by Alphaomega Pulcherima Rambang
“Si Dina sama lho, kayak Adek”, kata suamiku beberapa waktu yang lalu. FYI, Dina tuh, sepupuku yang umurnya baru 4 tahun. Dia lucu dan cerewet banget. Dia suka nempel sama suamiku dan minta ditemani bermain.
“Sama kenapa, Bang?”
“Iyaaaa... Masak dia minta Abang pilih-pilih baju di game-nya, terus akhirnya, eh… dia malah milih pilihannya sendiri. Wanita di mana-mana sama ya, Dek. Gak besar atau kecil, sama aja.”
Aw. Aw. Aw. Aku tertawa, tapi juga merasa tersindir.
--**--
Astagaaaa… Jadi selama ini aku berbuat demikian dong, sama suamiku, sampai-sampai dia menyamakan Dina denganku—yang ternyata sering sok-sokan nanya pendapat suamiku lalu ujung-ujungnya pendapat sendiri yang dipake. Ngapain nanya kalau begitu, yah? Wanita ya, ada-ada aja. Mending dari awal buat pilihan sendiri aja, daripada nanya tapi gak mempertimbangkan jawaban suami dan membuat pilihan sendiri hehehe. Aku merasa bersalah. Harus bertobat dan berbalik dari jalan yang jahat nih :p Kalau hal ini terjadi sewaktu pacaran gak apa-apa kali ya. Kolose 3:18 kan, bilang gini:
Hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan.
(Kolose 3:18)
Sebagai seorang istri, kalau kita gak nurut sama suami, ternyata itu bisa menyakiti hati suami lho, seolah-olah kita meragukan pemikiran dan keputusannya. Contohnya ini:
Ada suami istri jalan bareng ke pusat perbelanjaan. Istri mau beli keranjang sampah, lalu terjadilah percakapan begini:
Istri: Pap, keranjang sampahnya bagusan yang warna apa nih?
Suami: Yang biru aja Mam.
Istri: Kenapa?
Suami: Kenapa ya? Gak kenapa-napa sih, tapi papi suka yang biru.
Istri: Okeee... *ujung-ujungnya beli yang warna pink*
Suami: *pingsan*
Hahahaha, ini bukan percakapanku dan suamiku yaaaa :p Mana pernah kami manggil 'mami papi' gitu (LOL). Tapi kira-kira begitulah gambarannya. Kan bikin kesel ya? ^^' Kalau cuma sekali dua kali gak apa-apa. Kalau keseringan? Jangan salahkan suami kalau jawabannya TERSERAH :p
Sebaliknya, saat kita menaati suami—dalam segala hal—itu bisa membuat dia sangat senang. Di sinilah pentingnya bagi kita untuk BELAJAR TUNDUK PADA SUAMI, sekalipun untuk sesuatu yang sederhana. Alasannya karena firman Tuhan berkata demikian :) Dari ‘sindiran’ suamiku di awal tulisan ini, aku merasa dicubit dan diingatkan, “Noh Meg... dari hal kecil pun kamu harus belajar menghargai pendapat suamimu. Memang menyakiti kamu kah kalau memilih warna keranjang sesuai pilihan suami?” *eh, yang di atas tadi bukan aku kok, bukaaaannn... bukaannnn...^^’
Saat kita setia dalam perkara kecil maka kita akan setia dalam perkara yang lebih besar.
Yes. Amen. Aku masih percaya itu. Kalau perkara kecil saja aku tidak menghargai pendapat suami, bagaimana aku bisa menghargainya dalam perkara lain yang lebih besar? Gak bakal! Semakin banyak aku melatih diriku dalam penundukan-penundukan kecil, maka aku akan mudah tunduk dalam perkara lain yang lebih besar.
Aku mulai mencari ayat-ayat Alkitab yang berbicara tentang penundukan istri terhadap suami dan menemukan beberapa hal:
1. Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan. – Efesus 5:22
Hai para istri (cieeee...), aku menulis ini juga untuk mengingatkan diri sendiri:
Ketaatan pada suami merupakan ketaatan pada Tuhan, karena Tuhan memerintahkan kita melakukan itu!
