Wednesday, May 6, 2015

From the Inside Out

by Wellney Yarra


“Ah gue ga cocok ikut Tuhan, liat aja kehidupan gue begini”
“Gue ga bisa masuk Kristen, terlalu banyak peraturannya”
“Ya gue kan ga sereligius elo…”
“Susah ya jadi orang Kristen”

At some point in our lives, aku yakin kita semua pernah mengucapkan atau mendengar kalimat-kalimat seperti itu. Mungkin itu pernah kita ucapkan dulu sebelum kita bertobat, atau mungkin kalimat-kalimat seperti itu kita dengar dari teman-teman yang kita ajak untuk bertobat. Kekristenan memang seringkali diidentikkan dengan list peraturan-peraturan hal-hal yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Tetapi apakah benar, bahwa the Christian life hanya sedangkal itu?


Tentu tidak. Kita perlu mengingat, bahwa agama hanyalah upaya manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Namun Tuhan Yesus, Ia turun ke Bumi dan mati bagi kita. Ia merelakan dirinya mati, agar kita dapat hidup. Ia datang dan mendekatkan diri-Nya kepada kita. Ia menawarkan not a religion, but a relationship. Ia menyelamatkan kita dan melayakkan kita untuk bersatu dengan Bapa. Yang Ia inginkan hanyalah agar kita mengasihi-Nya dan menghanyutkan diri kita dalam keintiman dengan-Nya.

Kalau begitu…kita bisa melakukan apa saja yang kita mau dong, asalkan kita mengasihi Dia? Nah, disinilah banyak orang Kristen seringkali meyalahgunakan keselamatan yang telah diberikan oleh Tuhan. Kita merasa bahwa karena Tuhan sangat menyayangi kita walaupun kita berdosa, kita merasa bahwa sah-sah saja bila kita berbuat dosa lagi. Karena Tuhan selalu mengampuni dosa kita, kita terus mengulangi dosa yang sama, karena kita merasa toh Tuhan akan mengampuni. Namun that’s not the way it works. Sebab di Alkitab juga dikatakan bahwa:

“Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku”
Yohanes 14:15


Memasuki tahun yang baru ini, sudah saatnya kita menanggalkan manusia kita yang lama. Dan menanggalkan manusia lama juga berarti meninggalkan semua dosa-dosa kita yang lama. Namun bagaimana caranya? Bagaimana caranya kita menjauhkan diri dari dosa? Bukankah manusia memang tidak terlepas dari dosa?

Kita tidak diciptakan untuk mengupayakan keselamatan sendiri. Kita tidak pernah dan tidak akan mampu menyelamatkan diri sendiri dengan usaha kita yang bahkan mendekati standar kebenaran dan kekudusan Tuhan saja tidak. Karena apabila keselamatan tergantung dari usaha kita sendiri dan bagaimana kita memenuhi hukum-hukum, maka bisa dipastikan tidak ada dari kita yang akan selamat, karena kita semua manusia berdosa.

Namun Ia tidak mengasihi kita hanya apabila kita menuruti perintah-perintahNya terlebih dahulu, karena kasih-Nya adalah kasih agape, kasih yang tidak bersyarat. Ia mengasihi kita karena Ia adalah kasih. Ia mengasihi kita, sehingga kita pun dapat mengasihi (1 Yoh 4:19). Dan karena kasih-Nya yang kita rasakanlah, maka kita dapat hidup benar di hadapan-Nya. Dan apabila kita mengasihi-Nya, maka kita pun akan menjauhi hal-hal yang tidak berkenan di hadapan-Nya.

So, what if, instead of obeying His commands more, we should start by loving Him more? Bagaimana jika hal yang lebih penting bagi kita adalah untuk mencintai-Nya lebih lagi dibandingkan berusaha menaati perintah-perintahnya dengan upaya kita sendiri? Sebab Tuhan berkata “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menaati segala perintah-Ku.” Secara struktur, kalimat tersebut menunjukkan sebuah sebab-akibat. Artinya, hidup yang benar, hidup yang menaati segala perintah Tuhan, datang dari hati yang mengasihi-Nya.

Ketaatan terhadap perintah-perintah Allah berasal dari suatu hati yang haus akan Dia, hati yang bersyukur kepada sang Juruselamat, yang telah terlebih dahulu menyelamatkan kita ketika kita berdosa. To put it simply, ketika kita mencintai seseorang, tentu saja kita akan mengupayakan segala sesuatu untuk membuat orang tersebut bahagia. Tentu saja kita akan berusaha sekuat yang kita mampu untuk tidak melakukan hal-hal yang menyakiti perasaan mereka. Sama halnya dengan mencintai Tuhan. Bagaimana mungkin kita berkata bahwa kita mencintai Tuhan, sedangkan cara kita hidup setiap harinya mendukakan hati-Nya?

Jadi, sebelum kita menyibukkan diri untuk hidup benar dan menaati semua perintah Tuhan dengan usaha kita sendiri, ingatlah terlebih dahulu pada hal yang lebih penting: mengasihi-Nya. Hidup yang benar adalah buah dari hati yang mengasihi Tuhan, hati yang ingin menyukakan hati sang Bapa yang telah begitu mengasihi kita. Kedua hal tersebut adalah sebuah sebab-akibat yang tidak dapat dipisahkan.

So my dear sisters in Christ, mari kita miliki hati yang lebih membara lagi untuk Tuhan. Melekatlah pada-Nya. Karena ketika kita mengasihi-Nya, hidup yang benar akan menjadi buahnya!

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^