Ketika
saya menulis artikel ini, sejujurnya saya menulis setiap kalimat
untuk diri saya sendiri {dan suami saya sebagai partner saya di dalam
menjalani peran sebagai orang tua}. Sebagai orang tua muda yang
“baru” memiliki anak selama kurang lebih dua tahun, kami masih
banyak belajar untuk bagaimana melatih ketaatan kepada anak-anak kami
yang masih batita. Kami masih melakukan banyak kesalahan, kami masih
perlu banyak membaca, bertanya dan konsultasi dengan para orang tua
yang sudah lebih berpengalaman, dan kami masih sangat perlu banyak
berdoa untuk pekerjaan besar ini, karena kami tahu bahwa perjalanan
kami dalam melatih ketaatan kepada anak-anak kami masih sangat
panjang.
Setiap
hari dan setiap saat, hanya dengan kasih karunia Tuhan kami belajar
untuk menjadi orang tua yang memiliki hatinya Tuhan. Maka artikel ini
saya tulis dari sebuah kerinduan kami untuk terus belajar sebagai
orang tua dan memberkati para orang tua lain dengan dorongan semangat
dan insipirasi yang kami terima.
“Mata
yang mengolok-olok ayah, dan enggan mendengarkan ibu, akan dipatuk
gagak lembah dan dimakan anak rajawali”
{Amsal 30:17}
Perkembangan
teknologi yang semakin pesat seiring berjalannya waktu membuat
informasi media semakin mudah diakses. Berbagai penawaran menarik
dapat kita jumpai di mana pun; dalam gadget, media massa, televisi,
radio, papan iklan, dan sebagainya. Para orang tua pun berlomba-lomba
untuk memenuhi semua kebutuhan anak-anak mereka dengan segala yang
terbaik; mainan, makanan, pakaian, pendidikan, dan sebagainya. Tidak
ada yang salah di dalam semua pemenuhan kebutuhan jasmani tersebut
semuanya masih ada di dalam jalur yang benar, namun para orang tua
jangan sampai lupa untuk memenuhi kebutuhan rohani anak-anak; jiwa
dan roh mereka.
Ketaatan
merupakan salah satu kebutuhan utama jiwa dan roh seorang anak yang
wajib diperhatikan para orang tua. Kegagalan orang tua dalam
mengajarkan ketaatan kepada anak-anak akan menyebabkan mereka sulit
untuk taat kepada Allah, Tuhan dan Juruselamat hidup mereka.
“Akhir
kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan
berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban
setiap orang” {Pengkotbah
12:13-14}
Di dalam proses mengajar dan melatih ketaatan kepada anak-anak, para orang tua perlu mengenal anak-anak mereka dan mengerti apa yang ada di dalam hati dan pikiran mereka. Para orang tua tidak dapat mengenal anak-anak mereka dengan baik jika anak-anak tidak berada di dekat orang tua untuk diajar dan dilatih.
Allah
sangat Menghargai Ketaatan
Karena
ketaatan merupakan sebuah tanggung jawab besar yang harus dikerjakan
oleh orang tua, maka para orang tua perlu mengerti prinsip dasar
dalam menjalankan tugas dan fungsinya mendidik seorang anak. Hal ini
sangat penting untuk dipahami karena Allah sangat menghargai sebuah
ketaatan, bahkan sebuah ketaatan lebih berharga daripada banyak
persembahan.
Salah
satu kisah dalam Alkitab yang bisa kita pelajari adalah kisah Raja
Saul; seseorang yang dipilih dan diurapi oleh Tuhan untuk menjadi
raja pertama bangsa Israel {1 Samuel 11:15}, bangsa pilihan Allah;
seseorang yang gagah perkasa dan membawa bangsa Israel mengalami
banyak kemenangan dalam peperangan; namun pada akhirnya Tuhan menolak
dia menjadi raja Israel akibat ketidaktaatan.
Ketika
tiba waktunya bangsa Israel memberikan korban persembahan kepada
Allah, Nabi Samuel, yang memiliki otoritas untuk membawa persembahan
kepada Allah, belum juga datang. Akibat desakan rakyatnya, maka Raja
Saul mengambil inisiatif untuk membawa persembahan kepada Allah tanpa
menunggu Nabi Samuel {1 Samuel 14}. Raja Saul juga tidak taat kepada
perintah Allah untuk menumpas habis semua orang dan harta benda
bangsa Amalek. Raja Saul membiarkan raja bangsa Amalek tetap hidup
dan membawa harta benda bangsa Amalek yang terbaik untuk dijadikan
persembahan kepada Allah. Apakah Allah senang dengan korban bakaran
tersebut? Tidak. Ketaatan lebih berkenan kepada Allah dibandingkan
korban bakaran.
