Monday, February 15, 2016

Loving the Family We Didn't Choose

by Yunie Sutanto

Our circle of Friends
Kita bisa memilih dengan siapa kita berteman. Burung sejenis biasanya berkumpul bersama. Kurang cocok dengan si Bolang, yah jaga jarak saja dengannya. Jika cocok dengan si Kemal, yah kita lebih sering merapat dengannya. Tentunya kita lebih nyaman berlama-lama gaul dengan teman yang cocok dengan kita, yang ngobrolnya nyambung, yang bisa saling mengerti satu sama lain. So, we make our friends and we make our enemies too.

Jodoh
Bicara pasangan hidup...hmm inipun pilihan pribadi kita kok...
Kita  memilih dengan siapa kita menikah. “I do” itu suatu keputusan yang kita pikirkan masak-masak. Dari sekian banyaknya lawan jenis yang kita kenal, ada satu yang menjadi teman spesial. Saat menjalin hubungan pranikah pun “sebelum janur kuning melambai” , kita masih bisa memutuskan hubungan jika merasa kurang cocok setelah saling menjajaki satu sama lain.
So, we choose our lifemate as well! Jodoh itu pilihan kita sendiri!

But...how about our family?
God makes our family. Tuhan yang memilih keluarga dimana kita dilahirkan.
Family is our first and God given circle of relations. We never choose or decide where we'll be born, nor in what kind of family we are going to be raised.
Kita tidak bisa memilih orang tua kita, yang secara biologis menurunkan kita. Struktur anatomi yang kita miliki: bentuk tubuh, warna kulit, tinggi badan, semuanya kita warisi dari orangtua kita. Kenapa kok saya dilahirkan di keluarga yang berkulit sawo matang, padahal saya pinginnya tuh kuning langsat? Kenapa kok saya diahirkan di keluarga yang bermata sipit, padahal inginnya bermata 'belok'...?
Kenapa kok saya terlahir di Indonesia, bukan di Kutub? Kenapa saya punya turunan penyakit alergi berat? Kenapa saya terlahir di keluarga yang broken home? Mengapa begini...Mengapa begitu? Aku ingin begini ..aku ingin begitu...demikian lirik lagu doraemon ya... Pantas saja banyak orang yang doyan nonton tuh doraemon...ngarep kantong ajaib nya...bisa mewujudkan keinginan kita ya? Kembali ke topik...jadi apakah kita sadari bahwa ada rencana Tuhan dalam keluarga kita ini? Bukan kebetulan Tuhan ciptakan kita terlahir di keluarga ini. Ada maksudNya yang penuh misteri.
Tapi..ayahku pecandu narkoba, ia suka menyiksaku...
Tapi..ibuku bukan wanita baik-baik, ia istri simpanan...
Tapi...aku ini anak pungut...
Begitu banyak pengalaman traumatis yang dialami sampai membekas hingga kita seringkali sulit mengasihi keluarga kita.
Tapi apa yang Firman Tuhan katakan?

Imamat 19:18
Jangan membalas dendam dan jangan menyimpan dendam terhadap sesamamu. Akan tetapi, kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri. Akulah TUHAN.

Ulangan 6:5
Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap kekuatanmu.

Teringat kisah Yusuf yang dijual oleh saudara-saudaranya sendiri. Saat di Mesir pun ia menjadi budak, lalu difitnah dan dipenjarakan, berbagai ketidaknyamanan dialami Yusuf. Namun saat ia diijinkan berjumpa kembali dengan mereka, Yusuf bisa mengampuni mereka. Bahkan ia bisa meyakini bahwa semua hal tidak baik yang terjadi direka-rekakan Allah untuk kebaikan. Wow! Sungguh Yusuf fokusnya Tuhan banget, tidak fokus kepada keadaan, tidak fokus pada masalahnya, atau pada dirinya sendiri. Ia tetap melekat pada Tuhan dalam keadaan di proses sekalipun. Justru proses mendewasakan imannya dan pengenalannya akan Allahnya! Ucapan yang keluar dari bibir Yusuf saat membuka jati dirinya ke saudar-saudaranya di Kejadian 45: 5 “Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karen akamu menjual aku kesini , sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu.”

Yusuf memaafkan dan lebih memilih mengasihi mereka, karena kasih akan Allah menutupi segala kesalahan manusia. Tidak ada kasih yang lebih besar yang bisa mengisi hati kita selain kasih dari sang Sumber kasih itu sendiri! Teori bahasa kasih berkata jika kita terlahir dan dibesarkan di keluarga yang ayah dan ibunya berfungsi dengan baik, maka niscaya tangki kasih kita akan penuh, saat kita dewasa akan menjadi pribadi yang bisa mengasihi dengan sehat. Namun kasih Allah tak terbatas teori... saat kasih  Allah mengisi hati kita yang kosong, yang penuh luka, kasih Allah tersebut sanggup memenuhi tangki kasih kita, memulihkan total hati kita! Yusuf yang sudah kehilangan Rahel ibunya sejak kecil, lalu dibuang ke Mesir jadi budak...siapa yang mengisi tangki kasihnya? Bisa dibilang tidak ada di masa-masa itu. Mungkin hanya kenangan akan figur ibu dan ayah yang samar-samar, namun kasih akan Allah mampu membuatnya bertahan dan bahkan memiliki hati yang memaafkan saudara-saudaranya!

Mari belajar dari Yusuf dan mengaplikasikannya dalam hidup kita! Jika kita masih sulit mengasihi keluarga kita sendiri, ada ganjalan atau peristiwa traumatis yang kita alami, mari ijinkan kasih Allah yang memulihkan total kita! Jika peristiwa yang kita alami berat, mungkin bisa juga kita memulihkan diri melalui konseling dengan konselor yang terpercaya!
Tidak ada hati yang terlalu keras untuk Yesus pulihkan! Kasih Allah yang begitu besar hingga merelakan AnakNya sendiri dikorbankan di kayu salib cukup , bahkan lebih dari cukup untuk saudara dan saya!

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^