Beberapa
hari lalu Grace, keponakan saya meminta saya menulis tentang
pengalaman hidup saya sampai mengambil keputusan untuk melajang/tidak
menikah. Ini merupakan sesuatu yang menantang dan saya memutuskan
untuk menerimanya. Pasti
ini merupakan suatu pergumulan panjang yang tidak mudah.
Pernah
saya berdiskusi dengan seorang teman pria dengan topik:
“Pernikahan”.Teman itu mengatakan bahwa rasanya dia tidak
sanggup untuk hidup melajang, dia membutuhkan seorang istri. Untuk
saya sendiri saya menyatakan bahwa sebenarnya saya juga ingin menikah
dan hidup berkeluarga. Tetapi pengalaman-pengalaman yang saya alami
kemudian mengubah pendirian saya.
Seingat
saya ada 3 pria yang secara serius mengisi hidup saya.Yang pertama
katakan saja namanya D.D, dia teman sekelas saya di STT (Sekolah
Tinggi Theologia) X, Kota L. Sejak tingkat pertama sebenarnya sudah
ada perhatiannya terhadap saya, tetapi karena nampaknya saya kurang
menanggapi, dianya mundur.
Saat
duduk di tingkat terakhir di STT, saya semakin dekat dengan DD Karena
DD lebih cepat dalam menulis skripsi maka dalam waktu dekat dia akan
menyelesaikan studi dan harus meninggalkan Kota L. Untuk saya
sendiri, dikarenakan mengganti judul skripsi jadi studi saya tertunda
setahun. Ketika itu D.D menunjukkan keseriusannya dengan saya dan
menyatakan bila saya memang mau menerima dia, besok kakaknya akan
datang melamar. Dan saya minta waktu seminggu untuk bergumul dan
berdoa. Sebenarnya sebelum itu, seorang sahabat D.D datang pada saya
dan memberitahu saya bahwa ada seorang gadis di Kota M yang serius
dan menunggu DD
Dalam
pergumulan dan doa saya TUHAN sendiri menunjukkan keadaan “hati
saya yang sebenarnya”. Saat itu sore hari DD mengapeli saya, tetapi
malam harinya saya memimpikan seorang pria lain, bukan DD Saya
terkejut, berarti selama ini hati saya belum/tidak sepenuhnya tertuju
kepada D.D, sedangkan DD hatinya tulus sepenuhnya untuk saya.
Mungkin yang ada dalam hati saya lebih banyak rasa “kasihan”
daripada “cinta” bagi DD Bila diteruskan hubungan kami akan
semakin tidak seimbang, sedangkan DD layak memperoleh orang yang
memang mencintainya sepenuh hati seperti gadis yang di Kota M. Saya
tidak ingin “mengorbankan” DD sekedar memenuhi “kekosongan”
dan keegoisan saya. Maka saya memutuskan hubungan dengannya secara
baik-baik, dan hubungan kami tetap terpelihara sampai sekarang. Juga
saya berhubungan baik dengan istri DD, S, yang juga tahu hubungan
yang pernah ada antara saya dan suaminya.
Melalui
hubungan dengan kak DD saya menghayati bahwa
menikah atau tidak menikah bukan hanya semata-mata kehendak TUHAN,
tetapi saya sendiri ikut memutuskan dan memilih.
Dalam setiap keputusan yang saya ambil saya sendiri ikut
menentukan pilihannya, artinya: Saya ikut bertanggung-jawab dalam
setiap pilihan dan keputusan yang diambil.
