Monday, May 4, 2020

Yesus Menampakkan Diri di Jalan ke Emaus


by Poppy Noviana

(Lukas 24:13-35)

Mendapati diri tidak memperoleh apa yang diharapkan seringkali menjadi pukulan berat dan menyakitkan. Hal ini bukan sesuatu yang baru dalam kehidupan, sebab manusia jaman dulu juga sudah mengalami hal tersebut. Sampai hari ini pun banyak anak Tuhan yang mengalaminya. Banyak orang yang berharap lalu kecewa dan memutuskan berhenti berharap. 

Melalui kisah penampakan Yesus kepada dua murid yang sedang berjalan menuju Emaus, kita bisa belajar tentang meletakkan pengharapan kita dalam kebenaran. Kisah ini mengajar kita untuk mengenal Yesus dengan lebih baik, sehingga kita punya respon yang tepat pada masalah.

“Padahal kami dahulu mengharapkan, bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel.”

Kalimat di atas adalah kutipan percakapan dua orang murid Yesus yang sedang berjalan menuju Emaus, desa yang terletak sekitar tujuh mil dari Yerusalem. Kutipan ini merupakan harapan mereka tentang Yesus. Harapan yang tidak terjadi sesuai dengan cara mereka, tetapi dengan cara Allah melalui kematian Yesus. Kedua murid itu merasa harapan mereka hancur karena Yesus mati di kayu salib. 

Sebelumnya, pernahkah diantara kita mengungkapkan suatu pemikiran kepada ahlinya? Bagaimana perasaanmu? Kurang lebih mirip seperti menghadapi dosen penguji pada saat sidang kelulusan di Universitas. Ada rasa takut salah, minder dan enggan. Sikap inilah yang tidak terlihat pada kedua murid Yesus ini. Padahal, mereka bicara tentang Yesus kepada Yesus sendiri! Tentu saja karena, mereka bersama Yesus tapi mereka tidak mengenal-Nya. 

Mengenal dan mengetahui adalah dua hal yang berbeda. Contohnya, saya tahu Presiden saya, namun saya tidak mengenalnya. Saya tidak tahu kelemahan dan hobinya secara pribadi, karena saya tidak memiliki hubungan yang dekat dengannya. Lain halnya jika seseorang menanyakan kepada saya tentang teman dekat saya. Saya tahu hobi dan kelemahannya, bahkan rahasianya sekalipun, sebab saya sungguh-sungguh mengenalnya. 

“Lalu Ia berkata kepada mereka: "Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi!”

Mendengar kekecewaan kedua murid ini, Yesus berkomentar cukup keras. Ia mengatakan kedua murid itu bodoh karena mereka tidak percaya pada apa yang telah dinubuatkan para nabi. Bahkan selama ini Yesus sebenarnya sudah sering menjelaskan bahwa Ia datang menjadi manusia untuk menyelamatkan manusia yang berdosa, termasuk mereka yang sedang berjalan bersama-Nya. Ia juga telah mengabarkan bahwa Ia akan mati dan bangkit pada hari yang ketiga, sebagaimana dinubuatkan oleh para nabi. Namun perkara mulia ini menjadi terlupakan karena kedua murid itu mempunyai harapannya sendiri tentang Yesus. Mereka berharap Yesus tidak mati dan membebaskan bangsa Israel dengan cara yang mereka inginkan dan pahami. Ketika itu tidak terjadi, kekecewaan dan kesedihan mereka membuat mereka terguncang, sampai mereka tidak bisa mengenali Yesus yang berjalan bersama mereka. 

“Bukankah Mesias harus menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?"

Pada akhirnya Yesus memberikan sebuah pertanyaan retorik, lalu Ia menjelaskan kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan segala kitab nabi-nabi. Hal ini menggambarkan bahwa Yesus suka sekali untuk dikenali, Ia suka menceritakan kebenaran, meluruskan ekspektasi yang salah, dan mengajar mereka yang kurang hikmat. Inilah sebabnya Yesus merasa penting untuk berjalan, bercakap-cakap, dan bahkan makan bersama kedua murid ini, supaya Yesus bisa mengarahkan pengharapan kedua murid pada dasar yang benar.

“Lalu kedua orang itu pun menceriterakan apa yang terjadi di tengah jalan dan bagaimana mereka mengenal Dia pada waktu Ia memecah-mecahkan roti”

Kedua murid akhirnya mengenal Yesus. Seringkali manusia mengenali seseorang memang bukan karena siapa dia tapi karena ingatan akan perbuatannya. Selama ini kekecewaan mereka pada kematian Yesus menghalangi pengenalan mereka. Bagi pikiran manusia mereka, Yesus sudah mati, dan tidak akan pernah bangkit kembali. Mereka sudah tidak mengharapkan Yesus ada bersama-sama mereka. Jalan pikiran mereka membuat mereka melupakan Firman yang selama ini Yesus ajarkan. Sehingga bahkan ketika Yesus menemani perjalanan mereka, mereka tidak mengenal-Nya. 

Firman Tuhan menjelaskan, “ada sesuatu yang menghalangi mata mereka, sehingga mereka tidak dapat mengenal dia.” Kalau ayat ini dikembalikan ke kehidupan kita, apa yang selama ini mungkin menghalangi pengenalan kita akan Tuhan?

Pada saat kehidupan baik-baik saja, memang mudah untuk kita mengenali Tuhan dan perbuatannya. “Ah, gajiku naik seperti yang aku doakan, ini pasti perbuatan Tuhan, Tuhan sungguh baik!”, begitu misalnya. Atau, “Ini pasti Yesus!”, kata orang lain yang penyakitnya disembuhkan. 

Tapi ketika kondisi sebaliknya, saat keuangan kita dalam masa sulit, saat penyakit tidak juga sembuh, saat orang yang kita kasihi meninggalkan kita, saat apa yang kita harapkan tidak menjadi kenyataan, apakah kita tetap bisa dan mau mengenali pribadi Tuhan? Apakah kita masih bisa merasakan Tuhan berjalan bersama kita? Apakah kita tetap berjalan bersama Dia di tengah kebingungan kita? Atau justru kita pergi menjauhi Dia dan perkataan-Nya?

Jadi, apa rencanamu? Di saat pengharapanmu seperti sudah berakhir, seperti kedua murid di jalan menuju Emaus itu, Tuhan ingin kita berjalan bersama-Nya dan mendengarkan Dia. Yesus rindu membangkitkan harapanmu. Dia ingin memberikan harapan yang benar di hatimu. Badai kehidupan mungkin membuat fokus kita kepada Allah terguncang, tapi Yesus menunggu kita duduk bersekutu kembali bersama-Nya, mendengarkan Dia, sampai kita kembali memiliki pengenalan yang benar tentang Dia dan segala perbuatan-Nya.

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^