by Leticia Seviraneta
“When there is no trust, there is no relationship.”
Setiap hubungan yang kita bina memiliki satu fondasi yang sama: rasa percaya satu sama lain. Baik di dalam hubungan dengan Tuhan, lingkungan keluarga, pernikahan, gereja, pekerjaan, dsb, rasa percaya yang terjalin antar individu di dalamnya akan sangat menentukan kualitas dari hubungan tersebut. Namun banyak yang tidak menyadari seberapa pentingnya rasa percaya ini sampai saat mereka kehilangan rasa percaya tersebut dari orang lain. Banyak yang menganggap rasa percaya itu sebagai sesuatu yang biasa saja dan take it for granted. Mereka tidak menjaga kepercayaan yang diberikan dan menghancurkannya. Bila rasa percaya hancur—ibarat sebuah fondasi yang rapuh, akan mengakibatkan hubungan menjadi retak, renggang, dan bahkan terputus sama sekali.
Hubungan kita dengan Tuhan pun dimulai dengan adanya rasa percaya. Tuhan banyak memberikan perintah kepada manusia untuk percaya kepada-Nya.
Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.
(Amsal 3:5-6)
Orang yang mengenal nama-Mu percaya kepada-Mu, sebab tidak Kautinggalkan orang yang mencari Engkau, ya TUHAN.
(Mazmur 9:11)
Adanya rasa percaya menjadi awal dari suatu hubungan. Rasa percaya itu sendiri timbul dari pengenalan akan seseorang, yang meyakinkan kita bahwa seseorang memiliki kualitas yang telah teruji dan menjadikannya layak dipercaya (trustworthy). Trustworthy secara sederhana memiliki arti layak dipercaya (worthy of trust), dapat diandalkan, jujur atau senantiasa berkata kebenaran. Kita sangat dapat mempercayai Tuhan karena apa yang seluruh Alkitab nyatakan tentang semua karakter dan perbuatan-Nya. Tuhan telah teruji bahwa ia tidak dapat berbohong dan selalu berkata benar, ia selalu setia dalam menepati janji-Nya, ia tidak pernah terlambat dalam melakukan pekerjaan-Nya, selalu berada bersama kita dan tidak pernah meninggalkan, sangat dapat diandalkan di saat kita berada dalam kesusahan, tempat perlindungan yang teguh, dan masih banyak lagi.
"Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?"
(Bilangan 23:19)
Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.” Sebab itu dengan yakin kita dapat berkata: “Tuhan adalah Penolongku. Aku tidak akan takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?”
(Ibrani 13:5-6)
"Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti."
(Mazmur 46:2)
Tuhan senantiasa memberikan teladan bahwa Ia adalah Pribadi yang layak dipercaya. Kita sebagai anak-anak-Nya pun memiliki tujuan untuk merefleksikan kualitas trustworthy itu di mana pun kita berada. Untuk dapat membangun hubungan yang kuat, kita perlu menjadi pribadi yang layak dipercaya. Dan untuk menjadi orang yang layak dipercaya, kita perlu membuktikan dengan keseluruhan hidup kita bahwa kita dapat diandalkan. Hal ini berarti kita perlu membuang sifat dan kebiasaan kita yang menyulitkan orang untuk percaya kepada kita.
Lalu hal-hal apa sajakah yang dapat kita lakukan untuk dapat menjadi wanita yang layak dipercaya?
// Konsisten antara perkataan dan perbuatan
"Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu."
(1 Timotius 4:12)
Tuhan kita layak dipercaya karena setiap perkataan dan perbuatan-Nya akan selaras dan tidak pernah bertentangan. Apa yang Tuhan perkatakan, pasti Tuhan akan lakukan. Kita dapat menyebutnya konsistensi seperti ini dengan nama integritas. Sangat disayangkan, banyak anak Tuhan yang hidupnya tidak selaras dengan perkataannya. Mereka mengakui dengan mulut bahwa mereka percaya kepada Tuhan, namun hidupnya masih memelihara kebiasaan yang bertentangan dengan Firman Tuhan. Mereka berjanji kepada sesama, namun tidak menepatinya. Mereka berkata suatu hal, namun yang mereka maksudkan sesungguhnya bukan itu (ehem... Ladies! Hehe).
