Monday, March 30, 2015

I Want Money, I Need Money!


by Nelly Hendrianto

Siapa sih yang ga mau duit?
Gue mau duit, gue butuh duit. Gue butuh duit untuk makan, susu buat anak gue, baju dan lain lain. Kalo ga ada duit, gimana kita bisa makan? Gimana bisa bayar sewa rumah? Apalagi kita berdomisili di Singapura, yang jelas-jelas biaya hidupnya tinggi banget. Dan sewa rumah harganya juga sangat mahal.

Karena kita anak Tuhan, terkadang kedengarannya aneh untuk ngomong atau bertindak seolah-olah kita ga butuh duit, sepertinya uang itu gimanaaa banget. Ada yang bilang kalau ‘uang adalah akar dari segala kejahatan’, jadi waktu kita mikir dan ngomong “Gue butuh duit!” atau “Gue mau duit!” orang lain akan anggap kita ‘kurang mencerminkan orang Kristen’.

Pengertian ‘uang adalah akar dari segala kejahatan’ sendiri sebenarnya terambil dari Alkitab. Di 1Timotius 6:10 tertulis: Karena akar segala kejahatan adalah cinta uang.

Perhatikan kata-kata, ‘cinta akan uang’ alias ‘nafsu akan uang’ alias ‘ketamakan’. Pada saat kita merasa kita tidak pernah cukup, itu adalah saat dimana segala kejahatan muncul. It actually starts in our heart and thoughts, and it will blossom into our actions.


Karena kita butuh duit, kita mengambil setiap kesempatan yang memungkinkan duit datang ke kita. Sebab kita kuatir, siapa tahu kesempatan seperti itu tidak akan datang lagi. But sometimes, a good opportunity is good, but it is not God’s.

Hal tersebut sering sekali terjadi di keluarga kami. Sebagai seorang istri, gue punya gaji yang jauh lebih besar dari suami. Tapi sebenernya gaji gue pun juga ga gede. Cukuplah buat kebutuhan sehari-hari, ngga lebih. Kalo ada kebutuhan yang mendadak, abislah gaji gue, jadi kita benar-benar tidak punya tabungan. Kerjaan suami, sebut aja G, lebih ke pelayanan, urusan gereja, misi dan lain lain. Kita menghadapi beberapa kali tantangan iman dalam hal keuangan. Apalagi sehabis ngelahirin Aiden, putra tunggal kami (untuk sementara ini, hehe). Selama waktu itu, beberapa kali G dapat tawaran untuk kerja yang lain, selain pekerjaannya yang sekarang, sebagai manager dengan gaji yang lebih besar dari gue. Pada waktu itu ada saat dimana dia benar-benar merasa terdesak untuk menerima pekerjaan-pekerjaan tersebut. Karena sebagai seorang suami, pastilah dia ingin memenuhi kebutuhan keluarganya sebagai pencari nafkah. Apalagi dengan kondisi keuangan kami, akan sangat membantu sekali kalo G bisa dapet kerja dengan gaji yang lebih besar. Sebagai laki-laki dan seorang suami, siapa sih yang ga tergerak untuk mencukupi kebutuhan keluarganya? Dan gue yang harus mengingatkan G tentang calling kita. Gue ga nyalahin G kalau dia merasa terdesak untuk mengambil pekerjaan dengan gaji lebih besar, sebenernya dia juga tahu kalo itu bukan kehendak Tuhan. Dan gue yang harus ngingetin G beberapa kali pada saat kesempatan-kesempatan seperti itu datang, “Say, ga usah deh. Ingat, itu bukan panggilan kamu. Jadi harus kita lupakan.” Terkadang kalo gue yang goyah, gantian G yg ingetin.

Kita sudah tau panggilan dan visi kita. Maka kalau ada pekerjaan-pekerjaan bergaji besar yang kita tahu itu ga sesuai dengan panggilan dan visi kita (G harus mengorbankan pelayanannya dan lain-lain) kita harus berkata tidak, meskipun G sempet dikejar-kejar, diminta-minta untuk ambil pekerjaan tersebut, karena bosnya suka sama karakternya dan mempercayainya. But we stick to our faith in our calling. Sticking to what God has put in our hearts.

Sebagai akibatnya, apa yang terjadi? Ya, kita kekurangan uang. Betul, kita butuh uang. Dan sebagai respon terhadap keputusan kita, yang terjadi adalah Tuhan menghargai komitmen iman dan panggilan kita. Kita mengalami begituuu banyakkk keajaiban! Salah satunya adalah waktu Aiden umur satu tahun (skarang dia udah 2 tahun lebih). Kita lagi ga ada duit, gue sempet bingung gimana mo beli susu Aiden. Eh tiba-tiba ada kenalan kita yang nelpon en bilang mau menghabiskan stock susu bayi mereka. Jadi susu-susu ini mau dibagi-bagiin. Dan orang tersebut ga tau susu Aiden merek apa kan, tapi ternyata merek susunya sama persis dengan yang Aiden minum, dan ngasihnya ga kira-kira lagi, yaitu kurang lebih empat puluh kaleng susu!

