Monday, May 11, 2020

Being A Disciple Maker


by Leticia Seviraneta

Ketika ada seorang yang kita kasihi bangkit dari kematian dan memberikan pesan terakhir kepada kita, kita akan menganggapnya penting bukan? Bangkit dari kematian sendiri sudah merupakan hal yang supernatural, sebuah mujizat. Terlebih lagi ketika yang bangkit dari kematian tersebut memberikan mandat atau perintah terakhir untuk kita lakukan. Sebelum perpisahan, kita pada umumnya hanya menitipkan pesan yang sangat penting. Demikianlah halnya yang terjadi ketika Yesus bangkit dari kematian dan sebelum naik ke Sorga, ia memberikan mandat bagi para murid. Sebuah perintah yang terpenting bagi Tuhan Yesus untuk kita lakukan.

Yesus mendekati mereka dan berkata: “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.”
(Matius 28:18-20)

Bila kita baca kelanjutan dari pekerjaan-pekerjaan para murid setelah kenaikan Yesus ke Sorga dalam Kitab Para Rasul, kita dapat melihat betapa mereka bersungguh-sungguh menjalankan perintah-Nya ini. Mereka berkeliling untuk memberitakan kabar baik keselamatan yang datang melalui Yesus, banyak orang yang menjadi percaya berkumpul secara rutin untuk bertekun dalam pengajaran para rasul, dan jumlah yang percaya setiap hari bertambah. 

“Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa. Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dalam persekutuan dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa.”
(Kisah Para Rasul 2:41-42)

“Sambil memuji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.”
(Kisah Para Rasul 2:47)

Sejak semula, kekristenan bukanlah sebuah agama, melainkan sebuah pergerakan (movement) untuk:
  1. Memberitakan kabar keselamatan melalui Kristus (Injil).
  2. Membaptis mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.
  3. Mengajar mereka untuk melakukan perintah-perintah Kristus.
dengan disertai oleh kekuatan Allah melalui Roh Kudus.

Namun yang terjadi dalam kekristenan saat ini, seringkali kita menganggap bahwa peran tersebut milik eksklusif dari pendeta, evangelis, guru Alkitab, dsb. Kita cukup puas menjadi “penonton” dengan hadir di dalam kebaktian gereja, “makan” Firman Tuhan yang dikhotbahkan, dan pulang dengan merasa telah melakukan apa yang Yesus ingin kita lakukan. Sayangnya, mandat terakhir Yesus bukanlah sekedar supaya kita rutin datang ke gereja dan pasif mendengarkan pengajaran Firman, melainkan untuk menjadi pemurid (disciple maker). Ini bukanlah panggilan khusus untuk orang Kristen tertentu saja yang “lebih rohani” melainkan panggilan yang berlaku bagi semua orang percaya kepada Kristus. 

Tentu sebelum menjadi seorang pemurid (disciple maker), kita perlu menjadi seorang murid (disciple) terlebih dahulu. Ketika Yesus memanggil para murid-Nya, ia berkata, “Ikutlah Aku” atau “Follow Me. Seorang murid pada dasarnya adalah pengikut Kristus (Jesus’ followers). Seorang murid pada zaman itu akan mengikuti (follow) gurunya (rabi) kemana pun ia pergi. Ia akan mempelajari pengajaran gurunya serta meniru perbuatannya. Seorang murid benar-benar adalah pengikut gurunya secara literal. Dengan demikian, adalah mustahil menjadi seorang murid tanpa pada akhirnya menjadi serupa dengan gurunya. 

“Tidak ada murid yang lebih besar daripada gurunya. Tetapi murid yang sudah selesai belajar, akan menjadi sama seperti gurunya.”
(Lukas 6:40 / BIS)

Jadi, pada intinya menjadi murid Yesus adalah meniru perbuatan-Nya, melanjutkan pelayanan-Nya, dan menjadi serupa dengan-Nya dalam proses. Seorang Kristen tidak dapat tidak menjadi serupa dengan Kristus.

Kabar baiknya, Tuhan tidak memanggil kita dalam isolasi. Untuk menjadi seorang murid, kita perlu dimuridkan terlebih dahulu. Di sinilah peranan komunitas gereja menjadi vital. Kita perlu tertanam di sebuah gereja lokal, dimuridkan oleh seorang yang lebih dewasa dalam karakter dan perjalanan-Nya bersama Kristus. Kita perlu mengenal Firman-Nya sehingga dapat memberitakan dan mengajarkan-Nya kepada orang lain. Kemudian kita perlu bertumbuh dari seorang murid menjadi seorang pemurid. Karena kembali lagi, mandat Kristus bukan berhenti menjadi seorang murid saja melainkan menjadi pemurid.

