Monday, October 28, 2019

Kepahlawanan Yael: Ketika Yang Lemah Menaklukkan Yang Kuat


by Glory Ekasari

Kisah Yael, seorang wanita yang tanpa disangka menjadi pahlawan bagi bangsa Israel, dapat dibaca di Hakim-Hakim pasal 4.

Pada masanya, Sisera adalah panglima perang yang ternama, seorang ahli perang yang memimpin pasukan Kanaan yang terkenal garang dengan sembilan ratus kereta besi. Mustahil bagi orang Israel, khususnya suku Naftali dan Zebulon, untuk mengalahkan mereka. Selama dua puluh tahun orang Israel ditindas dan diperas oleh bangsa Kanaan, sampai akhirnya Tuhan berbelas kasihan kepada mereka. Tuhan berbicara kepada nabiah Debora yang tinggal di wilayah suku Efraim (sekitar 100 Km jauhnya dari wilayah suku Naftali), untuk memanggil Barak, seorang panglima dari suku Naftali, dan menyuruhnya menyerang Sisera.

Barak bersedia, dengan satu syarat: Debora ikut bersamanya. Permintaan ini diajukan tentu karena Barak takut; dia tidak yakin bahwa ia akan menang melawan pasukan Kanaan. Bila Debora yang notabene adalah nabi Tuhan ikut bersamanya, kemungkinan menang akan menjadi lebih besar, demikian pikir Barak.

Tetapi Debora melihat niat Barak tersebut dan menegaskan ketidakpercayaan sang panglima kepada Tuhan. Tuhanlah yang menyuruh dia melawan Sisera; Tuhan juga yang akan memberi kemenangan. Meragukan perintah Tuhan berarti meragukan Dia. Tadinya Tuhan akan mengangkat Barak menjadi salah satu pahlawan Israel, namun karena Barak tidak percaya kepada-Nya, Tuhan akan memberikan gelar itu kepada orang lain, seorang perempuan.

Singkat cerita, Debora setuju untuk ikut dengan Barak ke kota Kadesh dan bersiap menyerang Sisera. Dan terjadilah sesuatu yang mustahil: pasukan yang dipimpin Barak berhasil mendesak pasukan Kanaan. Sisera berhasil melarikan diri dari kejaran orang Israel, dan lari sampai perkemahan seorang Keni yang bernama Heber. Sisera bersahabat dengan Heber, sehingga ia berani menumpang di kemahnya. Hanya saja, saat itu yang menerima Sisera bukan Heber sendiri, melainkan isterinya, Yael.

Yael menyediakan tempat bagi Sisera untuk beristirahat. Tanpa kecurigaan apapun, Sisera tidur di kemah yang telah disediakan. Ketika dia sedang tidur lelap, Yael masuk dan membunuhnya, dengan cara memakukan patok kemah ke kepalanya, sampai kepala Sisera menancap di tanah. Ketika Barak akhirnya sampai ke perkemahan Heber, Yael menunjukkan mayat Sisera kepadanya. Sesuai firman Tuhan, kehormatan dalam pertempuran itu jatuh ke tangan seorang perempuan, karena dialah yang membunuh panglima tentara musuh.

Bukan rahasia bahwa pada masa itu, wanita adalah warga kelas dua. Segala sesuatu dilakukan oleh laki-laki: memimpin keluarga, memimpin pasukan, dan memimpin kerajaan. Fakta bahwa Tuhan justru menyerahkan kehormatan peperangan di tangan Yael, seorang wanita yang bahkan bukan orang Israel, berbicara banyak tentang apa yang Dia kehendaki.

// Allah Tidak Suka pada Ketidakpercayaan
Semestinya Barak, sang pemimpin pasukan Israel, yang menjadi pahlawan; namun Barak tidak percaya kepada Tuhan. Dia tidak percaya bahwa Allah Yang Mahakuasa sanggup melepaskan Israel dari tangan musuh-musuh mereka, dan dia merasa perlu membawa Debora untuk mengamankan diri dalam peperangan.

