by Sarah Eliana
Satu lagi tulisan yg gw tulis pake bahasa Inggris and translate ke Indonesian dengan bantuan Mr. Google Translate. Hehehe...
// English Version
Have you ever wondered... Have you ever asked what tools Jesus uses when He work on His beloved? I had imagined that His workplace would be like a nursery... The far-off tinkling sound of wind chimes... The soft soothing colors of the wallpaper... The cuddly toys... The puffy bedcover... The relaxing music... Everything that a tired soul needs to recharge and relax.
I asked Him once. I asked Him to show me His workplace. He looked at me with compassion and asked "Are you sure, child? What you will see might not be what you have expected". "Yes, Lord, I am sure."
He took me by the hand and led me to a shed. "This is where I work", He said. I pushed the door open and gasped at what I saw.
There were no wind chimes. No cuddly toys nor puffy bedcover. No relaxing music either. There were tools... sharp intimidating tools. I looked at Him and before I could voice my concern, He led me to the nearest bench.
Picking up a chisel, He said "This is known to you as Pain. A lot of times, I have to chip off ungodly character from you and your fellow men. It is a painful process, but in the end..."
Picking up an intricate, beautifully carved wooden chest He continued "it is needed to make you more like Me."
"And this one here is 'Suffering'", He said and pointed to a sandpaper machine. "Your arrogant rugged heart require that I use Suffering from time to time. When I am done with Suffering, you will be slower to judge, quicker to accept and comfort your fellow men. You will be more humble and loving."
Feeling a hammer in His hands, He said "This is called Sorrow. I use it drive the truth of My Word into your hardened heart. I do not like using Sorrow to discipline you, but it is needed so that you will turn from self and sins to Me and eternal life."
"This here is Grace", He said as He showed me pliers. "I have to use this all the time to ply off hurts and pains in your heart caused by the words and actions of your fellow men."
"These hurtful words and actions often leave holes in your heart, dearest, and when that happens, I have to use this..." He picked up a bucket of white glue and continued, "I call this Mercy. It is the truth of My comforting Word being poured into your heart so that you know that I love you and you are precious to Me."
Holding a brush He said "This is one of my favorites. I call it Hope. It is used to apply My love and mercy on your heart so that you remember to apply My love and mercy in your life and bless your brothers and sisters."
Finally, holding a bottle of varnish He said "This is my favorite called Love. When Love is applied on your heart, it leaves a glorious glow and My Name is glorified as you love Me and your fellow men."
He turned to me and said "I wish I do not have to work with those horrendous looking tools, my darling, but it is necessary so that you and your fellow men will turn from your sinful life to a life of eternal joy in Me. It is only because you are precious and honored in My sight that I choose to work this way. I want you to live a life that is headed toward Christ."
He put His hands on my cheek and kissed my forehead. I looked at His hands and saw the wounds on His palms. I saw the burn marks cause by using sandpaper, and the cuts caused by using chisels. I looked up to find His eyes full of tears of love and compassion... And I finally understand. It hurts Him more than it hurts us when He has to work with pain, suffering, and sorrow. It breaks His heart so... But He must because our hearts are hardened and without His interference, we are all walking towards death.
He then reached out His arms and drew me to His embrace. I heard His heartbeats and knew that His heart beats for us.
This is how God showed his love among us:
He sent his one and only Son into the world
that we might live through him.
This is love: not that we loved God,
but that he loved us
and sent his Son
as an atoning sacrifice for our sins.
Dear friends, since God so loved us,
we also ought to love one another.
(1 John 4:9-11)
// Versi Bahasa Indonesia
Pernahkah engkau berpikir... Pernahkah engkau bertanya alat apa yang Tuhan gunakan ketika Dia bekerja dalam hidup orang-orang yang dikasihiNya? Aku membayangkan bahwa tempat kerja-Nya akan seperti ruang kamar bayi... suara dentingan lonceng angin terdengar di kejauhan... Wallpaper dengan warna yang menenangkan tertempel di dinding... Boneka-boneka yang empuk tersebar di mana-mana... Bedcover yang lembut di atas ranjang... Musik yang menenangkan terdengar di seisi kamar... Segala sesuatu yang diperlukan oleh jiwa yang lelah dapat ditemui di kamar itu.
Suatu hari, aku bertanya pada-Nya. Aku meminta-Nya untuk menunjukkan tempat kerja-Nya. Dia menatapku dengan belas kasih dan bertanya "Apakah engkau yakin, anak-Ku? Apa yang akan engkau lihat mungkin tidak sama dengan apa yang kau bayangkan." "Ya, Tuhan, aku yakin."
