By Stephanie Gunawan
Saya menikah
Desember ini!! Wow, wow!! ;D Benar seperti yang orang-orang bilang,
nyiapin wedding itu gak gampang, tapi seru! Banyak pengalaman
yang saya alami bersama pasangan. Kami pun dibentuk bersama.
Dari awal, kami
sangat ingin mempunyai sebuah pernikahan yang memuliakan Tuhan.
Pernikahan di mana orang-orang bisa merasakan Tuhan hadir di
tengah-tengahnya. Tentunya pernikahan tersebut bisa terwujud kalau
selama masa persiapannya pun menyenangkan Tuhan. Ya gak? Kalau
persiapannya udah acak-adut, penuh kemarahan, negative-thinking,
nafsu dan rasa tidak puas, nanti pas hari-H pun yang ada pengantin
bisa manyun, hehe… Kalau udah manyun, yang datang jadi ikut bete en
gak merasakan sukacita. Gimana mau merasakan Tuhan hadir kalau
sukacita aja udah ga ada? Nah, karena itulah saya dan pasangan pengen
menyenangkan hati Tuhan Yesus gak cuman pas hari H, tapi juga sejak
masa persiapannya. :)
Selama persiapan,
ada tiga hal di mana saya dan pasangan sama-sama belajar.
Pertama, tentang
kekudusan. Apa lagi sih kalo bukan hal yang satu ini? Guys,
susah lho jalanin komitmen “GAK SENTUHAN FISIK, GAK PELUKAN, GAK
CIUMAN” sampai kami menikah. Ada kiat-kiat yang diberikan di
buku-buku. Seperti misalnya, menghindari gak berduaan di tempat sepi.
Well, kenyataannya itu gak mungkin bisa dihindari 100%, bahkan
1000%! Gimana coba, saya dan pasangan harus siapin nama-nama undangan
pernikahan kami, print label namanya, tapi komputernya ada di
kamar kerja, sementara orang rumah juga pada sibuk. Apakah saya harus
menyuruh salah satu dari mereka untuk nongkrongin kami print
label nama sementara kerjaan mereka ditinggalkan? Rasanya gak
mungkin. Kami pun sedang menyiapkan tempat tinggal dan semuanya
ngomong tentang budget, budget dan budget. Apakah
mungkin kami membicarakannya dengan diawasi orang lain? Susah bukan?
Udah urusan uang, kami benar-benar mesti hitung berdua, berapa jumlah
tabungan kami, bagaimana kami akan menggunakannya, pilih produk yang
harga berapa, keuntungan/kerugiannya bagaimana, dll. It’s
private and confidential bo! Pasti berduaan lagi di kamar kerja.
Pergi ke vendor-vendor juga pasti berdua di mobil. Siapa lagi yang
mau pergi ngurusin pernikahan kami kalau bukan kami berdua? Jadi,
saya rasa kiat ‘menghindari gak berduaan di tempat sepi’ makin
sulit kalau sedang mempersiapkan pernikahan.
Jujur, godaan pun
makin besar. Apalagi di saat kami lelah fisik dan mental.
Mengenai ciuman, ada kesempatan di mana kami jatuh. Tapi kami
mau bangkit lagi dan mencegah hal itu terulang. Saya sendiri kecewa
hal itu terjadi. Padahal, tadinya saya udah siap ‘pamer’ di blog
bahwa saya berhasil melaksanakan my first kiss is my wedding kiss.
Udah ngebayangin nanti setelah hari H, bakal nulis kaya gitu dan siap
ayatnya seperti ci Lia (another great writer in this magazine),
dari 1 Korintus 4: 16 Sebab itu aku menasihatkan kamu: turutilah
teladanku! Hehehe.. Ternyata gagal! Haha.. So, jangan
ikuti teladan saya yah, emang udah yang paling bener: IKUTI
TELADAN TUHAN YESUS!! Dari pengalaman itu saya pun belajar
mengampuni pasangan saya dan juga diri saya sendiri. Sejauh ini,
Tuhan Yesus tetap menjaga kami. Ia yang membantu kami untuk
menyenangkan hati-Nya. :) Glory for Jesus!
1Petrus
1:14-16
Hiduplah
sebagai anak-anak yang taat dan jangan
turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu,
tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh
hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang
telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku
kudus.
