by Alphaomega Pulcherima Rambang
Tetapi pada waktu malam diambilnyalah Lea, anaknya, lalu dibawanya kepada Yakub. Maka Yakub pun menghampiri dia. Tetapi pada waktu pagi tampaklah bahwa itu Lea! Lalu berkatalah Yakub kepada Laban: “Apakah yang kauperbuat terhadap aku ini? Bukankah untuk mendapat Rahel aku bekerja padamu? Mengapa engkau menipu aku?” Jawab Laban: “Tidak biasa orang berbuat demikian di tempat kami ini, mengawinkan adiknya lebih dahulu dari pada kakaknya.”
(Kejadian 29:23, 25-26)
Alkitab dengan gamblang menjelaskan bahwa ide menjadikan Lea sebagai istri Yakub tanpa sepengetahuan Yakub adalah ide Laban. Gak terbayangkanlah ya bagi kita di zaman sekarang pernikahan seperti ini. Amit-amit dah, ini Laban orang tua macam apa sih, kok teganya melakukan ini pada anak-anaknya. Mosok sih dia tidak memikirkan perasaan anak-anaknya? Walaupun dikatakan tidak biasa dalam adat mereka untuk mengawinkan adik lebih dahulu, kenapa fakta itu tidak disampaikan ke Yakub sebelumnya? Ini sih memang niat menipu. Entah kenapa Lea juga menerima saja hal ini. Apakah dia dipaksa Laban, atau dia diam-diam juga mencintai Yakub sehingga mau saja melakukan ini, kita tidak tahu.
Yang terjadi kemudian sungguh tragis. Bayangkan scene ini. Yakub bangun tidur, melihat Lea, menatap Lea dengan tidak percaya, lalu Yakub langsung lari mendatangi Laban dan protes! Well, Lea mungkin sudah membayangkan kekecewaan Yakub dan pasti tahu Yakub merasa tertipu. Dia telah dibodohi Laban, dipaksa menikahi perempuan yang tidak dicintainya. Respon Yakub saat mengetahui bahwa yang dinikahinya (dan ditidurinya) bukan Rahel tentu sangat bisa dimengerti. Lea menyadari bahwa tidak ada tempat baginya di hati Yakub. Duh, itu hati apa gak hancur berkeping-keping ya.
Demikianlah hari pertama pernikahan Lea yang sangat menyedihkan. Yang terjadi di hari-hari berikutnya lebih menyedihkan lagi.
Maka Yakub berbuat demikian; ia menggenapi ketujuh hari perkawinannya dengan Lea, kemudian Laban memberikan kepadanya Rahel, anaknya itu, menjadi isterinya. Yakub menghampiri Rahel juga, malah ia lebih cinta kepada Rahel dari pada kepada Lea. Demikianlah ia bekerja pula pada Laban tujuh tahun lagi.
(Kejadian 29:28, 30)
Lea tidak dicintai oleh suaminya sendiri, sejak hari pertama pernikahannya. Betapa menyakitkannya itu. Kalau ini belum cukup menyakitkan, tujuh hari kemudian suaminya menikahi adiknya sendiri, dan rela bekerja tujuh tahun lagi untuk wanita lain.
Tetapi Tuhan melihat Lea. Dia memperhatikan Lea yang menaruh pengharapan kepada-Nya, dan memberikan seorang putera kepadanya. Tuhan menunjukkan perhatian-Nya pada Lea.
Ketika TUHAN melihat, bahwa Lea tidak dicintai, dibuka-Nyalah kandungannya,
tetapi Rahel mandul.
(Kejadian 29:31)
Kita bisa membayangkan sakit hati Lea. Lea bisa saja menjadi pahit dan menarik diri dari orang lain, menyalahkan orang lain dan Tuhan, atau menyakiti dirinya sendiri. Tapi Lea tidak melakukan itu. Satu hal luar biasa yang kita pelajari dari Lea, di tengah kepedihan hatinya, Lea tetap menaruh pengharapannya kepada Tuhan. Lea semakin mendekat kepada Tuhan. Kita dapat melihat dari nama yang diberikannya kepada anak-anaknya:
Lea mengandung, lalu melahirkan seorang anak laki-laki, dan menamainya Ruben, sebab katanya: “Sesungguhnya TUHAN telah memperhatikan kesengsaraanku; sekarang tentulah aku akan dicintai oleh suamiku.”
