Tanggal 12 Juli 1986, Steven McDonald,
seorang polisi muda, berpatroli seperti biasanya dengan salah seorang rekannya
di Central Park. Ketika sedang menanya-nanyai tiga orang remaja yang tampak
mencurigakan, salah satu remaja itu menembaknya. Tembakan pertama mengenai
wajahnya. Tembakan kedua mengenai lehernya.
Ia segera dilarikan ke rumah sakit –
selama empat puluh delapan jam, ia berada di antara hidup dan mati. Kepala
dokter bedahnya pun sempat putus asa dan memberi kesempatan pada keluarganya
untuk mengucapkan selamat tinggal. Namun, pada akhirnya McDonald bertahan hidup
– dengan cacat permanen. Peluru yang mengenai lehernya menembus sampai sumsum
tulang belakangnya – membuatnya lumpuh dari leher ke bawah. Untuk bernapas pun,
ia memerlukan alat bantu. Saat itu, istrinya, Patti Ann, baru berusia dua puluh
tiga tahun, dan sedang mengandung anak pertama mereka.
McDonald menghabiskan delapan belas
bulan berikutnya di rumah sakit, belajar untuk hidup dengan selalu mengandalkan
bantuan orang lain untuk memandikannya, mengganti pakaiannya, menyuapinya
makan, dan sebagainya.
Sudah sewajarnya jika McDonald marah
sekali pada remaja itu, kan? Ia yang tadinya bisa bebas beraktivitas, bahkan
tidak bisa mengancingkan bajunya sendiri. Ia tidak akan pernah bisa menjadi
seorang ayah yang menggendong, memandikan, menyuapi, bermain dengan anaknya.
Ketika istrinya pertama kali mengetahui kondisinya, ia menangis melihat
istrinya menangis, namun ia tidak sanggup mengulurkan tangan untuk memeluk dan
menenangkannya.
Tidak lama setelah putranya lahir,
McDonald mengadakan konferensi pers, di mana istrinya mengatakan bahwa McDonald
memaafkan Shavod Jones, remaja yang
telah menembaknya.
Mengapa? McDonald menjawab,
“...I
believe the only thing worse than receiving a bullet in my spine would have
been to nurture revenge in my heart.”
Ia memutuskan untuk berdamai dengan
Chavod Jones, bahkan ia saling berkirim surat dengan remaja itu di penjara.
Tiga hari setelah keluar dari penjara, Jones tewas dalam kecelakaan lalu
lintas. Banyak orang menganggap apa yang dilakukan McDonald sia-sia, namun
McDonald tidak berpikir demikian. Setelahnya, ia malah menjadi pembicara di
berbagai tempat, menceritakan penembakan di Central Park itu dan bagaimana hal itu
telah mengubah hidupnya.
Luar biasa sekali pengampunan yang
diberikan McDonald kepada Jones yang bisa dibilang telah menghancurkan
hidupnya. Namun, tahukah kamu, bahwa ada sebuah cerita pengampunan paling luar
biasa sepanjang sejarah manusia?
Jika kamu terlahir di tengah keluarga
Kristen, mungkin cerita ini sudah berkali-kali didengungkan sejak kamu masih
sekolah minggu: cerita Yesus Sang Juruselamat mati di atas kayu salib untuk
menebus dosa umat manusia. Mungkin, saking seringnya cerita ini diucapkan dalam
khotbah dan artikel Kristen, atau saking lamanya kamu sudah mengetahui cerita
ini, pengampunan ‘luar biasa’ itu menjadi ‘biasa saja’.
Truth
is, there is nothing ordinary about God’s forgiveness!
“Karena semua orang telah berbuat dosa
dan telah kehilangan kemuliaan Allah.” (Roma 3:23)
Aku dan kamu, kita semua telah berdosa.