Kedua, tentang uang.
Belajar mengatur keuangan berdua itu agak tricky. Hehe. Memang
dasar manusia, kalau pakai uang sendiri, rasanya susaaah banget
keluarnya. Tapi kalau pakai uang orang, pengennya memanfaatkan
semaksimal mungkin. Ckck. Ceritanya begini. Kami bikin budget untuk
setiap vendor (FYI, biaya pernikahan dipersiapkan oleh pihak pasangan
saya). Misalnya bridal segini, kue pengantin segitu, kartu undangan
sekian, dst... Nah kalau kami udah siapkan 4 juta rupiah untuk kue
pengantin, saya rasanya pengen menghabiskan 4 juta-4 jutanya untuk
kue pengantin. Kalau ada dana segitu untuk kue, kenapa saya harus
cari kue yang lebih murah? Toh barang yang lain juga sudah ada
budgetnya. Kenapa budget kue harus dipotong?
Then, I came
across for a discussion with one of my sisters in Christ. Dia
bilang, "Fani, cici merasa, sorry yah sebelumnya, kamu
ada roh serakah." JEDEERR!!! Dia melanjutkan, "Kalau kamu
udah budgetin 4 juta buat kue, bukan berarti kamu mesti pake 4 juta-4
jutanya kan. Kalau memang bisa ketemu kue yang oke dan harganya 3,5
juta, itu kan lebih baik. Kamu bisa simpen 500-ribunya dan pakai buat
kepentingan yang lain." Pembicaraan itu membuat saya berpikir
dan saya teringat pada ayat di Amsal 31:12.
Ia
berbuat baik kepada suaminya dan tidak berbuat jahat
sepanjang umurnya.
Saya menyimpulkan
bahwa menghabiskan uang pasangan saya untuk keinginan saya pribadi,
apalagi memanfaatkannya sampai berlebihan, termasuk perbuatan jahat.
Saya gak mau jadi isteri yang jahat seperti itu. Saya mau jadi wanita
seperti di Amsal 31. Ia berbuat baik kepada suaminya dan tidak
berbuat jahat sepanjang umurnya. :)
Sejak itu, saya
benar-benar menghitung dengan teliti berapa biaya yang harus kami
keluarkan untuk membiayai pernikahan. Bukan mentang-mentang biaya
pernikahan ditanggung pasangan saya, saya pakai seenaknya. Jangan
sampai demi memuaskan keinginan saya, kami sampai berhutang ke
mana-mana. Saya mau setelah kami menikah, kami bisa punya kondisi
keuangan yang cukup baik. Saya percaya, keputusan ini menyenangkan
hati Yesusku. :) (Cerita lengkap tentang uang ini bisa dilihat di
http://withintakapipisbrainandheart.blogspot.com/2012/08/save-his-money.html)
Yang terakhir,
mengenai orang tua. Pernikahan bukan cuma penyatuan dua insan, tetapi
juga merupakan penyatuan dua keluarga. Tentunya orang tua saya dan
orang tua pasangan saya akan menjadi satu keluarga juga. Nah, yang
bisa bikin rempong adalah pendapat mereka bisa berbeda.
So far, saya
bingung dengan tema warna pernikahan saya. Yah begitulah, warna-warna
bisa memusingkan dan menimbulkan percekcokan. :D Tadinya warna yang
saya pilih adalah putih dan hijau. Tapi, baju penerima tamu,
pengapit, dan baju mami yang tersedia hanya seputar warna emas, pink,
putih, jingga, ungu. Daripada semuanya harus bikin baru dengan warna
putih-hijau, saya memutuskan ganti warna deh. Toh baju yang sudah ada
juga bagus-bagus. Bisa save budget (masih inget kan sharing
saya di atas tadi tentang uang? Hehe). Saya pertimbangkan pilihan
yang tersedia di bridal. Kemudian saya cocokkan dengan warna baju
mami saya. Maklum, mami saya punya 3 anak yang sudah menikah, jadi
stock gaun dia udah lumayan banyak. Akhirnya saya putuskan
warna pink dan emas.