Belum lama ini saya mengadakan acara bridal shower untuk salah satu teman baik saya. Saya merencanakannya jauh-jauh hari dan menghubungi teman-teman yang akan diundang dahulu untuk memastikan bahwa di tanggal tersebut mereka dapat datang. Saya pun sampai mengubah tanggal acara agar beberapa dapat datang ke acara tersebut. Namun pada akhirnya, orang-orang yang membuat saya mengubah tanggal acara tersebut (dan sebelumnya mengatakan bisa datang) malah membatalkan kehadirannya. Akibatnya, jumlah orang yang datang sedikit sementara biaya dekorasi sudah dibayarkan per jumlah orang yang seharusnya hadir. Orang yang hadir jadi menanggung biaya dekor lebih mahal dari yang seharusnya.
Banyak yang menganggap membatalkan janji adalah sesuatu yang sepele dan dapat dimaklumi. Namun hal ini sudah menunjukkan bahwa orang tersebut tidak dapat dipercaya dalam perkataannya. Ketika ia mengiyakan untuk hadir di suatu acara namun tidak menepatinya (kecuali untuk hal yang benar-benar tidak terduga dan sangat penting), hal ini akan mengurangi level kepercayaan di dalam hubungan tersebut. Baru saya dengar dari teman saya yang lain, “Kalau janji ketemuan sama si A memang harus siap-siap dia cancel last minute. Orangnya memang begitu plin-plan.” Duh, seandainya saya tahu tentang sifatnya itu sebelum membuat rencana yang melibatkan dia!
“Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.”
(Matius 5:37)
Jangan anggap ringan setiap janji yang kita buat; jangan sampai kita ternyata tidak bisa menepatinya. Tuhan juga tidak pernah sembarangan membuat janji. Hal ini berarti kita perlu lebih disiplin dalam mengatur schedule dan waktu kita untuk memastikan apakah kita sungguh dapat memenuhi janji tersebut, sebelum mengiyakan suatu undangan.
Hal ini juga berlaku dalam segi ketepatan waktu. Orang Indonesia terkenal suka ngaret. Bila berjanji untuk bertemu pukul 12.00, maka kita perlu memperkirakan dengan jelas dan memperhitungkan faktor kemacetan dsb untuk dapat memastikan kita datang tepat waktu. Seorang yang senantiasa menepati janji dan tepat waktu adalah jelas menjadi orang yang layak dipercaya.
// Tidak berbohong dan selalu berkata jujur
"Jangan berbohong satu sama lain, sebab hidup yang lama dengan segala sifatnya sudah kalian lepaskan. Kalian sekarang sudah diberi hidup yang baru. Kalian adalah manusia baru, yang sedang diperbarui terus-menerus oleh Penciptanya, yaitu Allah, menurut rupa-Nya sendiri. Maksudnya ialah supaya kalian mengenal Allah dengan sempurna."
(Kol 3:9-10, BIS)
Berbohong bisa jadi merupakan dosa pertama kita sejak balita. Seorang balita tidak perlu diajarkan untuk berbohong; dia dapat berbohong dengan sendirinya ketika ia melanggar perintah orang tuanya dan mau menyelamatkan diri. Berbohong bisa jadi merupakan langkah refleks kita untuk melindungi kita dari situasi yang tidak mengenakkan. Saking mudahnya untuk berbohong, kita terkadang menganggapnya sebagai “dosa ringan” dan cenderung bersikap kompromistis terhadapnya. “Ah sekali-kali gak apa-apa.” “Ini white lie, berbohong untuk kebaikan. Tuhan pasti mengerti.” Namun di mata Tuhan tidak ada dosa berat maupun dosa ringan, tidak ada dosa besar maupun kecil. Dosa adalah dosa—titik.
"Ada tujuh perkara yang dibenci TUHAN dan tak dapat dibiarkan-Nya: Sikap yang sombong, mulut yang berbohong, tangan yang membunuh orang tak bersalah, otak yang merencanakan hal-hal jahat, kaki yang bergegas menuju kejahatan, saksi yang terus-terusan berdusta, dan orang yang menimbulkan permusuhan di antara teman."