“Tetapi
jawab Samuel: "Apakah TUHAN itu berkenan kepada korban bakaran
dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara TUHAN?
Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan,
memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan”.
{1 Samuel 15:22}
“Sebab
Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai
pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran.”
{Hosea 6:6}
Kebenaran
ini harus dipahami setiap orang tua agar anak-anak mereka juga
menerima prinsip ini sebagai kebenaran, bahwa ketaatan merupakan hal
yang penting dan sangat serius di mata Allah. Mengapa ketaatan itu
sangat penting?
- Ketaatan adalah perintah Tuhan
“Hai
anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah
demikian. “ {Efesus 6:1-3}
- Ketidaktaatan yang berulang-ulang adalah dosa
“Sebab
pendurhakaan adalah sama seperti dosa bertenung dan kedegilan adalah
sama seperti menyembah berhala dan terafim…”
{1 Samuel 15:23a}
- Ketaatan mendatangkan berkat {dan ketidaktaatan mendatangkan kutuk}
“Hormatilah
ayahmu dan ibumu--ini adalah suatu perintah yang penting, seperti
yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu
di bumi.” {Efesus 6:2-3}
“Segala
berkat ini akan datang kepadamu dan menjadi bagianmu, jika engkau
mendengarkan suara TUHAN, Allahmu.. Tetapi jika engkau tidak
mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan tidak melakukan dengan setia
segala perintah dan ketetapan-Nya, yang kusampaikan kepadamu pada
hari ini, maka segala kutuk ini akan datang kepadamu dan mencapai
engkau” {Ulangan 28:2, 15}
Maka
para orang tua perlu mengingat bahwa mengajarkan tentang Tuhan kepada
anak-anak diawali dengan mengajarkan mereka mengenai ketaatan. Para
orang tua perlu menyadari bahwa Tuhan sudah memberikan otoritas atas
anak-anak kita agar kita dapat mengajar dan melatih mereka untuk
hidup dalam jalan Tuhan sehingga memimpin
anak-anak pada suatu hubungan yang kekal dengan Tuhan. Jika orang tua
tidak mampu mengambil otoritas yang diberikan Tuhan secara optimal,
maka pihak lain {budaya, media, dan orang lain} yang akan
memanfaatkan otoritas itu untuk membentuk hidup anak-anak kita.
Definisi
Ketaatan
Definisi
ketaatan yang harus diajarkan para orang tua adalah melakukan
perintah yang diberikan Tuhan atas hidup anak-anak dengan segera dan
tanpa mengeluh.
Ketaatan
seperti ini mutlak diperlukan seorang anak untuk bertumbuh di dalam
karakter dan cara hidup yang baik. Keberhasilan orang tua di dalam
mendidik anak terutama dilihat dari kesediaan anak untuk taat.
Pada
saat pengarahan untuk acara penyerahan anak pertama kami di gereja
lokal, pemimpin kami sempat mengatakan bahwa ujian terbesar orang tua
di dalam hal keberhasilan mendidik anak adalah ketika anak tersebut
memilih pasangan hidup; apakah anak kita akan mendengarkan dan taat
kepada pendapat kita sebagai orang tua, atau sebaliknya. Keputusan
memilih pasangan hidup merupakan salah satu hal utama di dalam hidup
seseorang, selain keputusan untuk menerima Tuhan sebagai Juru Selamat
pribadi; maka saat itulah para orang tua akan menuai hasil dari apa
yang sudah ditaburkan dalam hidup anak-anak.
Tujuan
utama para orang tua dalam mengajar dan melatih ketaatan adalah
menghasilkan anak-anak yang memiliki karakter Kristus, anak-anak yang
Ilahi; yaitu melatih mereka untuk memiliki hati dan pikiran seperti
Kristus dan tubuh mereka melakukan apa yang Kristus lakukan.
Mengajar
vs Melatih
Di
dalam mengharapkan ketaatan anak-anak, para orang tua tidak cukup
sekedar mengajarkan ketaatan, namun perlu melatih ketaatan.
