lobi politik. Dia merasa orang Kristen bersikap manja dengan berkata, “Kita serahkan pada Tuhan.” Menurutnya, itu bukan “cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati” seperti yang diajarkan Tuhan Yesus.

Pandangan seperti itu wajar. Kalau saya bukan orang Kristen dan berada dalam posisi moderat atau bahkan liberal, saya mungkin juga berpikir demikian. Kelihatannya orang Kristen sangat pasif, pasrah, dan tidak berdaya. Bahkan mungkin menyebalkan, karena seolah-olah menempatkan diri sebagai korban.

Masalahnya, saya orang Kristen. Dan saya tahu apa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus. Saya bukan hanya tahu apa yang diajarkan Tuhan Yesus, saya tahu apa yang dilakukan oleh Roh Kudus, dan itu terjadi, bukan di luar saya, tetapi di dalam saya. Saya mengalaminya sendiri, sesuatu yang tidak dikenal oleh orang yang tidak mengenal Dia dan tidak mengalami kuasa-Nya.

Seandainya si A dan si B berdebat tentang sesuatu, dan tiba-tiba si A dijotos oleh si B. Orang yang melihat peristiwa itu pasti secara spontan berpikir, “Wah, si A pasti membalas.” Mengapa? Karena itu adalah respon yang normal bagi manusia pada umumnya. Siapa yang tidak marah kalau tiba-tiba dipukul? Tetapi seandainya si A, setelah dipukul, menghela nafas panjang sambil melihat si B dan berkata dengan suara tenang, “Bro, gue ga mau berantem, kita ngomong baik-baik aja,” saya rasa si B akan merasa sangat malu dan penonton akan tercengang karena si A tidak bereaksi sesuai prediksi mereka.

Dan persis itulah yang dilakukan orang Kristen. Ketika bom merenggut nyawa seorang anak kecil dan menyebabkan beberapa anak lain cacat permanen, keluarga korban berkata, “Kami mengampuni pelaku.” Ketika KKR Natal dibubarkan paksa, orang Kristen tidak mengutuk. Kita tidak bereaksi seperti yang diperkirakan orang lain, atau seperti yang biasa dilakukan orang lain yang bukan pengikut Kristus. Dan itu semua bukan karena kita lebih hebat dari mereka, tetapi karena, “Roh yang ada di dalam kamu lebih besar dari roh yang ada di dunia ini.” Ada sesuatu, Seseorang, yang lebih besar dari kebencian, ketakutan, kekuatiran, kepahitan, yang ada di dalam kita, yang membuat kita mampu bereaksi sesuai yang Dia inginkan. Rasul Paulus menjelaskannya,


“Buah Roh adalah kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu.”

Kekristenan sejati adalah hidup yang diubah oleh kuasa Roh Kudus. Ketika kita percaya pada Tuhan Yesus, ketika kita mengaku dosa dan menerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat, ketika kita meninggalkan hidup yang lama dan memberikan hidup kita untuk Dia, Roh Kudus datang dan berdiam di dalam kita. Seandainya kita ditanya, “Buah mangga asalnya dari pohon apa?” tentu saja jawabannya, “Pohon mangga.” Demikian pula buah Roh―dari pohon apa dia berasal? Tentu saja pohon Roh. Dengan kata lain, segala hal yang baik, mulai dari kasih sampai penguasaan diri, bukan berasal dari kita sendiri, tapi dari Roh Kudus yang ada di dalam kita.

Inilah yang tidak dikenal dunia. Kuasa inilah yang mengubah kita.

Tujuan Yesus datang ke dunia bukan membentuk kerajaan atau menyebarkan agama. Tujuan kita bukan memperbesar gereja atau mendirikan negara berbasis agama. Yesus datang untuk menyelamatkan kita dari dosa dan memberi kita hidup baru, mengembalikan kita pada posisi awal: diciptakan segambar dan serupa dengan Allah. Bukan gedung yang dipenuhi jemaat, tetapi hati yang dipenuhi Roh Kudus.

Dan ketika terjadi tekanan, penindasan, penganiayaan; atau justru sebaliknya: berkat, kemapanan, kenyamanan, semua itu akan mengungkap apa yang ada di dalam hati kita. Apakah ada Roh Kudus yang menghasilkan buah yang baik dalam hidup kita sehari-hari, yang membuat kita tidak bereaksi seperti orang yang tidak mengenal Kristus? Ataukah kita tetap bereaksi seperti orang dunia pada umumnya? Sebagaimana yang Tuhan katakan, “Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka.” Kalau dalam hatinya ada pohon Roh, tentu saja buahnya buah Roh.


No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^