Pria
kedua katakan namanya PP Saya mengenalnya hanya dalam suatu forum
diskusi. Waktunya tidak lama, tetapi entah rasanya hati saya
“melekat” kepadanya. Tetapi justru disini terjadi yang sebaliknya
dengan hubungan saya dengan DD dulu. Saya amat mencintai PP, tetapi
dia justru bersikap “dingin adem-adem” saja. Pergumulan saya
dengan TUHAN sebenarnya sudah menghasilkan jawaban yang jelas: TUHAN
menyatakan PP bukan untuk saya, tetapi saya berkeras dan memaksakan
ke hendak: ”Kalau dia memang bukan untuk saya, mengapa TUHAN
mempertemukan saya dengan PP?”, akhirnya seolah TUHAN berkata:
”Terserah kalau kamu memaksakan diri”. Dan justru hubungan saya
dengan PP semakin tidak jelas, saya amat sangat menderita dengan
hubungan ini. Saat itu saya sudah lulus dan menjadi vicaris,calon
pendeta di sebuah gereja, sedangkan PP masih menulis skripsi belum
selesai di Kota L. Saya sering menangis dan badan menjadi
kurus,sampai-sampai saya malu dan tidak berani pulang ke Kota L.
Sementara itu hubungan saya dengan TUHAN juga menjadi semakin
kacau . Seolah-olah doa-doa saya tidak pernah sampai pada TUHAN, cuma
sampai ke plafon, dan kembali lagi. Saya merasa seperti layang-layang
putus tali yang terombang-ambing , yang kehilangan “Pemiliknya”.
Saya belum pernah merasa putus-asa dan sedemikian stress, “terhilang”
seperti saat itu. Rupanya doa, yang merupakan hubungan pribadi dengan
TUHAN tidak bisa digantikan dengan yang lain. Bahkan dengan
konseling pada seorang konselor yang akhli sekalipun, saya merasa
“merana, meranggas”, seperti ranting anggur yang dicabut dari
pokoknya, mulai melayu dan mengering menuju kematian.
Tiba-tiba
saja saya tidak tahu ada kekuatan dari mana tetapi saya kemudian
berani memutuskan hubungan dengan PP, dan kelegaan yang luar biasa
mulai menyeruak, seperti air bah yang dingin dan bersih masuk ke
dalam hati dan hidup saya, membersihkan dan menyegarkan kembali
ranting yang mulai melayu dan mengering. Hati saya disegarkan dan
dihidupkan kembali. Doa-doa saya mulai bisa naik ke hadirat-Nya, dan
saya merasakan BAPA dengan Kasih-Nya merengkuh saya ke dalam
pelukan-Nya.
Sukacita
dan damai-sejahtera dari atas mulai mengaliri dan menghidupkan saya
kembali. Puji TUHAN! Saya seperti “anak hilang” yang kembali ke
Rumah BAPA, tidak diusir pergi, tetapi diterima kembali dengan
sukacita dan pesta-pora!
Hubungan
yang tidak seimbang dengan PP mengajarkan saya beberapa hal, antara
lain:
- Saya merasakan penderitaan yang paling berat/hebat adalah rusaknya hubungan dengan TUHAN. Saya sudah merasakan “sedikit siksa neraka” saat saya memberontak kepada TUHAN dan mencari keinginan saya sendiri. Saat itu saya kehilangan damai-sejahtera dan sukacita yang selama ini saya alami. Maka saya kapok, dan mau sungguh-sungguh bertobat, dan berkomitmen tidak akan pernah melakukan kebodohan yang sama lagi. Sebab damai sejahtera dan sukacita dari TUHAN tidak pernah dapat digantikan dengan apapun. Kalau TUHAN tidak membuang saya dan masih memberikan perlindungan dan pemeliharaanNya kepada saya itu semata-mata adalah kasih-karunia-NYA bagi saya.
- TUHAN sebenarnya punya TujuanNya dalam hidup setiap kita, anda,anda dan saya. Ini saya kutip dari The Purpose Driven Life (terjemahan: Kehidupan yang digerakkan oleh Tujuan) karangan Rick Warren. Oleh sebab itu seharusnya kita berusaha mencocokkan hidup kita dengan tujuan yang TUHAN sudah tetapkan bagi kita.