Seringkali kita juga seperti Barak. Kita kuatir, takut, tidak berani melangkah, sekalipun firman Allah telah menguatkan kita. Kita diingatkan oleh Roh Kudus akan firman-Nya, tapi kita tidak mau melakukan. Akar dari semua itu adalah ketidakpercayaan: kita tidak percaya bahwa firman Tuhan adalah kebenaran dan kehidupan; kita tidak percaya bahwa kita akan berbahagia bila kita taat kepada Tuhan; kita tidak percaya bahwa rencana-Nya dan kehendak-Nya bagi kita adalah yang terbaik! Seperti Barak yang meminta nabiah Debora menemaninya supaya dia lebih mantap, kita menghendaki sesuatu yang kelihatan untuk menjadi pegangan bagi kita. Padahal siapa yang memerintahkan Debora memilih Barak menjadi panglima? Bukankah Allah sendiri? Siapa yang berbicara kepada kita? Bukankah firman Tuhan yang berkuasa menciptakan segala yang ada?

Bagi orang dunia, harus ada garansi, harus ada bukti fisik, baru sesuatu bisa diterima. Itu logis, itulah cara berpikir yang benar. Tetapi cara seperti ini tidak bisa diterapkan dalam hubungan kita dengan Allah. Kita berharap pada sesuatu yang tidak kelihatan, karena, “Bagaimana orang masih mengharapkan apa yang dilihatnya?” (Roma 8:24). Abraham percaya kepada Tuhan sebelum dia melihat keturunannya maupun tanah yang Allah janjikan baginya. Daud percaya kepada Tuhan sebelum dia melihat Bait Suci yang didirikan Salomo. Musa percaya kepada Tuhan sebelum ia membawa bangsa Israel melintasi Laut Merah. Mengapa? Karena iman adalah “dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan, dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat” (Ibrani 11:1). Dan Tuhan berkata tegas, “Tanpa iman, tidak mungkin orang berkenan kepada Allah” (Ibrani 11:6). Dunia tidak mengenal iman, karena mereka tidak mengenal Allah. Tuntutan agar Allah berlaku seperti manusia, bagi orang dunia adalah hal yang logis, bagi mereka itulah hikmat; namun bagi Allah, itu semua kebodohan.

// Allah Berkenan kepada Iman
Yael menjadi teladan bagi kita dalam hal ini. Suaminya, Heber, punya hubungan baik dengan seorang jenderal Kanaan yang penting dan terhormat. Koneksi itu sangat penting dan Yael tidak punya alasan untuk menyerang Sisera, apalagi membunuhnya; kecuali dia percaya bahwa Allah Israel adalah Allah yang hidup, dan bangsa Israel—yang dimusuhi Sisera, sungguh adalah umat Allah Yang Hidup, dan ia harus ada di pihak mereka.

Berdasarkan imannya itu, Yael mengambil tindakan yang menentukan. Tidak akan ada orang yang berpikir bahwa Sisera, seorang panglima besar yang gagah perkasa, akan mati dalam tidurnya, dengan cara yang mengerikan, di tangan seorang perempuan! Siapa Yael? Kemungkinan besar dia adalah ibu rumah tangga biasa. Tetapi di tangannya, Sisera menemui ajalnya. Apa yang nampaknya lemah dan bodoh bagi dunia, dipakai Allah untuk mempermalukan orang yang dianggap kuat.

Mampukah Allah menyerahkan bangsa Kanaan ke dalam tangan Israel? Itu perkara kecil bagi Dia! Bukan hanya itu, Allah juga mampu menentukan dengan cara apa musuh Israel itu akan mati, siapa yang membunuh dia, dan sebagainya, karena Allah Maha Kuasa. Semuanya terjadi sesuai firman-Nya, dan tidak ada yang dapat menggagalkan rencana-Nya. Bila kita ada di pihak Allah yang demikian, kita bisa yakin bahwa kita ada di pihak yang benar! Iman Yael dihargai oleh Tuhan, dan namanya diabadikan sebagai salah satu pahlawan Israel.

Dalam hal apa kita tidak percaya kepada Allah? Dalam hal apa kita ragu akan kesanggupan-Nya? Apakah kita merasa perlu bukti dulu sebelum percaya? Akankah kita seperti Barak, yang kehilangan kehormatan sebagai panglima perang karena ketidakpercayaannya, atau apakah kita seperti Yael, yang dianggap rendah dan biasa oleh orang lain, namun diangkat menjadi pahlawan karena imannya?

. . Apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah.
(I Korintus 1:27-29)

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^