Friday, March 24, 2017

Joy: Deeper Than Happiness


by Yunie Sutanto


Apakah joy (sukacita) itu sama dengan happiness (kebahagiaan)? Sekilas saya pikir keduanya sama, namun setelah diamati nampaklah perbedaan keduanya.

“The joy of the Lord is my strength…” lirik lagu sekolah minggu ini populer sekali. Sukacita Tuhanlah sumber kekuatan kita, bukan? Seperti mentari yang bersinar dan membagikan cahayanya kepada sekelilingnya, demikianlah sukacita memancar dari hati dan menerangi sekelilingnya.

Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.
Matius 5:14-16

Wow, dashyat banget ya saat Tuhan Yesus ada di hati kita? Sukacita-Nya memenuhi hidup kita. Sukacita adalah hasil persekutuan intim dengan Bapa. Sukacita tidak tergantung pada faktor-faktor eksternal, tapi justru lahir dari dalam hati yang memiliki persekutuan erat dengan Tuhan Yesus. Ada aliran-aliran air hidup, ada kehidupan yang terpancar dari hati. Perkataan yang disampaikan membawa kehidupan, bukan mematikan semangat. Ada hikmat dan pengajaran di lidah kita sehingga bibir kita menggembalakan banyak orang. Apa yang keluar di mulut itu meluap dari hati, jadi sukacita yang ada di hati itu terpancar dari kata-kata.

Sebagai seorang wanita, sukacita adalah kosmetik yang paling wajib dimiliki. Wanita yang hatinya dipenuhi sukacita akan tampak mempesona.

There is in this world no function more important than that of being charming - to shed joy around, to cast light upon dark days, to be the golden thread of our destiny and the very spirit of grace and harmony. Is not this to render a service? - Victor Hugo [emphasis added]

To shed joy around, kemanapun wanita yang bersukacita melangkah, ia menaburkan sukacita di sekelilingnya. Orang menyukai keberadaannya, ia menjadi terang Kristus dimanapun ia berada.

Lantas , bagaimana dengan happiness (kebahagiaan)?

Definisi bahagia versi tiap orang beda-beda. Bahagia itu terjadi jika tubuh saya betisnya bisa lebih ramping, punya tabungan 1 triliun dan aneka bisnis yang menghasilkan passive income, punya suami yang romantis kayak di film korea, atau seperti di novel-novel, punya rumah sendiri, ga numpang ma mertua terus, bisa jalan-jalan ke luar negeri tiap liburan, bisa punya pasangan dalam tempo sesingkat-singkatnya, bisa punya momongan, bisa kuliah lagi, bisa dapat lowongan pekerjaan…

Wah kalau dibikin daftar bisa ga habis itu ya?

Ada juga yang bilang, “Bahagia itu sederhana”. Misalnya, bisa makan mi instant dan minum kopi tubruk pagi ini tuh udah bahagia. Nikmati aja hidup, bukankah bahagia itu sederhana? Tapi, sesederhana apapun, tetap saja yang namanya bahagia itu ada syarat dan kondisi yang harus dipenuhi. Jika saya ……..maka saya bahagia. Titik-titik diisi dengan versi bahagia masing-masing.

Setelah membahas dua kata ini, ternyata berbeda banget ya sukacita dengan bahagia? Sangat berbeda! Apa yang kita gunakan sebagai dasar hidup kita? Sukacita Tuhan yang lahir dari hati, atau bahagia yang berdasarkan keadaan? Kalau dasar hidup kita keadaan kok rasanya rapuh banget ya hidup kita? Pantesan mood swing terus, uring-uringan terus, karena hidup berdasarkan syarat dan kondisi. Kalau tanggal-tanggal tertentu, banyak wanita yang jadi bad mood dan overacting. Wah, ga enak banget hidup di bawah kendali emosi dan hormon ya?

Kita yang sudah lahir dari Roh, yuk hidup juga mengandalkan buah-buah roh, salah satunya sukacita. Sukacita yang tetap ada, sekalipun kena PHK, sekalipun lagi PMS, sekalipun diputusin cowok, sekalipun berat badan naik terus, sekalipun jerawat seperti ternak mutiara, sekalipun sidang tidak lulus, sekalipun…….

Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang,
namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku.Habakuk 3:17-18

Yes! Keputusan ada di tangan kita. Pilih yang mana yang menjadi landasan hidup? Joy vs happiness? I choose joy! What about you?

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^