Kalau kita gak bisa menemukan alasan untuk taat pada suami, lakukanlah itu untuk Tuhan. Karena Tuhan telah mengasihi kita dengan kasih yang sempurna, yuk kita meresponi kasih-Nya dengan tunduk pada suami.
2. Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah isteri kepada suami dalam segala sesuatu. – Efesus 5:24
SEGALA SESUATU?
Gak salah ini ayat? Masak sih, SEGALA SESUATU?
Maksudnya, ketaatan gak hanya dipraktikkan saat kita ingin melakukannya, atau saat kita sepenuh hati setuju dengan suami kita, atau saat dia memperlakukan kita dengan kasih Kristus. Tapi dalam segala sesuatu! Alkitab gak bilang: taatlah KALAU… Taat ya taat. Titik. Kita bertanggung jawab pada Tuhan atas tindakan kita masing-masing, dan gak ada alasan untuk ketidaktaatan atas Firman-Nya. Tuhan membuat suami untuk memimpin; jadi istri harus membiarkan dia memimpin dan memperlakukannya seperti seharusnya seorang pemimpin diperlakukan. Suami memerlukan seseorang untuk menguatkan dia, menghargai dia, percaya padanya, dan menghormatinya. Dan itulah alasan Tuhan memberikannya istri! Dengan demikian, suami akan mampu menanggung lebih banyak kesulitan karena dia tahu ada seorang istri di rumah yang mengagumi dia, percaya, dan mendukungnya, apapun yang terjadi.
Bagaimana kalau suami kita bukan seorang Kristen yang taat?
Demikian juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya.
(1 Petrus 3:1)
Tuhan bilang kalau ketaatan istri merupakan kunci memenangkan suami yang belum taat kepada Kristus. Bukan omelan istri. Bukan rongrongan istri. Istri gak perlu berkhotbah. Istri hanya diminta untuk tunduk pada suaminya dengan sukarela, sukacita, dan penuh kasih. Tuhan akan memakai penundukan seorang istri untuk memenangkan suaminya bagi Kristus.
Tapi bagaimana kalau suami meminta saya melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Firman Tuhan?
Ini satu-satunya pengecualian yang bisa kita temukan terhadap kata “dalam segala sesuatu” di Efesus 5:24. Petrus berkata agar istri untuk tunduk pada suami yang belum percaya. Tapi Petrus saat ditegur karena memberitakan Kristus, dia juga pernah menjawab, "Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia.” (1 Petrus 5:29)
Istri gak boleh asal taat sama suami. Saat suami berbuat salah, istri wajib mendoakan dan mengingatkan suaminya untuk hidup benar sesuai dengan kehendak Tuhan.
Jadi pertama-tama, taat sama Tuhan, baru taat sama suami. Kalau suami meminta kita melakukan sesuatu yang bertentangan sama apa kata Tuhan, baru jangan diturutin, deh. Tapi baek-baek ya, ngomongnya. Jangan sampe ada piring terbang segala (emang UFO :p). Kalo kagak mah, nurut aja deh. Pasti sulit untuk tunduk, apalagi kalau istri selalu merasa paling benar. Karena itulah, kita perlu berlatih untuk berserah—dimulai dari hal kecil, dibiasakan dari hal yang sederhana. Belajar percaya bahwa Tuhan yang akan menuntun keputusan suami.
Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh.
(Efesus 4:22-23)
Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diriNya bagiNya.
(Efesus 4:25)
Dulu kalo baca tiga ayat di atas, aku mikir, “Kenapa sih isteri disuruh tunduk sama suami, sedangkan suami disuruh mengasihi isteri. Sedemikian sulitnya kah buat istri menundukkan diri pada suaminya sampai harus ada ayat khusus gitu?” Tapi setelah sharing dengan seorang teman, akhirnya aku memperoleh pencerahan ^^’
- Kenapa suami diminta mengasihi istri?
- Kenapa istri diminta tunduk sama suami?
Sebenarnya, Allah menginginkan hubungan suami-istri yang ada di dunia ini menggambarkan hubungan Kristus dan jemaat. Saat orang lain melihat suami-istri Kristen, Allah rindu hubungan mereka mencerminkan hubungan antara Kristus sebagai Kepala dan jemaat sebagai mempelai-Nya. Suami yang mengasihi istrinya hingga rela berkorban merupakan gambaran bagaimana Allah telah menyerahkan semua yang dimiliki-Nya bagi jemaat; sementara istri yang tunduk kepada suaminya adalah gambaran jemaat yang mau menundukkan diri dan percaya pada pimpinan Sang Kepala (alias Kristus).