Mengajar
adalah memberikan kepada anak-anak mengenai informasi dan kebenaran
yang mereka perlukan untuk hidup baik atau sukses. Melatih adalah
memberikan kepada anak-anak disiplin untuk menerapkan apa yang sudah
mereka pelajari.
Proses
Melatih Ketaatan
Ketaatan
bukanlah sesuatu yang kita peroleh secara langsung, melainkan sesuatu
yang harus diusahakan dan dilatih. Orang tua tidak bisa mengharapkan
anak-anak mereka secara otomatis taat kepada perkataan orang tua dan
Firman Allah jika orang tua tidak pernah melatih mereka melakukan
itu.
Karena
menjadi orang tua adalah pekerjaan seumur hidup, maka tugas untuk
melatih ketaatan kepada anak-anak juga harus dikerjakan selama kita
hidup menjadi orang tua dari anak-anak kita. Di sinilah orang tua
perlu memahami cara melatih dan mengajarkan ketaatan kepada anak-anak
sesuai usia mereka. Orang tua sangat memerlukan kesabaran dan
konsistensi di dalam mengajarkan ketaatan.
Tidak
ada sebuah metoda cepat dan sebuah rumus pasti untuk membentuk
seorang anak yang taat dalam waktu singkat. Allah
menciptakan setiap pribadi secara unik; dengan karakter khusus,
tingkat kedewasaan yang berbeda, kemampuan yang berbeda, ketertarikan
yang berbeda; tidak ada satu orang pun yang sama persis dengan orang
lainnya.
“Didiklah
orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya
pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu”
{Amsal 22:6}
Proses
mengajar dan melatih ketaatan kepada anak-anak membutuhkan waktu dan
tidak dapat dilepaskan dari tindakan disiplin yang kita berikan
selama proses itu.
Hal
penting yang perlu disadari para orang tua adalah semua tindakan
disiplin yang diberikan seharusnya diarahkan kepada hati anak, bukan
kepada perilaku anak.
Jika kita memperhatikan isi Alkitab, kita akan menemukan bagaimana
Allah lebih memperhatikan kepada hati manusia untuk mengasihi dan
taat kepada-Nya karena Allah mengerti bahwa kita adalah manusia yang
masih dalam proses bertumbuh menjadi dewasa dan membutuhkan waktu
untuk memahami semua perintah-Nya.
Maka
ketika para orang tua memberikan tindakan disiplin kepada anak-anak,
lihatlah kepada hati mereka. Apakah ketidaktaatan mereka akibat dari
hati yang memberontak? Apakah mereka lelah? Apakah orang tua
mengharapkan lebih banyak dari kemampuan anak-anak sesuai usia
mereka?
Saya
dan suami pun masih terus belajar untuk memberikan tindakan disiplin
yang tepat kepada anak-anak saya. Kami membuat kesalahan dan gagal
berulang kali. Namun Firman Tuhan selalu mengingatkan kami bahwa
kedewasaan adalah hasil dari sebuah proses.
“Maturity
is as a result of training, time, growth, heart and will.”
{Sally Clarkson}
Keseimbangan
antara Disiplin dan Kasih
Tindakan
disiplin sangat diperlukan saat para orang tua melatih dan mendorong
anak-anak untuk bertumbuh menjadi seperti Tuhan karena hal itu akan
membantu mereka untuk menemukan kasih karunia Allah di dalam hidup
mereka.
Dalam
memberikan tindakan disiplin kepada anak-anak, para orang tua perlu
mencari dan meminta hikmat Tuhan setiap hari.
Tindakan disiplin bukan hanya sekedar “boleh atau tidak boleh” –
memukul, membentak, menghukum -, namun lebih mengenai persoalan untuk
mendapatkan hati anak. Kisah kehidupan yang dijalani orang tua setiap
hari akan memberikan dampak lebih besar dalam kehidupan anak-anak
dibandingkan perkataan dan usaha kita untuk memberikan disiplin
kepada mereka.
Yesus
melakukan hal yang sama kepada murid-murid-Nya, yaitu memberikan
teladan hidup untuk ditaati dan diikuti oleh murid-murid. Para orang
tua seharusnya tidak hanya memberitahukan kepada mereka apa yang
seharusnya mereka lakukan, tapi juga menunjukkan kepada mereka
bagaimana mereka harus melakukan hal itu.