Saya tidak bermaksud membuat ini menjadi seperti beban atau kewajiban sebagai pengikut Kristus. Setiap pemurid harus memiliki motivasi dan sikap hati yang benar. Kita tidak menjadi pemurid karena kewajiban, melainkan karena kasih. Saya percaya bahwa cara terbaik untuk mengasihi Allah adalah dengan menggembalakan domba-domba-Nya.

Sesudah sarapan Yesus berkata kepada Simon Petrus: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku lebih dari pada mereka ini? Jawab Petrus kepada-Nya: “Benar Tuhan, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau.” Kata Yesus kepadanya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.”
(Yohanes 21:15)

Tiga kali Yesus bertanya kepada Petrus apakah ia mengasihi-Nya. Tiga kali Petrus memberi respon bahwa ia mengasihi-Nya. Kemudian Yesus mengulangi tiga kali untuk menggembalakan domba-domba-Nya. Ketika kita mengasihi seseorang, kita akan belajar mengasihi juga apa yang ia kasihi. Yesus sangat mengasihi domba-domba-Nya hingga mati bagi kita semua. Apa yang berharga di mata-Nya menjadi berharga bagi setiap kita yang mengasihi-Nya juga. Inilah mengapa seorang Kristen tidak dapat terlepas dari komunitas gereja. Seorang Kristen tidak dapat benar-benar mengasihi Kristus bila ia tidak mengasihi sesama orang percaya dan terlibat dalam pemuridan.

Seringkali yang membuat kita menganggap pemuridan menjadi panggilan yang terlalu tinggi untuk kita adalah karena kita menganggap kita harus sempurna terlebih dahulu untuk menjadi pemurid. Kita menganggap kita perlu tahu banyak sekali Firman Tuhan untuk dibagikan terlebih dahulu, sudah tidak jatuh ke dalam dosa lagi, dsb. Hal ini membuat kita menunda niat untuk melakukannya dan pada akhirnya kita tidak maju sama sekali. Kabar baiknya, memuridkan bukanlah tentang mengumpulkan orang untuk mendengarkan pengajaran kita, melainkan berfokus untuk mengasihi mereka. Seorang gembala mengasihi dombanya dengan memperhatikan, mengetahui keseharian, menolong dalam pergumulan atau kesulitan, memberi makan, dan mengobatinya bila terluka. Sesungguhnya menjadi pemurid dimulai dari langkah sederhana untuk hadir - “be present” - dalam kehidupan para murid. Seorang pemurid mengasihi sedemikian rupa sehingga menolong mereka untuk mengasihi dan taat kepada Kristus. Seorang pemurid menunjukkan sekilas seperti apa Tuhan Yesus itu. Untuk melakukan langkah sederhana ini, modal dasar seorang pemurid adalah kasih. Bila teman-teman mengasihi Tuhan dan mengasihi domba-domba-Nya, maka teman-teman dapat menjadi seorang pemurid saat ini juga. Dalam perjalanannya, seorang pemurid pun juga terus bertumbuh dalam pengenalan akan Kristus melalui Firman Tuhan dan pengalaman pribadinya. Sehingga pemurid akan terus diperlengkapi juga oleh Roh Kudus dalam proses memuridkan.

Pemuridan bukanlah sekedar program gereja. Pemuridan adalah sebuah hubungan. Sama seperti kedua belas murid Yesus yang tinggal bersama-Nya, menghabiskan waktu dan membina hubungan dengan-Nya, demikian juga halnya pemuridan yang Yesus kehendaki untuk kita lakukan. Tanpa jabatan pemimpin dalam gereja sekalipun, setiap anggota gereja dapat menjadi pemurid. Teman-teman dapat memulai dengan mencari seseorang yang membutuhkan pertolongan. Teman-teman dapat membina hubungan dengannya, menyediakan telinga untuk mendengar, hadir di masa-masa sukar hidupnya, dan pada akhirnya teman-teman dapat memperkenalkan pribadi Tuhan Yesus kepadanya. 

Pemuridan justru terjadi dalam situasi non-formal, terlihat alami, namun tetap harus disengaja (intentional). Kita perlu secara aktif membina hubungan baik kita sebagai murid dan juga kita sebagai pemurid. Kita membutuhkan keduanya. Kita butuh seorang untuk memuridkan kita dan kita butuh untuk memuridkan orang lain. Dengan demikian hidup kita terjaga dan terus bertumbuh seiring dengan kita pun menolong pertumbuhan orang lain. Inilah gereja sesungguhnya. Gereja pada intinya terletak pada pemuridan. Dan semua ini hanya dapat terjadi bila kita sadar dan taat untuk menjadi seorang pemurid (disciple maker) untuk menyalurkan kasih Kristus kepada dunia.

“Discipleship is not an option. Jesus says that if anyone would come after me, he must follow me.” – Tim Keller
“The Christian life is the disciple life and the discipling life.” – Mark Dever

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^