Pergumulan saya yang terbesar sejak dulu adalah: KESOMBONGAN. Serius!!
Ni dosa yang paling sering saya lakukan. :( Saya sadar kalo saya sombong
ketika membaca sebuah artikel bahwa rasa minder sebenarnya adalah bentuk lain dari rasa sombong. Saya tuh dulu minder banget. Terutama soal musik!
1. Ketika saya melayani sebagai pengiring ibadah, saya takut dibilang mainnya jelek oleh pianis2 yang sudah senior. Saya takut dihakimi oleh mereka. Kenapa? Karena sebenernya saya hobi menghakimi mereka! Kalo bukan giliran saya yang pelayanan, pasti saya menghakimi para pemusik dari bangku jemaat. "Oh ini mainnya bagus.. itu mainnya jelek.." -->contoh buruk, jangan ditiru.. Lagi kebaktian bukannya konsen muji Tuhan, malah nge-judge orang..
2. Ketika bikin aransemen untuk ensemble, saya takut filler-nya jelek. Pilihan chordnya kurang aneh-aneh. Memadukan instrumennya kurang oke. Rhythm-nya kurang nyolong2. Pokoknya kalah deh sama arranger2 laiiinn!!!
Artikelnya menjelaskan: Orang yang minder sebenernya adalah orang yang merasa gagal menunjukkan kesombongannya. Wah! Saya tersentak! Bener sih.. Saya sebenernya pengen pamer bahwa saya yang paling bagus main pianonya, saya yang paling bagus bikin aransemennya. Tapi karena gak bisa, saya jadi minder. :(
Intinya, saya sebenernya sombong! Apa yang Alkitab bilang?
Orang congkak ditentang Allah!!! Mulai ngomong ma diri sendiri: "Fani, mau ditentang Allah?? Mau idup lo nyungsep senyungsep-nyungsepnya?? Gak ada Allah, lo jalan sendiri lho! Bikin keputusan semua sendiri!! Siap-siap aja idup lo berantakan! Mau??" Menjawab diri sendiri: "Ngga mauuuuuu!!!!!! Gak mau ditentang Allah, gak mau bikin keputusan sendiri. Udah pernah begitu, dan hasilnya kacau bangeeettt!!! Iya deehhh, aku mau belajar gak congkak lagiii... Tuhan Yesus, ajariiiinnn....."
Akhirnya kemaren saya diajarin. Cihuy! Lum berhasil praktekinnya sih, ini baru teorinya. Tapi, saya senang Tuhan bukain tentang hal ini.
Kemarin ada Seri Pentakosta di gereja. Pembicaranya Ibu Novi Sine S. Th. Dia mengambil ayat yang sudah sangat saya kenal. Kedua ayat ini biasanya sangat terkenal kalo dibawa dalam topik relationship. Tapi, saya gak nyangka sebenarnya dua ayat ini berbicara tentang hal lain, yaitu pencegahan kesombongan.
Saya membahas di tulisan saya Tubuh dan Emosi Wanita tentang bagaimana perempuan membawa citra Allah dalam dirinya. Saya juga membahas bahwa pria membawa citra Allah di dalam dirinya di Pria Penyelamat. Intinya, kita semua membawa gambar Allah. Di tulisan Tubuh dan Emosi Wanita itu saya menulis:
"Setiap pria yang menyentuh kita (wanita), berarti menyentuh yang kekal! Yang kekal = Allah sendiri!!" Kalimat itu bisa dibalik juga. Setiap wanita yang menyentuh pria, berarti menyentuh yang kekal! Yang kekal = Allah sendiri!! Kalau pria tidak boleh menyakiti wanita, berarti wanita juga tidak boleh menyakiti pria. Kalau pria gak boleh menganggap wanita sebagai 'golongan kelas dua', wanita juga gak boleh menganggap pria sebagai 'golongan kelas dua'. Dua-duanya tidak pantas diperlakukan dengan kasar dan hina, baik secara fisik maupun verbal.
Perhatikan kata 'penolong'. Kalau kita hanya membaca sampai kata 'penolong' itu saja, kita bisa terjebak dalam pemikiran seperti ini:
1. Yang cewe mikir: Kita kan penolong, berarti cowo yang ditolong. Di mana-mana yang ditolong itu lebih payah/bodoh dibanding yang nolongin. Jadi, cewe-cewe itu lebih hebat/pintar dibanding kaum cowo.
2. Yang cowo mikir: Dia kan penolong, berarti emang tugasnya gw suruh-suruh mulu. Wajar kalau gw memerintah dia terus-menerus. Cowo kan lebih berkuasa daripada cewe.
See? Ngawur kan? Kita gak bisa melihat kata 'penolong' dalam sebuah hierarki. Syukurlah Allah gak berhenti sampai situ aja. Allah terusin: yang sepadan dengan dia. Allah menginginkan sebuah 'hubungan saling', yaitu 'hubungan saling menolong'. Allah menegaskan bahwa hubungan kita dengan sesama adalah setara. Kita semua sepadan. Kita semua kebagian kok membawa citra Allah yang mulia. Tidak ada satu yang posisinya lebih tinggi, satu lebih rendah.
