Monday, August 20, 2018

Save His Money


by Stephanie Gunawan 

Nyiapin wedding tuh seru, heboh, dan menantang! 

Waktu awal persiapan, kami bikin budgeting. Kami punya target maksimum pengeluaran buat hari H, katakanlah sejumlah Rp X. Dari X itu, kami coba anggarkan: sekian buat makanan, sekian buat kue pengantin, sekian buat jas, gaun, baju orang tua, gedung, dll. 

Anyway, ternyata saya punya hati yang rada gak bener. Saya punya pemikiran gini. Misalnya, saya dan Mr. K udah budgetin untuk kue pengantin seharga 4 juta; saya mikirnya: “OKE! Saya akan cari model kue yang harganya 4 juta. Ngapain cari kue yang harga 1 juta kalau kita udah alokasiin dana 4 juta untuk kue? Toh perlengkapan yang lain juga masih bisa dibeli sesuai dengan jumlah yang kita anggarkan. Baiklaaahh!!” 

Sampe suatu ketika, saya punya keinginan-keinginan yang semakin “luar biasa”. Hahaha. Saya merasa sumber awalnya ada beberapa, tapi yang cukup berpengaruh adalah hasil browsing di internet. Dari melihat di website spesialis wedding, sampai liatin foto temen-temen yang udah ngadain wedding, semuanya bikin saya mupeng! Saya liatin dekorasinya, foto pre-wednya, kuenya, bajunya... Aaarrhhh, mau kaya gitu! Mau kaya gini! 

Mr. K ajak ngomong saya, “Fani, kalau keinginan kamu kaya gini, kita bisa over budget.” Ah, betul juga. Tapi saya masih berpikir, “Kan masih dalam budget... Kayanya gak apa-apa... Bisa lah...” Tapi tetep, Mr. K dengan tegas namun lembut (ciieehh, emang Mr. K paling bisa begitu! I am so lucky.) menjelaskan, lebih baik kami usaha agar tidak terlalu muluk-muluk. 

Saya cerita ke ci Diana yang pimpin Ensemble Galilea (anyway, namanya sekarang uda Galilea Orchestra lho) tentang hal ini. Tetapi dia bilang, “Fani, cici merasa,—sorry yah sebelumnya—kamu ada roh serakah.” Jederr!!! Cici melanjutkan, “Kalau kamu udah budget-in 4 juta buat kue, bukan berarti kamu mesti pake 4 juta kan. Kalau emang ada kue yang oke dan harganya 3,5 juta, itu kan lebih baik. Kamu bisa simpen 500 ribunya dan pake buat kepentingan yang lain.” 

Saya masih berontak dan berpikir, “Kan kepentingan yang lain juga udah ada budget-nya. Apa salahnya pakai semuanya?” Tapi jawaban yang muncul dari mulut saya adalah, “Hm... Mungkin aku pengen begitu karena dari kecil aku merasa gak pernah dapet apa-apa. Jadi sekarang kalau saya mau dikasih kue harga segitu, why should I not receive that?” I don’t know why I always believed that lie, padahal sebenernya ada banyak hal yang bisa saya syukuri. 

Ci Diana bilang, “Gimana kalau kamu melihat masa kecil kamu sebagai bentuk latihan untuk kamu berhemat? Daripada menyalahkan orang tua kamu yang gak kasih kamu macem-macem barang, kamu seharusnya bersyukur udah diajarin ortu kamu untuk hanya beli apa yang perlu dan penting. Dan sekarang, kamu bisa praktekkan kebiasaan baik itu.” 

Pembicaraan itu membuat saya berpikir. Entah gimana, saya teringat Amsal 31:12. 

"Ia berbuat baik kepada suaminya dan tidak berbuat jahat sepanjang umurnya."
(Amsal 31:12)

Ia berbuat baik kepada suaminya... 
Ia berbuat baik kepada suaminya...
Sekali lagi, ia berbuat baik kepada suaminya...
Hmmm...

Ngabisin duit suami termasuk perbuatan jahat yah? Padahal dia carinya cape-cape. Seringkali kalo ketemu, dia juga lelah dan bawa cerita kalau di toko begini-begitu. Kemudian... Uang yang dia cari dengan susah payah malah saya pakai sembarangan buat beli sesuatu yang terlalu mahal. Padahal mungkin gak usah semahal itu, juga udah dapet barangnya. 

Yeah, I think so. Saya rasa, memanfaatkan penghasilan suami untuk keperluan—atau lebih tepatnya keinginan—saya sampai berlebihan, termasuk perbuatan jahat. Oh, no!! Masa saya jadi istri yang jahat? Gak mau dooonkk... Kan mau jadi wanita seperti dalam Amsal 31. Masa’ malah ngabisin duit suami seenaknya?? 

Hmm... saya mesti pinter pakai uang dia. Pinter ngaturnya juga. Gimana caranya yah? Mungkin saya akan mulai dari stop minta barang yang mahal-mahal. Kebutuhan sekunder, seperti: upgrade ini, upgrade itu, gak usah deh. Utamakan kebutuhan primer dulu aja. Kalau memang mau ada tambahan dekorasi yang manis-manis, coba cari di Youtube ide-ide kreatif gimana bikin ini itu. Be creative, save his money, save his pride. Itu PENTING!! :) Dan yang gak kalah penting: Be grateful! Saya akan belajar mencukupkan diri dengan provision yang disediakan suami and be grateful. :) Ya iya lah bersyukur. Apa sih yang gak bisa disyukuri? Ada yang memilih saya untuk jadi istrinya lhooo! KYAA!!! KYAA!!! *euphoria jejingkrakan* Senang sekaliiiii... Hihihihihi... XD 

Well, itulah salah satu pelajaran yang saya dapat dari masa persiapan ini. Ternyata jadi seorang istri harus belajar mengelola duit suami. Sekarang Mr. K masih cami (calon suami), tapi ntar kan beneran jadi suami (Amin!). Jadi gak ada salahnya kalau dari masa persiapan ini saya mulai belajar mengelola keuangan dengan baik. Nantinya, udah gak ada “uang dia” atau “uang saya”, yang ada cuma uang kami. So, sama sekali gak ada ruginya saya belajar dari sekarang. \(^.^)/

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^