Pria
ketiga saya temui di Kota C , katakan namanya W.Dia adalah murid
katekisasi saya. Seorang pria sederhana, yang baru saja percaya dan
menerima Tuhan Yesus secara pribadi. Hubungan dengannya dimulai
sesudah saya pindah kerja ke Kota T. Dia sering mengirim surat dan
saya pasti membalasnya. Satu hari, tanpa pemberitahuan lebih dulu dia
datang, sore hari jam 17.30. Saya sedang pergi keluar dan dia
menunggu, jam 19.40 baru saya datang, tergesa-gesa, sebab jam 20.00
ada rapat. Maka dalam waktu beberapa menit kami janjian. Besok pagi
dia akan datang jam 08.30, saya ada waktu sebelum mengajar jam 10.00.
Esoknya saya menunggu di pintu gerbang Sekolah sejak jam 08.30, dan
dia menunggu saya di ruang tamu Asrama Putri. Kami saling menunggu
kurang lebih sejam, akhirnya kami bertemu hanya beberapa menit saja,
rupanya itu pertemuan kami terakhir. W kembali ke Kota C menulis
surat kepada saya, dan saya sempat membalasnya, hubungan kami semakin
dekat. Di surat itu saya memberinya signal “lampu hijau”. Dan
sesaat, sesudah menerima surat terakhir saya, terjadilah kecelakaan
itu.
W
berboncengan sepeda motor dengan temannya menuju ke laut. W memang
memakai kaca mata tebal dan di jalan yang gelap sepeda motornya
menabrak truk yang mogok dijalan.W seketika meninggal dunia dan
temannya keesokan harinya. Saya menunggu-nunggu suratnya, dan yang
datang sebuah kartu pos yang memberitahukan tentang kecelakaan dan
kematian W dari Ketua Majelis Gereja.
Saat
itu saya sedang berdoa dan bertanya kepada TUHAN, ”Apa dia ini
orangnya?” Sebab kelihatannya iya, yaitu seorang pria yang takut
akan TUHAN dan mendukung pelayanan saya sebagai calon pendeta.
Memperoleh berita itu dengan sedih saya bertanya pada TU- HAN,
”Mengapa harus berakhir seperti ini? Seandainya TUHAN mengatakan
‘tidak’ pun saya tidak akan memaksakan kehendak”.
Baru
kemudian, dengan berjalannya waktu TUHAN memperlihatkan
keluarbiasaan-Nya dalam mengatur segala hal, yang besar sampai yang
terkecil. Khususnya tentang pertemuan terakhir dengan W, mengapa
terjadi sedemikian singkat, sehingga tidak ada waktu W untuk
mengungkapkan isi hatinya kepada saya? TUHAN menyatakan seandainya
ada waktu cukup, dan W menyatakan perasaannya kepada saya, seandainya
saya menjawab “Ya” dan kemudian terjadilah kecelakaan dan
kematian itu, pasti alangkah hancurnya hati saya saat itu … Tetapi
seandainya saya menjawab, ”Tidak” kemudian terjadilah kecelakaan
itu, alangkah beratnya beban yang akan saya pikul. perasaan berdosa
sudah menolak cinta W, jangan-jangan kecelakaan itu terjadi dengan
disengaja?
Oh
TUHAN, alangkah ajaib, dahsyat dan luar biasanya jalan-jalan MU!
Roma
11: 33 “O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan
Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusanNya, dan sungguh
tak terselami jalan-jalanNya”.
Semakin
jelas tuntunan TUHAN bagi saya: TUHAN ingin saya bergantung secara
utuh dan penuh hanya kepadaNya saja, bukan pada seorang
laki-laki,entah suami atau pacar.
Tidak
ada yang perlu disesali lagi. Dalam setiap pergumulan dengan TUHAN
saya selalu bersikap serius, sehingga apa yang TUHAN
tunjukkan,nyatakan dan arahkan akan saya ikuti. Saya percaya itu yang
terbaik untuk saya,dan selama itu pula Kasih karunia dan damai
sejahtera-Nya nyata dalam hidup saya. Ternyata meskipun saya tidak
mempunyai pendamping/ suami, bersama TUHAN saya bisa. Saya merasa
hidup saya seperti lagu ini:
S`panjang
jalan TUHAN pimpin, itu cukup bagiku
Apakah
yang kurang lagi,jika Dia Panduku?