(Amsal 6:16, BIS)
Berbohong merupakan dosa yang dibenci Tuhan dan tidak dapat dibiarkan-Nya. Sekali seseorang berbohong, kecenderungannya adalah ia harus berbohong lagi untuk menutupi kebohongan sebelumnya. Ibarat bola salju yang bergelinding makin lama menjadi makin besar, kebohongan ‘kecil’ lama-lama menjadi kebiasaan berbohong yang menjadikan kita seorang pembohong. Tidak ada yang mau memberikan kepercayaan kepada seorang pembohong bukan?
Kita sebagai manusia sangat benci bila dibohongi. Pernah ditipu oleh orang yang berdagang? Si penjual meyakinkan bahwa yang ia jual asli, namun ternyata palsu. Si penjual meyakinkan bahwa barangnya made in Japan, tahunya made in China. Si penjual meyakinkan makanan yang ia jual tidak memakai pengawet, tahunya malah pakai pewarna atau pengawet dan kita memberikan makanan itu kepada anak kita yang masih kecil. Apakah kita masih mau membeli di pedagang tersebut? Sudah pasti tidak. Jadi untuk menjadi wanita yang layak dipercayai, buang jauh-jauh kebiasaan “sekali-kali berbohong”. Jangan berbohong dan selalu berkata benar.
// Tidak bergosip dan menyimpan rahasia dengan baik
“A perverse person stirs up conflict, and a gossip separates close friends.”
(Proverbs 16:28, NIV)
Ketika teman kita mempercayakan rahasianya kepada kita, jagalah dengan baik sebagaimana kita menjaga rahasia kita juga. Kita perlu mengendalikan mulut kita untuk tidak terlalu banyak berbicara yang tidak perlu. Gosip pada dasarnya adalah memperbincangkan orang lain dengan merujuk jelas kepada nama-nama dan kejadiannya. Hal ini biasanya hanya dari satu sudut pandang dan tidak teruji kebenarannya. Banyak kasus di pertemanan khususnya pertemanan sesama wanita yang menjadi renggang karena salah satu mendengarkan orang lain tentang temannya tersebut. Apa yang dikatakan Salomo dalam Amsal ini sungguh benar bahwa gosip memisahkan sahabat karib. Ia merusak rasa percaya dan hubungan tersebut akhirnya. Gosip juga merupakan salah satu dosa yang Tuhan benci (Amsal 6:16) karena menimbulkan pemusuhan di antara teman.
// Tidak malas dan mengerjakan segala sesuatu dengan maksimal
Di dalam Amsal 31, dideskripsikan karakter dan kualitas seorang wanita bijak. Salah satunya adalah ia rajin dalam mengerjakan segala sesuatu yang dipercayakan kepadanya. Hasil pekerjaannya excellent dan membuat suaminya dapat menaruh percaya penuh kepada dirinya.
"Hati suaminya percaya kepadanya, suaminya tidak akan kekurangan keuntungan."
(Amsal 31:11)
Baik di dalam rumah, gereja, maupun di lingkungan kerja, kita akan menjadi seorang wanita yang layak dipercaya ketika kita rajin dan tidak setengah-setengah dalam mengerjakan segala sesuatu. Kembali ke poin satu, perkataan dan perbuatan kita harus selaras. Dunia melihat Yesus di dalam diri kita melalui pekerjaan-pekerjaan kita.
"Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan. Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia."
(Kol 3:22-23)
Saya datang dari latar belakang keluarga non-Kristen. Saya tahu bahwa papi saya sulit untuk percaya kepada Kristus karena terlalu banyak melihat orang Kristen yang rajin ke gereja namun hidupnya tidak mencerminkan Kristus sama sekali. Itulah mengapa saya yakin betul bahwa sangatlah penting hidup kita selaras dengan Firman Tuhan dan setiap perkataan yang kita katakan. Dengan menjadi seorang yang layak dipercaya, kita menjadi saksi Kristus yang efektif, bukannya menjadi batu sandungan. You can do this, ladies!
No comments:
Post a Comment
Share Your Thoughts! ^^