Disiplin
adalah persoalan hubungan hati ke hati, sebuah interaksi spiritual
yang berkelanjutan.
Tentu
hal itu tidak mudah! Menghabiskan banyak waktu, menuntut banyak
pengorbanan, dan memerlukan ketekunan. Namun apa yang dilakukan para
orang tua akan memiliki dampak yang kekal. Apa pun yang kita lakukan
untuk kekekalan, iblis tidak akan suka. Iblis akan membuat para orang
tua merasa lelah, merasa gagal, merasa putus ada, merasa bersalah,
dan perasaan negatif lainnya.
Kekerasan
tidak akan pernah menolong kita untuk memperoleh hati seorang anak.
Para orang tua perlu menggunakan hikmat untuk mengerti situasi, hati
seorang anak, serta cara terbaik untuk bertindak.
Beberapa
kesalahan yang umum dilakukan orang tua di dalam melatih ketaatan
kepada anak mereka seperti:
- Mengancam terus menerus; memberikan rasa takut kepada anak jika tidak taat
- Menyogok sebagai ganti ketaatan; menawarkan imbalan untuk sebuah ketaatan
- Negosiasi di tengah konflik; melakukan sesuatu yang menyimpang dari prinsip atau aturan demi ketaatan anak
Jangan
pernah mendisiplin berdasarkan satu daftar kaku aturan-aturan tanpa
mempertimbangkan keadaan-keadaan yang unik dan special.
Pakailah hikmat dari Tuhan untuk mengaplikasikan disiplin dengan
keadilan dan kasih sayang.
Paul
M. Landis, di buku The Respponsibility of Parents in Teaching and
Training Their Children berkata, “Konsistensi
dengan kelembutan, sikap dan suara yang tenang, dan ketegasan,
bukannya amarah dengan suara yang tinggi, akan lebih meyakinkan
seorang anak tentang ketulusan dan tujuan kita”.
Beberapa
hal yang penting diketahui para orang tua mengenai disiplin:
- Disiplin adalah sebuah proses jangka panjang yang didasari sebuah hubungan keluarga.
Timotius
merupakan salah satu contoh pemuda yang memiliki nenek dan ibu yang
sudah memberikan investasi kekekalan dalam hidupnya.
“Sebab
aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas, yaitu iman yang
pertama-tama hidup di dalam nenekmu Lois dan di dalam ibumu Eunike
dan yang aku yakin hidup juga di dalam dirimu.”
{2 Timotius 1:5}
- Allah memberikan kesabaran dan kelapangan hati-Nya untuk membawa manusia ke dalam pertobatan.
Hal
inilah yang perlu dilakukan para orang tua secara terus-menerus untuk
melatih anak-anak di dalam ketaatan.
“Maukah
engkau menganggap sepi kekayaan kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan
kelapangan hati-Nya? Tidakkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan
Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan?”
{Roma 2:4}
- Jangan pernah lelah untuk melatih anak-anak di dalam ketaatan karena akan datang waktunya kita akan menuai apa yang sudah kita tabur.
“Janganlah
kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya,
kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.”
{Galatia 6:9}
Melatih
Ketaatan kepada Anak-anak
Melatih
ketaatan kepada anak-anak dimulai dengan hubungan yang baik antara
orang tua dan anak. Semakin baik hubungan orang tua dengan anak, maka
semakin mudah anak bersikap taat kepada orang tua.
- Ketika orang tua memberikan sebuah instruksi, maka orang tua perlu mengharapkan anak memberikan respon langsung dan lengkap sesuai dengan apa yang dimaksudkan; tanpa menunda dan tanpa mengeluh.
Jangan
pernah takut untuk menetapkan standar yang tinggi dan memelihara
standar itu.
- Ketika orang tua memberikan sebuah instruksi, jangan sekali-kali memberikan instruksi yang sebenarnya tidak dimaksudkan untuk ditaati atau dilakukan.
Sediakan
waktu untuk melatih anak-anak sampai dapat bertindak seperti yang
orang tua inginkan mereka bertindak, dan sebagaimana orang tua
percaya Tuhan juga menginginkan anak-anak bertindak, bukan
sebagaimana orang lain atau budaya yang mengajar dan melatih
anak-anak kita untuk bertindak.
- Para orang tua harus konsisten dengan instruksi yang diberikan untuk semua keadaan; tentu dengan tuntunan hikmat dari Tuhan yang perlu dicari para orang tua setiap saat.