Yang ibu-ibu pasti tau deh, susu bayi itu harganya mahal bok! Nah ini udah mahal, dikasih 40 kaleng lagi, gratis!! Gue sampe bengong-bengong liat Tuhan bekerja. Bayangkan, bisa aja Tuhan kepikir bikin mukjizat lewat beberapa kaleng susu!!

Mukjizat yang terbaru adalah soal tempat tinggal kita. Pembaca setia blog gue pasti udah tau ceritanya. Gue selama ini di Spore selalu nyewa rumah. Setelah menikah, setiap tahun kita pindah. Dan kita tinggalnya itu biasanya di HDB, rumah susun pemerintah punya gitu. Yang kagak ada fasilitas apa-apa. Kalo di Spore, ada berbagai tipe: HDB Flat, Apartments, Condo, Landed House. Rumah susun HDB yang paling murah. Tapi murahnya Spore ya tetep aja mahal, hehe. Yang paling lengkap fasilitasnya adalah condo, ada kolam renang, lapangan tenis, lapangan bulu tangkis, basket, tempat BBQ, Jacuzzi… macem-macem lah.

Nah pas itu kita udah mepet banget harus pindah dalam tujuh hari. Dan kita masih belon dapet tempat, karena biaya sewa semakin mahal. Pilihan kita terbatas, karena harus cari yang sesuai budget. Singkat cerita, pas udah mepet-mepet begini, tiba-tiba kita ditawarin tinggal di condo dengan harga sewa HDB! Itu ajaib banget! (Cerita lengkapnya, silahkan baca blog gue: nelotte.wordpress.com, yang judulnya, ‘Siapa Bilang Itu Mustahil’).

Artikel ini akan jadi sangattt panjang kalo gue cerita satu-satu mujizat Tuhan bagi kita. Banyak hal yang terjadi ama kita yang bener-bener campur tangan Tuhan banget. His supernatural work yang orang laen ga bisa sangkal adalah karya-Nya dalam keluarga kita.

Gue akhirnya ngerti Tuhan lakukan itu semua untuk kita, karena Tuhan menghargai komitmen dan keputusan kita. Ia tahu bahwa kita sungguh-sungguh bergantung pada-Nya, bukan kepada bagaimana dunia berpikir tentang kita. Kita putusin untuk ga ambil kerjaan dengan penghasilan besar karena kita tahu itu bukan calling-Nya untuk kita meskipun kita menghadapi berbagai kesulitan keuangan. Waktu kita memutuskan untuk bersandar pada-Nya, kita mengijinkan Tuhan untuk melakukan mujizat bagi kita.

Dulu waktu gue mau menikah ama G, ada leaders gereja yang datang ke saya dan berkata, “Kamu yakin sama dia? Nanti hidupmu akan susah, kamu harus kerja. Mending kamu dapatin cowo yang udah mapan, dan sepadan statusnya sama kamu.” Tapi saya tahu dan tahu bahwa G adalah pasangan yang berasal dari Tuhan. Dan sepanjang pernikahan, meskipun kita menghadapi kesulitan finansial, gue belajar banyaaakkk banget sebagai seorang istri, sebagai hamba-Nya, gimana Tuhan bentuk karakter dan perilaku gue terhadap uang dan dalam hal memberi. Satu hal yang gue kagumi dari G adalah dia punya hati yang memberi banget. Gue belajar dari dia banyak soal giving. Gue belajar dari kalimat favoritnya buat keluarga kita, “Kita harus belajar untuk let go. Saat kita tidak mempertahankan, disana kita akan mendapatkan kembali. Bahkan berkali-kali lipat.”

Gue juga belajar jadi istri yang punya gentle and quiet spirit. Apakah gue merongrong dan menuntut suami untuk ngumpulin duit lebih lagi? Apa gue ngedumel saat ngadepin kesulitan? Dan pelajaran yang terpenting untuk gue adalah, “Pada saat gue bilang gue mau mempercayai-Nya, seberapa jauh gue sungguh-sungguh mempercayai-Nya? Kita selalu bilang Tuhan adalah provider kita. Kita sudah seringkali mengalami kesulitan keuangan dan kita selalu percaya Dia selalu mencukupi. Pelajaran tersebut terus menerus diterapkan dalam keluarga kita. And that’s where God build us... the next level of faith, every time.

Kita tidak pernah menyesali kita harus ngalamin ini semua, malah dengan semua yang sudah terjadi, kita semakin mengenal karakter-Nya, dan sudah tentu karakter kita juga. Apakah kita benar-benar mempercayai-Nya dalam hal keuangan? Dan Tuhan juga semakin membuka diri-Nya bagi kita.

Gue ngerti beberapa orang gak memahami bahwa inilah cara Tuhan bekerja di keluarga kami. Ini bukan masalah kekurangan uang, tapi ini adalah bagaimana Tuhan seringkali mencukupi keluarga kami. Kita melayani Allah yang hebat, kita bersaksi tentang hal ini semua karena kita pengen tunjukan betapa HEBATNYA TUHAN kita. Terkadang orang sering bilang Tuhan itu hebat, tapi kita ga sungguh-sungguh memahami bagaimana hebatnya Tuhan itu, sampe kita bener-bener ngalamin sendiri dan memperoleh damai sejahtera yang lebih besar. Damai sejahtera yang melampaui segala akal manusia. Damai sejahtera yang kita dapetin karena kita mempercayai-Nya 100%.