Jadi, bagaimana saya bisa menyombongkan diri lagi? Atau minder lagi? Masing-masing individu adalah karya ciptaanNya yang paling spesial, His highest creation. Kalau saya underestimate seseorang, itu artinya saya meng-underestimate Allah.
Ibu Novi menutup dengan menceritakan sebuah game. Coba kita berdiri berhadap-hadapan dengan seseorang. Lihat mata orang tersebut di bagian hitamnya, di selaput pelanginya. Apa yang kita lihat? Jawabannya: tentu diri kita sendiri. Menarik kan? Jadi makna game-nya: Di dalam saya ada dia, di dalam dia ada saya. :)
Kesimpulan:
Supaya kita gak mudah terjebak dalam hierarki (merasa lebih hebat [sombong] atau lebih payah [minder] dari orang lain), marilah kita ingat bahwa setiap manusia diciptakan dengan membawa gambar Allah dalam dirinya. Allah menganggap kita setara, mengapa kita yang membeda-bedakan? Siapakah kita sehingga berani membeda-bedakan?
Mengenai saya, sekarang perasaan minder di musik masih ada, tapi gak separah dulu. Ketika beribadah, saya belajar untuk lebih menikmati kata-kata pujian dibanding pilihan chord yang diambil. Saya bikin aransemen (walaupun udah jarang) dengan pengetahuan yang sudah saya punya, gak maksa mesti bikin aransemen yang susah dan keren seperti arranger lainnya. Saya berusaha menempatkan diri saya setara dengan orang lain, tidak lebih hebat atau lebih payah. Tentu ini bukan artinya saya puas dengan pengetahuan saya sekarang. Saya masih pengen belajar dan mengembangkan terus kok. :) Tapi sekarang, stop sombong ataupun minder!
Teman2, seringkali dosa sombong itu gak kelihatan. Mungkin di mulut saya gak menghina, tapi hati saya seringkali meremehkan orang lain tanpa saya sadari. :( Jadi, mohon dukungan dan tegurannya yah kalo saya sombong. Walaupun kadang saya gak berbicara, mungkin tatapan mata dan lekukan bibir saya menyiratkan kesombongan. Body language juga bisa menunjukkan isi hati bukan? Kalo ada yang melihat saya seperti itu, mohon tegurannya ya! :)
1. Ketika saya melayani sebagai pengiring ibadah, saya takut dibilang mainnya jelek oleh pianis2 yang sudah senior. Saya takut dihakimi oleh mereka. Kenapa? Karena sebenernya saya hobi menghakimi mereka! Kalo bukan giliran saya yang pelayanan, pasti saya menghakimi para pemusik dari bangku jemaat. "Oh ini mainnya bagus.. itu mainnya jelek.." -->contoh buruk, jangan ditiru.. Lagi kebaktian bukannya konsen muji Tuhan, malah nge-judge orang..
2. Ketika bikin aransemen untuk ensemble, saya takut filler-nya jelek. Pilihan chordnya kurang aneh-aneh. Memadukan instrumennya kurang oke. Rhythm-nya kurang nyolong2. Pokoknya kalah deh sama arranger2 laiiinn!!!
Artikelnya menjelaskan: Orang yang minder sebenernya adalah orang yang merasa gagal menunjukkan kesombongannya. Wah! Saya tersentak! Bener sih.. Saya sebenernya pengen pamer bahwa saya yang paling bagus main pianonya, saya yang paling bagus bikin aransemennya. Tapi karena gak bisa, saya jadi minder. :(
Intinya, saya sebenernya sombong! Apa yang Alkitab bilang?
Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.
Yakobus 4:6, 1 Petrus 5:5.
Yakobus 4:6, 1 Petrus 5:5.
Orang congkak ditentang Allah!!! Mulai ngomong ma diri sendiri: "Fani, mau ditentang Allah?? Mau idup lo nyungsep senyungsep-nyungsepnya?? Gak ada Allah, lo jalan sendiri lho! Bikin keputusan semua sendiri!! Siap-siap aja idup lo berantakan! Mau??" Menjawab diri sendiri: "Ngga mauuuuuu!!!!!! Gak mau ditentang Allah, gak mau bikin keputusan sendiri. Udah pernah begitu, dan hasilnya kacau bangeeettt!!! Iya deehhh, aku mau belajar gak congkak lagiii... Tuhan Yesus, ajariiiinnn....."
Akhirnya kemaren saya diajarin. Cihuy! Lum berhasil praktekinnya sih, ini baru teorinya. Tapi, saya senang Tuhan bukain tentang hal ini.
Kemarin ada Seri Pentakosta di gereja. Pembicaranya Ibu Novi Sine S. Th. Dia mengambil ayat yang sudah sangat saya kenal. Kedua ayat ini biasanya sangat terkenal kalo dibawa dalam topik relationship. Tapi, saya gak nyangka sebenarnya dua ayat ini berbicara tentang hal lain, yaitu pencegahan kesombongan.
Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.
Kejadian 1: 27
Kejadian 1: 27
Saya membahas di tulisan saya Tubuh dan Emosi Wanita tentang bagaimana perempuan membawa citra Allah dalam dirinya. Saya juga membahas bahwa pria membawa citra Allah di dalam dirinya di Pria Penyelamat. Intinya, kita semua membawa gambar Allah. Di tulisan Tubuh dan Emosi Wanita itu saya menulis:
"Setiap pria yang menyentuh kita (wanita), berarti menyentuh yang kekal! Yang kekal = Allah sendiri!!" Kalimat itu bisa dibalik juga. Setiap wanita yang menyentuh pria, berarti menyentuh yang kekal! Yang kekal = Allah sendiri!! Kalau pria tidak boleh menyakiti wanita, berarti wanita juga tidak boleh menyakiti pria. Kalau pria gak boleh menganggap wanita sebagai 'golongan kelas dua', wanita juga gak boleh menganggap pria sebagai 'golongan kelas dua'. Dua-duanya tidak pantas diperlakukan dengan kasar dan hina, baik secara fisik maupun verbal.
TUHAN Allah berfirman: "Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia."
Kejadian 2: 18
Kejadian 2: 18
Perhatikan kata 'penolong'. Kalau kita hanya membaca sampai kata 'penolong' itu saja, kita bisa terjebak dalam pemikiran seperti ini:
1. Yang cewe mikir: Kita kan penolong, berarti cowo yang ditolong. Di mana-mana yang ditolong itu lebih payah/bodoh dibanding yang nolongin. Jadi, cewe-cewe itu lebih hebat/pintar dibanding kaum cowo.
2. Yang cowo mikir: Dia kan penolong, berarti emang tugasnya gw suruh-suruh mulu. Wajar kalau gw memerintah dia terus-menerus. Cowo kan lebih berkuasa daripada cewe.
See? Ngawur kan? Kita gak bisa melihat kata 'penolong' dalam sebuah hierarki. Syukurlah Allah gak berhenti sampai situ aja. Allah terusin: yang sepadan dengan dia. Allah menginginkan sebuah 'hubungan saling', yaitu 'hubungan saling menolong'. Allah menegaskan bahwa hubungan kita dengan sesama adalah setara. Kita semua sepadan. Kita semua kebagian kok membawa citra Allah yang mulia. Tidak ada satu yang posisinya lebih tinggi, satu lebih rendah.
Jadi, bagaimana saya bisa menyombongkan diri lagi? Atau minder lagi? Masing-masing individu adalah karya ciptaanNya yang paling spesial, His highest creation. Kalau saya underestimate seseorang, itu artinya saya meng-underestimate Allah.
Ibu Novi menutup dengan menceritakan sebuah game. Coba kita berdiri berhadap-hadapan dengan seseorang. Lihat mata orang tersebut di bagian hitamnya, di selaput pelanginya. Apa yang kita lihat? Jawabannya: tentu diri kita sendiri. Menarik kan? Jadi makna game-nya: Di dalam saya ada dia, di dalam dia ada saya. :)
Kesimpulan:
Supaya kita gak mudah terjebak dalam hierarki (merasa lebih hebat [sombong] atau lebih payah [minder] dari orang lain), marilah kita ingat bahwa setiap manusia diciptakan dengan membawa gambar Allah dalam dirinya. Allah menganggap kita setara, mengapa kita yang membeda-bedakan? Siapakah kita sehingga berani membeda-bedakan?
Mengenai saya, sekarang perasaan minder di musik masih ada, tapi gak separah dulu. Ketika beribadah, saya belajar untuk lebih menikmati kata-kata pujian dibanding pilihan chord yang diambil. Saya bikin aransemen (walaupun udah jarang) dengan pengetahuan yang sudah saya punya, gak maksa mesti bikin aransemen yang susah dan keren seperti arranger lainnya. Saya berusaha menempatkan diri saya setara dengan orang lain, tidak lebih hebat atau lebih payah. Tentu ini bukan artinya saya puas dengan pengetahuan saya sekarang. Saya masih pengen belajar dan mengembangkan terus kok. :) Tapi sekarang, stop sombong ataupun minder!
Teman2, seringkali dosa sombong itu gak kelihatan. Mungkin di mulut saya gak menghina, tapi hati saya seringkali meremehkan orang lain tanpa saya sadari. :( Jadi, mohon dukungan dan tegurannya yah kalo saya sombong. Walaupun kadang saya gak berbicara, mungkin tatapan mata dan lekukan bibir saya menyiratkan kesombongan. Body language juga bisa menunjukkan isi hati bukan? Kalo ada yang melihat saya seperti itu, mohon tegurannya ya! :)
No comments:
Post a Comment
Share Your Thoughts! ^^