by Glory Ekasari
Mungkin tidak ada wanita yang lebih “biasa” dibanding Susanna Wesley, tapi dia bisa jadi adalah salah satu wanita yang paling terkenal dalam sejarah kekristenan. Dari dialah anak-anaknya belajar mengenal Tuhan, sehingga dua dari anak-anaknya, Charles dan John Wesley, dipakai Tuhan dengan luar biasa. John Wesley, putera bungsu Susanna, bersaksi, “Saya belajar tentang Tuhan dari ibu saya, lebih daripada dari semua teolog di Inggris.” Seperti apa wanita yang begitu luar biasa itu? Apakah dia seorang pengkhotbah yang luar biasa, atau seorang profesor yang berprestasi, atau orang kaya yang mampu membayar biaya studi anak-anaknya setinggi-tingginya?
Susanna Annesley lahir pada tahun 1669 dalam keluarga hamba Tuhan. Ia sangat cerdas, dan seorang yang mencintai Tuhan sejak masa mudanya. Ia banyak membaca buku-buku teologi dan mempelajari Alkitab. Kebiasaan itu ia teruskan sampai setelah menikah dan mempunyai anak.
Tahun 1688 Susanna menikah dengan Samuel Wesley, seorang pelayan Tuhan. Samuel adalah orang yang cerdas dan disiplin, tetapi ia tidak berhasil secara finansial. Keluarga mereka hidup pas-pasan, bahkan Samuel pernah dua kali masuk penjara karena tidak bisa membayar hutang. Mereka juga mengalami kebakaran rumah dua kali; dalam kebakaran kedua, John, anak mereka, hampir menjadi korban. Samuel dan Susanna memiliki 19 orang anak, 9 di antaranya meninggal ketika masih bayi. Sebagai sesama wanita dan ibu, kita bisa membayangkan betapa kerasnya hidup Susanna; hamil dan melahirkan 19 kali, kehilangan anak 9 kali, mengurus 10 orang anak, dan itu semua dalam keadaan finansial yang buruk, bahkan mengalami malapetaka kebakaran dua kali.
Hubungan Susanna dan suaminya juga tidak senantiasa adem ayem. Pernah terjadi perselisihan yang cukup parah, yang membuat Samuel sampai meninggalkan Susanna dan anak-anak mereka selama setahun lebih. Dalam keadaan seperti itu, Susanna tidak menjadi pahit dan memutuskan hubungan dengan suaminya. Mereka tetap berkirim surat, dan sekali waktu Susanna menulis:
Saya ini seorang wanita, yang juga adalah ibu dalam keluarga yang besar. Dan sekalipun tanggung jawab utama atas jiwa-jiwa dalam keluarga kita ada di pundakmu, sekarang ini ketika kamu lama pergi, saya terpaksa memandang setiap jiwa (yaitu anak) yang kamu tinggalkan bersama saya sebagai talenta yang dipercayakan kepada saya. Saya bukan pria, saya juga bukan hamba Tuhan, tetapi saya merasa harus melakukan lebih dari yang sudah saya lakukan selama ini. Saya putuskan untuk mulai dengan anak-anak saya sendiri, dan ini yang saya lakukan: saya menyediakan waktu semampu saya setiap malam untuk mengobrol dengan anak-anak, satu demi satu. Senin dengan Molly, Selasa dengan Hetty, Rabu dengan Nancy, Kamis dengan Jacky, Jumat dengan Patty, Sabtu dengan Charles.
Dalam keadaan dimana wanita lain mungkin meratap dan hancur lebur, Susanna tetap teguh. Semua yang mengurus rumah tangga tahu bahwa pekerjaan rumah tangga itu tidak ada habisnya, apalagi dengan 10 anak! Tetapi anak-anak Susanna tahu bahwa ada jam tertentu dalam sehari dimana ibu mereka tidak bisa diganggu, karena ia bersekutu dengan Tuhan. Susanna juga sempat-sempatnya membuat jurnal pribadi yang berisi tafsiran firman Tuhan yang ia pelajari tiap hari. Di kemudian hari, ketika Charles Wesley mulai mengalami pengalaman pribadi dengan Tuhan, ia mencari tahu apa makna dari semua pengalamannya itu dan menulis surat kepada orang yang dia tahu pasti memiliki jawaban: ibunya.
Semua anaknya homeschooling sejak usia 5 tahun. Susanna-lah yang mengajar mereka baca tulis, sampai bahasa Latin dan Yunani. Ia adalah sumber pengajaran bagi anak-anaknya. Tidak hanya itu. Ketika Susanna merasa anak-anaknya tidak mendapat makanan rohani yang cukup dari khotbah di gereja pada Minggu pagi, ia mengumpulkan mereka lagi pada Minggu siang untuk mendengarkan firman Tuhan. Lama-lama semakin banyak yang ikut “kebaktian” yang diadakan Susanna ini, bahkan sampai 200 orang.
Nama Susanna Wesley menjadi identik dengan ketangguhan dan kesetiaan seorang wanita. Susan Pellowe, penulis biografi Susanna Wesley, menulis demikian:
“... Sekalipun dia tidak pernah berkhotbah atau menerbitkan buku atau mendirikan gereja, dia dikenal sebagai Ibu Gerakan Metodis. Mengapa? Karena dua dari anak-anaknya, John Wesley dan Charles Wesley, sebagai anak - sadar atau tidak, menerapkan teladan dan pengajaran dan suasana dari rumah tempat mereka berasal.”
Wanita punya kekuatan yang tidak nampak, yang bernama pengaruh. Seorang ibu yang baik mempengaruhi anak-anaknya untuk menjadi orang-orang yang baik. Seorang isteri yang baik membuat suaminya maju tanpa beban pikiran. Saya rasa orang paling beruntung dalam cerita di atas adalah Samuel Wesley. Dia mendapatkan isteri yang lebih berharga dibanding permata!
Ketika saya mempelajari kisah hidup Susanna Wesley, saya jadi malu hati. Kesulitan saya tidak ada seujung kukunya, tapi seringkali saya begitu cepat menjadi lemah. Susanna Wesley, sebaliknya, mengambil kekuatan dari mata air yang tidak pernah kering; ia disiplin dalam persekutuan dengan Tuhan, sumber kekuatannya. Wanita yang tidak nelangsa saat ditinggalkan suami dengan anak yang masih kecil-kecil (saat itu John belum lahir), bahkan memandang anak-anaknya bukan sebagai beban melainkan sebagai talenta yang harus dikembangkan, pasti bukan wanita biasa. Ini adalah a woman of strength, a woman of valor.
Kekuatan yang memampukan Susanna Wesley untuk menang dalam hidupnya, tersedia juga bagi kita. Bukan hanya dia, kitapun dapat menjadi women of valor dengan pertolongan Roh Kudus.
-
Referensi:
No comments:
Post a Comment
Share Your Thoughts! ^^