Monday, June 10, 2019

Orpa: What is the Right Choice?


by Poppy Noviana

Dear Diary,
Saat itu aku hanya menemukan kabar kelaparan, ketidakpastian hidup, tangisan, dan putus asa. Tampaknya tidak ada hal menyenangkan di depan sana menantikanku, apalagi ketika melihat semua yang telah terjadi semuanya semakin menyakitkan. Sekarang pun aku masih terus berjalan sih, dan sudah cukup jauh melangkah… tapi entah sampai kapan aku mampu bertahan! Bahkan orang terdekat yang menjadi semangatku pun tidak memberikanku pilihan untuk melanjutkannya! Balik arah adalah satu-satunya jalan!
Yah… kenyataan hidup memperhadapkanku pada pilihan yang berat. Kondisiku menuntutku untuk memilih dengan tepat. Pilihan ini harus kuputuskan sendiri, karena tidak bisa digantikan oleh orang lain. Keputusanku ini akan menentukan di mana dan bagaimana kehidupanku selanjutnya. Meskipun merasa sedih dan sudah berusaha bertahan sedemikian rupa, akhirnya aku berbalik arah dan kisahku pun tamat.

Wait… Kok, kisahnya gitu doang? Yakin nih udah kelar? Kalo baca cerpen, ini mah nggantung atuh! Nggak ada orang yang doyan digantungin (ya kan, wahai pemirsaahh?). Kurang menarik dan ga berkesan :(

Secara pribadi, aku minta maaf ya, para pembaca. Tapi memang begitulah kenyataannya. Kisah di atas merupakan perkiraan gambaran sudut pandangan tante Orpa di saat-saat terakhir bersama Oma Naomi, mertuanya. Kisahnya bisa dibaca di Rut 1:1-14 aja, karena abis itu udah selesai kisahnya. Eitt, ini bukan berarti nggak ada yang bisa kita pelajari dari Orpa, lho! Siapapun dan bagaimanapun tokohnya, Bapa selalu bisa memakainya untuk mengajarkan sesuatu pada kita.

Trus, kita bisa belajar apa dari Orpa? 
1) Respon yang benar dalam hidup membentuk kedewasaan seseorang. 
Mari kita cermati perbedaan dari “respon karena melihat” dan “respon karena percaya” di bawah ini:

Respon karena MELIHAT Respon karena PERCAYA
Pulanglah, anak-anakku, pergilah, sebab sudah terlalu tua aku untuk bersuami. Seandainya pikirku: Ada harapan bagiku, dan sekalipun malam ini aku bersuami, bahkan sekalipun aku masih melahirkan anak laki-laki,

13. masakan kamu menanti sampai mereka dewasa? Masakan karena itu kamu harus menahan diri dan tidak bersuami? Janganlah kiranya demikian, anak-anakku, bukankah jauh lebih pahit yang aku alami dari pada kamu, sebab tangan TUHAN teracung terhadap aku?"

14. Menangis pula mereka dengan suara keras, lalu Orpa mencium mertuanya itu minta diri, tetapi Rut tetap berpaut padanya.
Berkatalah Naomi: "Telah pulang iparmu kepada bangsanya dan kepada para allahnya; pulanglah mengikuti iparmu itu."

16. Tetapi kata Rut: "Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku;

17. di mana engkau mati, aku pun mati di sana, dan di sanalah aku dikuburkan. Beginilah kiranya TUHAN menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jikalau sesuatu apapun memisahkan aku dari engkau, selain dari pada maut!"

Ibrani 11:1 mengatakan, “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” Dalam tabel di atas, kita bisa memahami bahwa iman tidak bisa didasarkan oleh apa yang kita lihat—that’s why we need faith. Yesus pun pernah berkata, “Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.” (Yohanes 20:29) Ya, kita beriman bukan karena telah melihat apa yang kasat mata; melainkan karena percaya kepada Tuhan yang menganugerahkan iman kepada kita—meskipun kita belum pernah melihat-Nya.

2) Pilihlah segala sesuatu yang arahnya menuju kepada Tuhan. 
Dalam Rut 1, digambarkan bagaimana Naomi berjalan kembali menuju kepada bangsa Israel, bangsa yang dipilih Allah dan mengenal-Nya. Naomi tidak sendirian; dia bersama Rut yang rela meninggalkan ilah-ilah bangsa Moab untuk mengikuti Allah yang benar dan hidup.

“Kemudian berkemaslah ia (Naomi) dengan kedua menantunya dan ia pulang dari daerah Moab, sebab di daerah Moab ia mendengar bahwa TUHAN telah memperhatikan umat-Nya dan memberikan makanan kepada mereka”.
(Rut 1:6)

3) Be still in your purpose, no matter what. It is the best choice for you. 
Demikianlah Naomi pulang bersama-sama dengan Rut, perempuan Moab itu, menantunya, yang turut pulang dari daerah Moab. Dan sampailah mereka ke Betlehem pada permulaan musim menuai jelai. 
(Rut 1:22)

Kita tidak akan pernah menuai jika tidak pernah menabur, kita tidak akan menuai bila kita tidak menabur sebelumnya, dan kamu hanya bisa melihat sebatas sudut pandangmu saja. Saat menuai jelai itu hanya akan tiba jika kita menabur, lalu kita setia untuk merawatnya dalam rentang waktu tertentu, dan kita percaya bahwa suatu saat nanti akan hadir jelai yang siap dituai karena kita tahu siapa yang berjanji memberikan pertumbuhan (1 Korintus 3:6). Don’t trust our perception; trust God's promises, He always fulfills His Promises.

Tuhan memberimu kebebasan menentukan pilihan atas hidupmu, namun Ia adalah pilihan terbaikmu untuk dipilih. 

So… pastikan cerita hidup kita jadi seru dan menarik untuk disaksikan, karena hidup hanya sekali dan mengenal Dia adalah kehidupan yang sebenarnya; sedangkan hidup yang berpusat pada diri sendiri tidak menarik buat Tuhan dan pemirsa (orang lain) untuk dikenang. Siapa yang jadi penguasa hidup kita akan menentukan keputusan seperti apa yang harus diambil.

Dengan akhir seperti ini,

“Menangis pula mereka dengan suara keras, lalu Orpa mencium mertuanya itu minta diri, tetapi Rut tetap berpaut padanya...”
(Rut 1:14)

Sang Penulis Kisah Kehidupan merasa lebih menarik membahas tentang Rut pada kisah selanjutnya.

So what is your choice? I hope you know what it is exactly!

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^