Diberi
damai Surgawi asal imanku teguh
Suka-duka
dipakaiNya untuk kebaikanku ( 2X)
Di
jalanku yang berliku dihiburNya hatiku
Bila
tiba pencobaan dikuatkan imanku
Jika
aku kehausan dan langkahku tak tetap
Dari
cadas didepanku datang air yang sedap (2X)
Beberapa
pesan untuk mereka yang masih single:
1.Kita
boleh meminta pada TUHAN hal-hal yang kita inginkan, juga pasangan
hidup. Filipi 4:6 berkata,“Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang
apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada
Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur”
2.
Jangan menelan mentah-mentah Motto yang berbunyi: ”Setiap orang
dilahirkan, menikah dan meninggal dunia”. Seolah-olah tujuan hidup
manusia hanyalah menikah, sehingga orang-orang yang tidak menikah
dianggap belum/tidak akan mencapai tujuan hidupnya. Sehingga saat
kita masih single kita merasa minder dan kurang pede
dibandingkan yang sudah menikah. Didalam Sejarah Suci ada orang-orang
yang tidak menikah sebab mempersembahkan hidup untuk Allah, misal:
Yohanes Pembaptis, Rasul Paulus, bahkan Tuhan Yesus sendiri.
Meskipun
demikian kita juga menolak pandangan bahwa orang yang tidak menikah
dianggap lebih suci daripada yang menikah. Keputusan seseorang untuk
menikah atau tidak adalah sebuah pilihan dengan konsekuensinya
masing-masing. Yang satu derajatnya di hadapan Allah tidak lebih
tinggi daripada yang lain.
3.
Cocokkan keinginan dan kehendak kita dengan kehendak TUHAN,yang
menjadi Norma/ patokan. Seperti penggalan sebuah lagu rohani:
”…Jadikan kehendakku sama dengan maksudMu”
Tetapi
sebagai orang yang percaya kepada Kristus dalam memilih pasangan kita
tidak pakai kriteria duniawi (3 Ta= Tahta, kekuasaan,kedudukan;
Harta, uang dan kekayaan dan Wanita/Pria yang hebat), tetapi kriteria
rohani: Yang seiman,yang sudah mengalami hidup baru dan bertumbuh
dalam Kristus.
4.Bersikaplah
Jujur kepada:
a.Hati nurani sendiri: ”Benarkah dia orang yang tepat untuk
mendampingiku? Benarkah dia yang sungguh ku ingini menjadi ayah/ibu
dari anak-anakku?” Jangan sekali-kali melakukan pernikahan sebab
dorongan/perintah orang lain, entah orang tua atau keluarga.
b.Jujur
kepada TUHAN: Sebelum mengambil keputusan, doakan dan pergumulkan
lebih dulu dengan TUHAN. Bila TUHAN menjawab dan mengarahkan kita
jangan bebal dan keras kepala, taati dan percayai TUHAN.
Amsal
3: 5-7 “Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu,dan janganlah
bersandar pada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu,
maka Ia akan meluruskan jalanmu.Janganlah engkau menganggap dirimu
sendiri bijak, takutlah akan TUHAN dan jauhilah kejahatan.”
Sebuah
lagu yang liriknya indah dan mengena untuk kita semua,terambil dari
:
Pengkhotbah 3:11:
INDAH
PADA WAKTUNYA
Ada
waktu di hidupku pencobaan berat menekan.
Aku
berseru :”Mengapa ya TUHAN? Nyatakan kehendakMU”
Jalan
TUHAN bukan jalanku jangan bimbang ataupun ragu
Nantikan
TUHAN jadikan semua indah pada waktuNya
Hari
esok tiada ku tahu namun tetap langkahku maju
Percaya
TUHAN jadikan semua indah pada waktunya.
Ref:
Pada TUHAN masa depanku, pada TUHAN ku s’rahkan hidupku
Nantikan TUHAN berkarya indah pada waktunya.
No comments:
Post a Comment
Share Your Thoughts! ^^