Konsistensi
bukan berarti “melakukan hal yang sama persis kapada setiap anak”
atau “mendisiplin dengan cara yang sama persis di setiap keadaan”.
Tidak semua anak mempunyai kepribadian atau emosi yang
sama. Konsistensi sebenarnya artinya setiap kali anak memerlukan
koreksi, kita sebagai orang tua akan bangkit dan melakukannya, dan
tetap ada di situ untuk memimpin dan bertahan lebih lama dari anak
kita sampai pesan kita dapat tersampaikan. Berusahalah keras
untuk konsisten dengan tidak menutup mata pada hal apapun yang kita
tahu bahwa kita perlu melakukan koreksi.
- Awal pelatihan instruksi sebaiknya dimulai secara pribadi dari dalam rumah; tidak di depan umum atau di tempat lain.
“Ketika
aku masih tinggal di rumah ayahku sebagai anak, lemah dan sebagai
anak tunggal bagi ibuku, aku diajari ayahku, katanya kepadaku:
"Biarlah hatimu memegang perkataanku; berpeganglah pada
petunjuk-petunjukku, maka engkau akan hidup”
{ Amsal 4:3-8 }
- Berikan waktu dan perhatian di dalam proses melatih ketaatan kepada anak-anak di dalam kegiatan rutinitas sehar-hari.
Bangunlah
suatu hubungan dengan mereka yang akan membantu mendorong mereka
untuk mau mentaati kamu dan akhirnya Tuhan. Kepercayaan anak
kepada orang tua sangat penting di dalam membantu orang tua untuk
melatih ketaatan kepada anak. Maka bangunlah kepercayaan itu setiap
hari.
Bahasa
tubuh yang bisa kita latih kepada anak-anak dalam merespon sebuah
instruksi adalah memberikan jawaban “ya” disertai dengan menatap
wajah orang tua pada level mata anak.
Respon
seperti ini merupakan salah satu cara yang selalu kami lakukan ketika
memberikan instruksi atau menegur anak-anak. Sejak mereka berusia 1
tahun, hampir selalu mereka dapat merespon dengan jawaban “ya”
dan menatap wajah kami, meskipun tidak selalu instruksi kami
dilakukan secara benar dan tepat. Seringkali kami harus berkali-kali
melakukan hal yang sama untuk sebuah instruksi, namun kami yakin
bahwa proses pelatihan yang konsisten akan memberikan hasil yang
baik.
Kekanak-kanakan
dan Kebodohan
Seiring
dengan pertambahan usia anak, para orang tua perlu membedakan latar
belakang ketidak-taatan yang dilakukan anak; apakah karena sifat
kekanak-kanakan {usia masih terlalu muda untuk mengerti instruksi
yang diberikan} atau karena kebodohan {hati yang memberontak}
Kekanak-kanakan
adalah tindakan yang menunjukkan kepolosan {belum mengerti}, kesalahn
yang tidak disengaja dan tidak ada niat memberontak.
Kebodohan
adalah kekerasan hati dan pemberontakan, baik secara terang-terangan
maupun tidak; artinya ia mengerti kesalahannya dan dengan sengaja
melakukannya lagi.
Tahap-tahap
tindakan koreksi yang sebaiknya dilakukan orang tua akibat
ketidak-taatan karena kebodohan:
- Kata-kata peringatan
- Isolasi atau time-out
- Kehilangan hak atau kesempatan sesuatu
- Pukulan ringan
Penting
diingat para orang tua bahwa tujuan dari koreksi dan tindakan
disiplin adalah agar hati anak berubah, sehingga kebodohan dan
ketidak-taatan tidak menetap dalam hatinya dan tidak terulang
kembali.
Faktor
yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan orang tua dalam
memberikan koreksi dan tindakan disiplin kepada anak usia batita:
- Frekuensi pelanggaran dalam periode tertentu
- Jenis dan alasan pelanggaran anak
- Konteks kejadian
- Umur dan jenis anak
Sikap
orang tua saat melakukan tindakan koreksi dan disiplin kepada anak:
- Hati yang tenang dan berhikmat
- Tegas dan mantap
Kegagalan
utama orang tua di dalam melatih anak-anak adalah cepat menyerah dan
tidak tegas.
Tongkat
Didikan
Metoda
disiplin dengan menggunakan pukulan dengan tongkat didikan {atau
sering dikenal dengan tongkat kasih} memiliki tujuan untuk
menimbulkan rasa sakit dengan kekuatan terukur sehingga hati anak
mengalami perubahan.
