Monday, December 18, 2017

My 21st Century Christmas: Tradition or Devotion?



by Yunie Sutanto

Perayaan Natal identik dengan umat Kristiani. Tentulah sebagai umat Kristen, kita menghadiri ibadah Natal dan merayakan 25 Desember sebagai hari lahir Tuhan Yesus Kristus. “Christ” dan “mass” yang artinya massa para pengikut Kristus menjadi asal muasal kata Christmas. “Christmas” berarti sekelompok massa pengikut Kristus yang beribadah bersama secara massal. Uniknya, jemaat mula-mula justru tidak merayakan Natal seperti merayakan Paskah! Tanggal tepat kelahiran Kristus pun senantiasa menjadi perdebatan! Lantas sejak kapan Natal dirayakan setiap Desember tanggal 25?

Sekitar akhir abad ke 4, Kekristenan menjadi agama resmi kekaisaran Romawi. Natal mulai dirayakan secara resmi dan dipilihlah tanggal 25 Desember, untuk menggantikan hari raya kaum pagan Romawi: Saturnalia. Pada prakteknya, perayaan Natal ala Romawi menjadi tak beda dengan perayaan Saturnalia kaum pagan! Hanya judul perayaannya semata yang berubah! Aksi liar pagan terus berlanjut!

Tradisi merayakan kelahiran Krisus terus dibawa lintas generasi dan lintas budaya ke pelbagai negara. Akulturasi dengan budaya setempat memunculkan tradisi-tradisi unik dan khas seperti tradisi memasang pohon natal, menyanyi keliling, tukar kado, menggantung kaos kaki di perapian, dan sebagainya. Di Indonesia pun tradisi unik bermunculan seperti rabo-rabo di Jakarta dan pementasan wayang kulit di Yogjakarta.

Setiap keluarga Kristen pun punya tradisi perayaan hari Natal versi mereka! Ingat lagu I’ll be Home for Christmas? Sudah jadi tradisi untuk berkumpul bersama keluarga di malam Natal, menguatkan kembali tali silahturahmi dan juga mengirim pesan selamat Natal lewat kartu ucapan maupun kado Natal. 

Semua tradisi seolah menggeser fokus dari Natal itu sendiri. Apa gerangan esensi Natal? Mungkin tak semua menghayatinya! Kita dibuat sibuk dengan kehebohan tradisi merayakan Natal, hingga lalai pada esensinya: yakni peringatan kelahiran Kristus. Tidaklah salah memiliki tradisi keluarga saat Natal, bahkan itu sesuatu yang baik. Create your own memorable traditions, but never run from the essence of Christmas.

Natal adalah saat kita merenungkan kembali, merefleksikan kembali, kelahiran Sang Juru Selamat dunia. Bayi Kristus di palungan yang terlahir untuk taat sampai mati di kayu salib! Ungkapan syukur untuk kerelaan Allah turun ke dunia, itulah yang menjadi perayaan Natal di hati setiap umat-Nya. Jesus is the perfect gift from heaven this sinful world received! 

Back to the First Christmas: Natal pertama tidaklah heboh, begitu sederhana! Bayi Kristus dilahirkan di kandang domba, terlelap di palungan. Raja segala raja memilih untuk turun ke dunia dan terlahir dalam kesederhanaan. Bagaimana perayaan Natal kita tahun 2017 ini? Biarlah Natal di abad 21 bukanlah semata tradisi yang dicanangkan seperti di abad ke-4, namun menjadi kesempatan merayakan iman kepada Kristus.

Let our Christmas reflects the glory, joy and gratefulness of a Savior born to Earth! Let it not be distracted by all the fancy traditions! Let it be simple yet meaningful devotion as a Christ follower! A time to pause and rethink the faith that we have in Jesus. 

What if...
He was never born? 

What if...
He refused to save us?

What if...
He never go to the cross?


Blessed are we...
Coz He was born

Blessed are we...
Coz He had chosen to save us

Blessed are we...
Coz he paid the penalty of our sins at the cross


Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepadaku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati.
(Yohanes 11:25)

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^