Nah kenapa kita kok mengalami kesulitan keuangan, padahal kita melakukan pekerjaan Tuhan dan setia melayani? Bukannya kalo kita pelayanan, cari Tuhan, cari dahulu kerajaan-Nya, kita akan dapat berlimpah-limpah?


Pasti ada rencana Tuhan mengapa kita mengalami hal tersebut dan mengapa Tuhan ijinkan. There is an eternal divine purpose. Yang lebih sering kita ngeliatnya adalah bagaimana kejadian tersebut berdampak sekarang oleh situasi tersebut, tapi sedikit yang kita pahami bahwa Tuhan pake situasi tersebut untuk membuat banyak persiapan bagi panggilan dan masa depan kita.


Panggilan kita ialah misi. Oleh karena itu kita dibentuk seperti ini. Our level of faith. Karena di bidang misi, kita dapat bersandar pada Tuhan. Mentor kami sering bilang,
“Memang begini cara Tuhan membangun keluarga dan iman kalian. It’s always about Radical Faith. Nah itu sangat dibutuhin dalam misi.” Benar kita dapat melihat pola bagaimana Tuhan membentuk keluarga kami sesuai dengan rencana masa depan-Nya. Sebagai satu keluarga, Tuhan mau kita belajar untuk percaya dan berserah 100% pada-Nya dan Tuhan lagi gunain financial challenges untuk menjalankan rencana-Nya. Pasti ada tantangan-tantangan di bidang laennya juga. Tapi tujuannya tetap sama, seberapa besar kita mempercayai Tuhan. Karena di bidang misi, berserah kepada Tuhan dalam segala hal adalah sangat krusial dan Ia ingin kita belajar seperti tu sebelum Tuhan mengirim kami sebagai pekerja full time di bidang misi.


Hal lain, saat gue sebagai seorang istri mempunyai gaji yang lebih besar, gue belajar tentang penyerahan total terhadap suami gue. Dan suami gue belajar otoritas sejati terhadap gue. Terlepas dari masalah uang. Kalo suami punya gaji lebih besar, sudah tentu hal yang biasa kalo berasa atau punya otoritas lebih terhadap istri. Nah karena keadaan kita terbalik, Tuhan ajarin kita makna dari penyerahan dan otoritas. Karena kedua hal tersebut udah terkontaminasi oleh dunia, dua hal tersebut biasanya diukur oleh berapa besar uang yang kita miliki dibandingkan dengan orang lain. Liat aja gimana dunia bekerja. Kebanyakan orang-orang yang lebih punya banyak duit bisa dengan gampangnya mengatur orang lain yang lebih berkekurangan.


Gue bisa berserah kepada suami berapapun jumlah penghasilannya karena gue punya financial peace (not total peace yet karena masih dibentuk sih, hehe). Gue punya financial peace karena gue tahu uang gue berasal dari Tuhan, bukan dari suami, jadi gue gak pernah nuntut suami untuk berpenghasilan lebih besar. Jadi ‘posisi’ kita dalm pernikahan bukan berdasar pada jumlah penghasilan. Uang tidak berbicara dalam relasi kita sebagi suami dan istri, bertolak belakang dengan sistem dunia.

Setelah mengalami semua ini, we definitely know that God is our Provider, kita tidak perlu khawatir atau bersungut-sungut. Itu yang kita namakan dengan financial peace. Percaya seutuhnya dalam Tuhan bahwa Dia yg bakal mencukupi, mau sampe mepeeeettt banget pun Dia pasti cukupin. Meskipun pertolongan tidak datang pada waktunya pun, kita masih percaya kalau Ia mencukupi segalanya.

Kenapa sepertinya pertolongan-Nya tidak datang pada waktunya? Mungkin karena Tuhan punya rencana lain. And it’s Ok with us, as who can argue with Him what’s the best way for us? He knows better.

Yang penting adalah terus jaga hati dan jaga iman baik-baik. Waktu kita merespon dengan baik segala padang gurun yang kita sedang alami, the deliverance is near.

Sebenernya I kinda embrace the financial challenges from God, karena gue merasakan dan menyaksikan karya ajaib-Nya lewat bermacam-macam cara. Gue excited n looking forward how God will deliver us thru. Deg-degan sih, tapi dengan cara-Nya yang ajab, Ia tidak pernah gagal dan tidak pernah mengecewakan kita.

Tapi apa gue slalu dalam peace in financial? Gak juga. Masih dalam proses. Kadang sebagai manusia, daging lemah, sudah pasti masih ada rasa kuatir dan lain lain. Gue tahu Tuhan akan memproses gue lebih lagi dalam hal ini, sampai gue punya total peace in financial. Gak tau kapan, tapi hal itu pasti akan terwujud. Tuhan terus memproses sehingga kita bener-bener bergantung sepenuhnya dalam setiap hal pada-Nya.

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^