Kotor. Dosa telah menjauhkan kita dari Tuhan yang Maha Kudus. Dosa membuat kita
tidak mungkin masuk surga, dan apa pun upaya yang kita lakukan tidak akan
membuat kita masuk surga. Tidak peduli berapa banyak uang yang kita berikan
untuk persembahan, seberapa sering pun kita berdoa dan saat teduh, tidak akan
bisa menghapus dosa-dosa kita – hanya penebusan dosa oleh Dia yang tak bercela
yang membuat kita diampuni dan dilayakkan di hadapan Tuhan.
Dan
karena seluruh dosa kita telah diampuni, kita pun harus mengampuni mereka yang
bersalah kepada kita. Seperti perumpamaan di Matius 28:21-35, kita adalah hamba
yang berutang sepuluh ribu talenta pada raja – jumlah yang sangat besar
sampai-sampai jika kita menjual diri pun, tidak akan sanggup melunasi
seluruhnya. Namun sang raja, Tuhan yang mengasihi kita telah menghapus ‘utang’
kita!
Sayangnya, hamba dalam perumpamaan
tersebut – meski seluruh utangnya telah dihapuskan – malah menjebloskan seorang
hamba lain yang tidak sanggup membayar utang kepadanya, padahal utang hamba
lain itu hanya sejumlah seratus dinar. 1 talenta = 6000 dinar. Yang berarti,
utang hamba pertama yang dihapuskan oleh raja itu 600.000 kali lebih banyak
daripada utang hamba kedua padanya! Ketika hal ini diketahui raja, ia pun marah
besar dan menyerahkan hamba pertama pada algojo-algojo, sampai ia melunasi
seluruh hutangnya. Yang berarti, hampir pasti hamba pertama ini disiksa algojo
seumur sisa hidupnya, karena 10.000 talenta adalah jumlah yang amat besar.
Yesus menutup perumpamaan itu dengan
berkata, “Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu,
apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.”
Pengampunan adalah hal yang amat penting
bagi Tuhan, sampai-sampai Ia berkata bahwa jika seseorang hendak memberi
persembahan pada Tuhan, namun teringat bahwa ia memiliki masalah dengan
seseorang, orang itu harus meninggalkan persembahannya dan berdamai terlebih dahulu.
Selama kita hidup di dunia, pasti akan
selalu ada orang yang menyakiti kita. Beberapa kesalahan mungkin dapat
dimaafkan dengan mudah, namun pasti ada peristiwa yang membuat kita sulit
mengampuni – meskipun tidak seekstrem apa yang terjadi dengan Steven McDonald.
Beberapa
orang mungkin menurut kita tidak layak mendapatkan pengampunan. Mungkin orang
tua kita mengecewakan kita, bahkan meng-abuse
kita. Mungkin pasangan hidup kita tidak setia. Mungkin atasan kita
memperlakukan kita dengan semena-mena. Mungkin saudara kandung kita sendiri
tega menusuk kita dari belakang. Mungkin rekan sepelayanan kita di gereja
membuat kita sakit hati. Tapi ingatkah
kita, bahwa kita pun sebenarnya tidak layak diampuni? Namun Tuhan telah
mengampuni kita terlebih dahulu, karena itulah kita harus mengampuni orang
lain.
Ditambah lagi, tidak mengampuni berarti menyimpan dendam dan membuka celah bagi
Iblis untuk masuk ke dalam hati kita. It
destroys your life from the inside out.
Mengampuni itu sulit? Pasti. Martin
Luther King, Jr. mengatakan, “Forgiveness
is not an occasional act, it’s a permanent attitude.” Sama seperti kita
harus berolahraga untuk menjaga kebugaran tubuh kita, kita pun harus berusaha
memaafkan terus-menerus untuk menjaga ‘kebugaran’ hati kita.
Dan yang tidak kalah pentingnya,
mustahil mengampuni mereka yang telah begitu dalam menyakiti hati kita jika
kita hanya mengandalkan kekuatan kita sendiri. Again, as always, we need God’s help.
So,
let’s pray and ask God to give us strength to forgive, shall we?
No comments:
Post a Comment
Share Your Thoughts! ^^