Dia memegang tanganku dan menuntunku ke sebuah gudang. "Ini adalah tempat kerjaKu", katanya. Kudorong pintu gudang itu hingga terbuka, dan tersentak dengan apa yang kulihat. Tidak ada lonceng angin. Tidak ada boneka empuk maupun bedcover lembut. Tidak ada musik. Yang ada hanyalah alat-alat... Yang tajam dan mengintimidasi. Aku memandang-Nya dan sebelum aku bisa menyuarakan keprihatinan saya, Dia menuntunku ke meja kerjaNya.
Mengambil pahat, Dia berkata "Engkau mengenal alat ini dengan nama Kesengsaraan. Banyak kali, Aku harus membuang karakter fasik dari dalam dirimu dan diri sesamamu. Suatu proses yang menyakitkan, tapi di akhir proses ini..."
Ia mengambil sebuah kotak kayu dengan ukiran yang sangat rumit dan indah, Ia melanjutkan "diperlukan untuk membuatmu menjadi seperti Aku."
"Dan yang satu ini di sini adalah Kepedihan", Dia berkata dan menunjuk ke mesin amplas. "Hatimu yang sombong dan kasar mengharuskan Aku untuk menggunakan Kepedihan dari waktu ke waktu. Ketika Aku selesai dengan Kepedihan, engkau akan lebih lambat untuk menghakimi, lebih cepat untuk menerima dan menghibur sesamamu manusia. Engkau akan lebih rendah hati dan penuh kasih."
Dengan palu di tangan-Nya, Dia berkata "ini disebut Penderitaan. Aku menggunakan alat ini untuk memaku kebenaran Firman-Ku ke dalam hatimu yang keras. Aku tidak suka menggunakan Penderitaan untuk mendisiplin engkau, tetapi hal ini diperlukan sehingga engkau akan berbalik dari diri sendiri dan dosa kepada-Ku dan hidup yang kekal."
"Ini di sini adalah Kasih Karunia", Ia mengatakan sambil menunjukkan kepada saya sebuah tang. "Aku seringkali harus menggunakan alat ini untuk mencabut kesakitan dan kepedihan yang disebabkan oleh kata-kata dan tindakan sesamamu." "Kata-kata dan tindakan mereka yang menyakiti engkau seringkali meninggalkan lubang dalam hatimu, dan ketika itu terjadi, Aku harus menggunakan ini...", Dia mengambil sebuah ember berisi lem putih dan melanjutkan, "Saya menyebutnya Kemurahan Hati. Ini adalah kebenaran Firman-Ku yang dicurahkan ke dalam hatimu sehingga engkau tahu bahwa Aku mencintaimu dan engkau berharga dimata-Ku."
Ia kemudian menggengam kuas dan berkata "Ini adalah salah satu alat favoritKu. Aku menyebutnya Pengharapan. Alat ini digunakan untuk membubuhi kasih dan belas kasihan-Ku dalam hatimu sehingga engkau selalu ingat untuk menerapkan kasih dan belas kasihan dalam hidupmu, dan memberkati sesamamu manusia."
Akhirnya, memegang sebotol varnish Dia berkata "Ini adalah favoritKu, dan Aku menyebutnya Kasih. Ketika Kasih dibubuhi pada hatimu, ia meninggalkan cahaya mulia dan NamaKu dimuliakan saat engkau mengasihi Aku dan sesamamu."
Dia kemudian menoleh ke arahku dan berkata "Aku berharap Aku tidak harus bekerja dengan alat-alat yang demikian mengerikan, sayangku, namun perlu kulakukan supaya engkau dan sesamamu akan berubah dari kehidupan dosa ke kehidupan sukacita abadi di dalam Aku. Hanya karena engkau berharga di mata-Ku maka Aku memilih untuk bekerja dengan cara ini. Aku ingin engkau menjalani kehidupan yang menuju ke kekekalan di dalam Kristus."
Ia meletakkan tangan-Nya di pipiku dan mencium keningku. Aku menatap tangan-Nya dan melihat lubang di telapak tangan-Nya. Aku melihat luka bakar di jari-jarinya yang terjadi saat ia menggunakan amplas. Kulihat luka yang disebabkan saat ia memakai pahat. Aku mengangkat wajahku dan kulihat mata-Nya penuh air mata cinta dan kasih sayang... Dan aku akhirnya mengerti. Ia jauh lebih merasakan sakit dan penderitaan saat ia harus bekerja dalam diri kita melalu kesengsaraan, penderitaan dan kepedihan. Hatinya hancur... Tetapi Ia harus terus bekerja melalui hal-hal itu karena hati kita telah mengeras dan tanpa campur tangan-Nya, kita semua berjalan menuju maut.
Ia kemudian mengulurkan tangan-Nya dan menarikku dalam rangkulan-Nya. Aku mendengar detak jantung-Nya dan tahu bahwa jantungNya berdetak bagi kita.
"Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita hidup oleh-Nya. Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita. Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi."
(1 Yohanes 4:9-11)
Im cry :"(
ReplyDelete