Tuesday, June 7, 2016

Latihan

by Glory Ekasari

Salah satu kegiatan yang tidak saya sukai adalah olahraga. Olahraga apa aja. Karena keringetan, capek, pegel-pegel. Intinya saya ga suka gerak. (Untungnya ga hobi kuliner juga, jadi berat badan ga terlalu tragis.)

Tapi akhir-akhir ini saya insyaf bahwa saya harus olahraga, gara-gara frustasi masuk angin terus-terusan. Saya sadar bahwa tidak ada jalan pintas untuk jadi sehat dan kuat selain… olahraga. Jadilah saya membiasakan diri (tepatnya memaksa diri) hidup sehat (makan diatur, minum air yang banyak) dan olahraga setiap hari. So far so good, tiap hari waktunya ditambah, dan sekarang saya sudah mulai menikmati olahraga tiap hari. Target saya adalah satu jam sehari untuk olahraga, dan sekarang saya cukup optimis bisa mencapai target itu.

Saya punya pengalaman yang mirip dalam hal yang lebih penting: kepedulian terhadap orang lain. Dulu, saya tidak peduli terhadap orang lain, cenderung apatis, dan pandangan saya terhadap hidup sangat sinis. “Your life, your problems”—kira-kira begitulah. Saya tidak mau direpotkan orang, saya juga tidak mau merepotkan orang. Bahkan sekedar mengucapkan selamat ulang tahun pun saya malas (dipikir-pikir, aneh, memang). Sampai suatu hari saya ditegur seorang teman ketika saya minta maaf karena saya merasa merepotkan dia, dan dia berkata, “Orang tuh seneng, tau, kalo bisa nolongin orang lain.”

Sebenarnya sebelum itu pun saya sudah sadar bahwa saya tidak melakukan firman Tuhan tentang menunjukkan kebaikan hati kepada orang lain. Saya sadar saya harus murah hati dan berkorban untuk menolong orang lain. Tapi saya selalu merasa itu bukan prioritas dan terus menunda itu, sampai mendapat teguran dari teman saya itu.

Dan saya memutuskan—okelah, sebenarnya ga dramatis banget sih, cuma saya berpikir, sudahlah jangan ditunda-tunda terus—untuk membiasakan diri peduli terhadap orang lain. Dan dimulailah latihan serius selama bertahun-tahun.

Agak aneh ya? Untuk peduli dan berbuat baik pada orang lain saja saya harus belajar. Yah, pembaca, saya juga maunya dari sananya udah baik hati, tapi mau gimana lagi.
Ketika kita mengikut Yesus, memberikan hidup kita bagi Dia, di situlah proses unlearning dimulai. Semua yang selama ini ditorehkan dalam karakter kita harus dihapus dan diganti dengan sifat-sifat Kristus. Dan itu butuh waktu.

Saya tidak berkata demikian sebagai alasan. Saya tidak bisa berkata pada Tuhan, “Tuhan, ga bisa dong saya langsung diminta jadi sempurna. Saya kan perlu waktu dan proses…” Kalau firman Tuhan bilang, “Hendaklah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna,” maka itulah firman Tuhan, saya harus melakukannya sekarang, dan saya tidak bisa membantahnya. Yang saya maksud adalah kualitas ketaatan saya kepada Tuhan meningkat seiring berjalannya waktu. Dulu, saya batal marah-marah kepada orang yang membuat saya jengkel karena saya diharuskan sabar oleh firman Tuhan. Sekarang, keinginan untuk melampiaskan kemarahan itu pun hampir tidak ada. Firman Tuhan tidak berubah; hati saya yang berubah.

Saya mulai dengan baby steps, cara yang sudah saya ketahui dan bisa dipraktekkan: mendengarkan cerita orang lain. Lalu saya belajar untuk mengumpulkan niat ngajak orang ikut kegiatan yang saya tahu akan bermanfaat bagi mereka; saya juga belajar membantu orang lain dengan tugas atau kegiatan mereka. Ketika ada teman yang punya gawe, saya datang (walaupun saya ini 200% anak rumahan yang ga suka jalan-jalan, beneran deh). Saya melakukan semua yang saya tahu untuk menunjukkan kepada orang lain bahwa saya peduli terhadap mereka sebagai pribadi. Lebih dari seratus kali saya awalnya berpikir, “Males ah,” dengan berbagai alasan, tapi lalu saya memaksa badan bergerak dan bertindak karena saya tahu itulah yang harusnya saya lakukan. Saya sangat termotivasi dengan apa yang dikatakan rasul Paulus:
“Aku melatih tubuhku dan menguasainya sepenuhnya, supaya sesudah aku memberitakan Injil, jangan aku sendiri ditolak.”
Setiap kali ingat ayat itu, saya jadi greget. Saya mengasihi Tuhan, dan saya tidak ingin Dia dirugikan gara-gara sikap saya. Jadi berkali-kali saya memaksa tubuh saya bergerak, mulut saya tersenyum, telinga saya mendengarkan, supaya ketika saya memberitakan Injil, apa yang saya beritakan itu diterima karena sudah diberi pendahuluan dengan tindakan yang baik.

Beberapa tahun kemudian…

Saya masih 200% anak rumahan. Hehehehe. Tapii.. Mempedulikan orang lain dan melakukan hal yang baik bagi mereka bukan lagi beban buat saya. Saya mengasihi mereka. Saya merasakan belas kasihan bagi orang-orang yang perlu diperhatikan. Saya membantu mereka sejauh yang saya mampu karena mereka penting di mata Tuhan—dan karenanya, penting di mata saya. Itulah hasil latihan bertahun-tahun jalan dalam rute firman Tuhan.

Tentu saja saya harus latihan terus dan disiplin dalam latihan itu. Sebagaimana yang dikatakan firman Tuhan: “Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor. Biarlah rohmu menyala-nyala, dan layanilah Tuhan.” Saya suka versi bahasa Inggrisnya:
“Not lagging in dilligence,
fervent in spirit,
serving the Lord!”
Saya selalu percaya bahwa bila Tuhan bisa mengubah saya, Tuhan bisa mengubah siapapun. Saya sendiri dulu tidak pernah terpikir untuk berubah; saya merasa diri saya baik-baik saja dan sifat saya ya memang begini. Tapi sejak kenal Tuhan secara pribadi, saya sadar saya tidak bisa hidup seperti itu. Setiap kali saya melihat ke belakang, kepada hidup saya yang lama, saya takjub bagaimana orang dengan karakter seperti itu bisa diubah begitu rupa oleh Tuhan. Jadi, bagi semua pembaca yang ingin berubah, ingin menjadi seperti Yesus, ingin karakternya yang buruk dikikis, ingin mengasihi orang lain seperti Tuhan mengasihi mereka…
Dengan pertolongan Roh Kudus dan dengan latihan rutin… Bisa!

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^