(Kejadian 29:32)
Mengandung pulalah ia, lalu melahirkan seorang anak laki-laki, maka ia berkata: “Sesungguhnya, TUHAN telah mendengar, bahwa aku tidak dicintai, lalu diberikan-Nya pula anak ini kepadaku.” Maka ia menamai anak itu Simeon.
(Kejadian 29:33)
Mengandung pulalah ia, lalu melahirkan seorang anak laki-laki, maka ia berkata: “Sekali ini suamiku akan lebih erat kepadaku, karena aku telah melahirkan tiga anak laki-laki baginya.” Itulah sebabnya ia menamai anak itu Lewi.
(Kejadian 29:34)
Mengandung pulalah ia, lalu melahirkan seorang anak laki-laki, maka ia berkata: “Sekali ini aku akan bersyukur kepada TUHAN.” Itulah sebabnya ia menamai anak itu Yehuda. Sesudah itu ia tidak melahirkan lagi.
(Kejadian 29:35)
Nama yang diberikan Lea kepada anak-anaknya menunjukkan iman percaya-nya kepada Tuhan. Saat menamai Ruben, Simeon dan Lewi, Lea meyakini Tuhan telah memperhatikan dan mendengar sengsaranya: Tuhan adalah ALLAH yang mengetahui isi hatinya yang terdalam. Setiap kali Lea menyebut nama anak-anaknya, dia teringat akan kasih Tuhan padanya. Memang Lea masih mengharapkan cinta suaminya; nama ketiga anaknya yang pertama jelas-jelas menunjukkannya. Tapi melalui ketiga nama anaknya pula, Lea mengingatkan dirinya bahwa sekalipun dia tidak dikasihi suaminya, tetapi Tuhan mengasihinya. Saat Yehuda lahir, Lea tidak lagi menyebut-nyebut tentang kasih suaminya; ia hanya bersyukur kepada Tuhan. Luar biasa imannya: walaupun pernikahannya tidak bahagia, dia tetap bersyukur.
Tidak ada yang tahu apakah akhirnya Lea dikasihi Yakub atau tidak, tetapi di akhir hidupnya, Yakub meminta agar Lea dikuburkan di gua Makhpela, kuburan keluarga mereka. Lea dikuburkan bersama-sama dengan Abraham, Sara, Ishak, Ribka dan Yakub. Sebuah tempat terhormat tentunya, disejajarkan dengan Abraham, Sara, Ishak, dan Ribka.
Melalui perjalanan imannya yang menyakitkan, Lea menjadi semakin dekat dengan Tuhan dan menyadari kalau hanya Tuhanlah kasih sejatinya, yang selalu mengasihinya setiap saat. Tuhan adalah Allah yang mendengar dan memperhatikan segala pergumulannya. Pada akhirnya, Lea mampu mensyukuri segala apa yang terjadi dalam hidupnya. Sumber sukacitanya bukanlah kasih suaminya, tetapi Tuhan yang telah terbukti kasih dan kesetiaan-Nya sepanjang hidupnya.
Apa yang dialami Lea rasanya terlalu menyedihkan untuk dialami di zaman sekarang. Dinikahi tanpa cinta dan tidak dicintai selama pernikahannya. Wow! Membayangkannya saja sungguh mengerikan. Tapi, dari Lea kita dapat belajar untuk terus menaruh pengharapan kepada Tuhan dan semakin mendekat kepada Tuhan saat kepedihan hati melanda. Sebagai seorang istri, ada kalanya love tank saya tidak penuh karena merasa suami kurang perhatian. Saya merasa tidak dikasihi karena suami begitu sibuk sampai-sampai sesi pillow talk ditiadakan berhari-hari. Saat itu terjadi, saya punya pilihan: fokus melakukan sesuatu untuk mendapatkan kasih suami (ngambek, marah, mengkomunikasikan ke suami) atau mendekat kepada Tuhan dan merasa puas dalam kasih-Nya. Akan ada saat di dalam pernikahan kita merasakan ketidakbahagiaan, frustasi, dan tidak puas. Banyak faktor bisa menyebabkannya. Tetapi mari kita terus mendekat kepada Tuhan dan merasa puas di dalam Dia.
No comments:
Post a Comment
Share Your Thoughts! ^^