Adalah mudah bagi wanita untuk tunduk pada pria, waktu dia merasa dikasihi olehnya. Adalah mudah bagi pria untuk mengasihi hingga mengorbankan dirinya sewaktu istrinya tunduk dan percaya padanya.
Rumus yang gampang (secara teori) sebenarnya, ya...
Wahai para suami (yaa, Pearl juga boleh dibaca para pria, kok. Hahaha), jika engkau mau istrimu tunduk, kasihilah dia dengan cara yang dipahaminya. Buat dirinya merasa dikasihi dan voilaaaa... Engkau akan mendapatkan sikap hormat dan tunduk dari istri.
Wahai para istri, tunduklah pada suamimu. Dengarkan kata-katanya, hargai pendapatnya, hormati keputusannya, jangan suka berbantahan. Dan... Tiba-tiba suamimu akan bersikap manis.
So simple, isn’t it?
Tapi bukan cuma itu yang Tuhan mau. Logikanya udah bener, sih. Hati suami mana sih yang gak semakin mengasihi istrinya saat dia lihat istrinya mau tunduk padanya, menghargai pendapatnya, menghormati setiap keputusannya dan tidak suka berbantahan dengannya. Disadari gak disadari, sikap tunduk seorang wanita menunjukkan seberapa besar dia memercayai suaminya. Demikian pula sebaliknya: bagaimana istri gak tunduk dan menghormati suaminya, berkata manis dan taat waktu dia tahu suaminya begitu mengasihinya? Tentunya sang istri tunduk karena dia percaya suaminya sedemikian mengasihi dia sehingga keputusannya adalah yang terbaik dan didasari kasihnya kepada istri.
Tapi bagi Allah, hubungan suami-istri bukan hanya hubungan timbal balik (alias simbiosis mutualisme), di mana kalo sang suami mengasihi lalu istri tunduk, lalu bila sang suami gak mengasihi, sah-sah saja buat sang istri melawan. NOOOOO...!!!
Kita harus ingat: hubungan suami isteri adalah gambaran hubungan KRISTUS dan jemaat.
KRISTUS mengasihi jemaat-Nya tanpa syarat. Itu pula yang Tuhan mau dari para suami dan istri, Dia tidak ingin suami maupun istri MEMANIPULASI pasangannya dengan melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu, karena kalau itu yang terjadi… Pernikahan seperti ini bukanlah gambaran hubungan Kristus dan jemaat lagi.
Allah mau suami menjalankan perannya untuk mengasihi dan istri untuk tunduk dalam keadaan apapun juga, sepanjang gak bertentangan dengan Firman Tuhan. Gak bisa dipungkiri, pasti ada kalanya suami maupun istri gagal dalam menjalankan peran masing-masing. Iya lah, manusia bisa gagal. Memang bukan karena disengaja, tapi ada kalanya kita gagal.
Contoh:
Suami udah capek banget waktu pulang dari kantor, lalu ingin segera beristirahat dan gak bisa memberikan telinganya untuk sang istri, padahal istrinya merasa dikasihi waktu dirinya didengarkan. Istri yang kesal karena hubungannya dengan rekan kerjanya terganggu lalu pulang ke rumah dan menjadi ketus saat diminta suaminya melakukan sesuatu.
Pasti akan ditemui kegagalan-kegagalan seperti itu.
Tapi... ketika suami-istri tetap berkomitmen menjadikan hubungan mereka sebagai cerminan hubungan Kristus dan jemaat, mereka akan dimampukan untuk tetap bertahan dan tetap menjalankan peran mereka—seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Sekali lagi, bukan karena ingin memanipulasi pasangannya, tapi karena mereka menyadari hubungan mereka seharusnya mencerminkan kemuliaan Kristus. Kristus yang mengasihi jemaat tanpa syarat, dan jemaat yang tunduk kepada Sang Kepala Jemaat dan merasa aman dalam naungan kasih-Nya.
No comments:
Post a Comment
Share Your Thoughts! ^^