Setelah memutuskan
hal tersebut, saya pikir semua akan baik-baik saja. Pikiran saya: wah
mami saya bisa pakai baju yang sebelumnya, jadi tidak usah bikin yang
baru. Save budget berhasil! Tapi, gak disangka, tiba-tiba mami
beli kain emas. Katanya untuk dibuat jadi gaun yang dia pakai di hari
pernikahan saya. Oalaahh... Kaget… Ternyata si mami mau juga punya
baju baru, tapi mungkin gak enak ngomongnya. Saya sampaikan hal ini
ke pasangan saya. Saya bingung. Mau kecewa karena gak bisa save
budget, atau senang karena mami saya sudah menyelesaikan proses
pilih kain. Toh memang pada akhirnya baju mama pasangan saya harus
dibuat juga, sebab ia belum ada gaun. Tinggal pilihan terakhirnya mau
kembaran atau beda saja. Jadi, memang harus pilih kain juga.
Hm.. hm.. mama
pasangan saya memang tidak terlalu ribet, dia mudah saja setuju
dengan kain pilihan mami saya. Jadi kain yang mami saya beli bisa
dipakai dan pilihannya memang bagus. Setelah ngobrol, pasangan saya
menegaskan, gak papa kok kalau kita bikin baru untuk keduanya. Gak
ada salahnya. Save budget tapi kalau malah melukai
perasaan mami saya malahan gak enak. Justru inilah saatnya kami
menunjukkan kasih kami ke mereka, bikinin baju baru. It’s a kind
of showing our respect to them, too. :)
Soal pilihan tanggal
pernikahan. Saya dan pasangan sudah pilih beberapa pilihan tanggal.
Tapi memang bingung antara tanggal A atau B. Saya merasa A lebih
baik, pasangan saya merasa B lebih baik. Saya tanya mami saya. Puji
Tuhan mami saya gak menyuruh saya harus pilih tanggal baik ke ‘orang
pintar’ seperti tradisi keluarga keturunan Chinese pada umumnya.
Saya yakin Tuhan Yesus bekerja dalam hal ini, terutama sejak mami
terima Tuhan Yesus. :) Syukurlah saya bisa tetap memegang apa yang
saya percayai bahwa semua hari adalah hari Tuhan, hari yang baik yang
Ia ciptakan. Ia merasa pilihan A maupun B baik. Tinggal mama pasangan
saya. Ternyata, mama pasangan saya memilih tanggal B. Nah, saya kan
maunya tanggal A. Jadilah saya bergumul. Duh, gimana yah. Memang sih
gak ada salahnya tanggal B, cuma beda satu minggu saja. Ini hanya ego
saya nih. Padahal kelangsungannya gak akan jauh berbeda. Mau ngalah
gak nih sama calon mama mertua? Hehe. Saya putuskan, iya deh ngalah
aja. Saya juga gak punya alasan yang penting untuk dipertahankan. Ini
pun cara saya menghormati keinginan mama pasangan saya, dengan gak
memaksakan keinginan saya.
Dengan kata lain,
saya berusaha mengasihi dan menghormati mama pasangan saya (yang udah
gedein anaknya sedemikian rupa sehingga jadi pria yang ganteng dan
bisa diandalkan ^^) dan pasangan saya juga ikut belajar mengasihi dan
menghormati mami saya (too bad papa udah gak ada sejak 2002
:(, kena serangan jantung). Saya yakin menghormati kedua orang tua
kami menyenangkan hati Tuhan. Kok yakin? Iya donk, kan Tuhan yang
minta di Keluaran 20:12:
Hormatilah
ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN,
Allahmu, kepadamu.
Pengalaman nyiapin
wedding kami merupakan pengalaman belajar menyenangkan hati Tuhan
Yesus. Dari segi kekudusan, kami mau menyenangkan hati Tuhan Yesus.
Dari segi keuangan,
kami mau menyenangkan hati Tuhan Yesus.
Dari segi hubungan
dengan orang tua, kami juga mau menyenangkan hati Tuhan Yesus.
Kami mau persiapan
ini akan membawa kami ke hari-H yang memuliakan Tuhan. Dan pastinya
hari-hari kehidupan kami sebagai suami-isteri juga menyenangkan hati
Tuhan. Doakan yah! ;)
No comments:
Post a Comment
Share Your Thoughts! ^^