“Tongkat
dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan
mempermalukan ibunya” {Amsal
29:15}
“Siapa
tidak menggunakan tongkat, benci kepada anaknya; tetapi siapa
mengasihi anaknya, menghajar dia pada waktunya.”
{Amsal 13:24}
Jika
orang tua memilih untuk menggunakan tongkat didikan dalam tindakan
koreksi dan disiplin, maka sebaiknya:
- Tidak dilakukan dalam keadaan emosi
- Tidak dilakukan di depan umum
- Memberi penjelasan kepada anak sebelum ia dipukul {dengan cara yang disesuaikan dengan usia anak}
- Tongkat dipukulkan pada bagian pantat anak dan harus menimbulkan rasa sakit
Indikasi
keberhasilan metoda tongkat didikan sebagai sarana koreksi dan
disiplin kepada anak adalah dengan semakin berkurangnya penggunaan
tongkat ini ketika usia anak semakin bertambah.
Kesimpulan
Mengajar
dan melatih ketaatan kepada anak-anak dapat dirangkum menjadi dua
konsep sederhana berikut:
- Ketaatan adalah sebuah berkat.
Ketaatan
bukan lah sesuatu yang membawa kesulitan di dalam hidup manusia,
malah sebaliknya, ketaatan selalu di dalam kebenaran selalu
menghasilkan sukacita, damai, dan kebebasan.
“Taurat
TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh,
memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman. Titah TUHAN
itu tepat, menyukakan hati; perintah TUHAN itu murni, membuat mata
bercahaya. Takut akan TUHAN itu suci, tetap ada untuk selamanya;
hukum-hukum TUHAN itu benar, adil semuanya, lebih indah dari pada
emas, bahkan dari pada banyak emas tua; dan lebih manis dari pada
madu, bahkan dari pada madu tetesan dari sarang lebah. Lagipula
hamba-Mu diperingatkan oleh semuanya itu, dan orang yang berpegang
padanya mendapat upah yang besar.”
{Mazmur 19:8-12}
- Ketaatan adalah sebuah respon
Tidak
hanya ketaatan mendatangkan suatu berkat, namun ketaatan juga selalu
menjadi sebuah respon. Kasih karunia Allah tidak menghilangkan sebuah
ketaatan, melainkan memberikan kita dorongan untuk memilki respon
taat. Kita adalah penerima kasih karunia dan anugerah Allah tanpa
syarat, dan satu-satunya respon yang perlu kita miliki adalah dengan
taat kepada Allah yang telah menyelamatkan hidup kita.
“Karena
kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. Ia
mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan
keinginan-keingina duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan
beribadah di dalam dunia sekarang ini dengan menantikan penggenapan
pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah
yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus, yang telah
menyerahkan diri-Nya bagi kita untuk membebaskan kita dari segala
kejahatan dan untuk menguduskan bagi diri-Nya suatu umat,
kepunyaan-Nya sendiri, yang rajin berbuat baik.”
{Titus 2:11-14}
Mengajar
dan melatih ketaatan kepada anak-anak bukanlah pekerjaan mudah dan
singkat; sangat dibutuhkan waktu dan proses terus-menerus tanpa
lelah. Tidak ada satu pun rumus singkat untuk menghasilkan anak-anak
yang taat secara langsung dan cepat. Namun
“Didiklah
anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu, dan
mendatangkan sukacita kepadamu.”
{Amsal 29:17 }
Referensi:
“Preparation
for The Toddler Years” oleh Gary Ezzo & Anne Marie Ezzo
via Modul Training Early
Childhood by Parenting Life Team 2010
“Preparation for
Parenting” oleh Gary Ezzo & Anne Marie Ezzo via Modul
Training Early Childhood by Parenting Life Team 2010
Artikel
“What
does Obedience Have to Do with Freedom” oleh Ruth Schwenk via
Mom Heart
Artikel “Heartfelt Discipline – And a Giveaway!“ oleh Sally Clarkson via I Take Joy
Artikel
“The
Balance between Grace and Discipline” oleh Sally Clarkson via I
Take Joy
“Raising
Godly Tomatoes” oleh Elizabeth Krueger via Godly Parenting Groups
---
No comments:
Post a Comment
Share Your Thoughts! ^^