*NB: aku sadar kalau menuliskan hal ini tentu akan ada
risiko aku dicap sebagai orang sok suci dan berlagak seperti malaikat. But, hey! Aku pun juga bisa berbuat
dosa, walaupun mungkin bukan dalam hal sama seperti di atas. Karena Tuhan pun
berkata semua dosa itu sama, nggak ada yang namanya dosa besar semacam membunuh
dan dosa kecil semacam nggosip.*
Post ini adalah lanjutan dari post-ku sebelumnya “BenarkahTuhan Pilih Kasih saat Menyelamatkan?”
Enam hari setelah percakapanku dengan
D, tibalah hari Sabtu di mana aku, dia, dan beberapa orang lainnya memimpin
kelompok kecil dalam persekutuan remaja-pemuda. Kami akan membahas tentang
jalan keselamatan, di mana satu-satunya jalan itu hanya bisa diperoleh dalam
Tuhan Yesus Kristus. Setelah sharing
sana-sini, kami menyimpulkan bahwa ada sebuah pertanyaan yang (ternyata) paling
sering dalam kelompok-kelompok itu.
“Kalo
udah lahir baru, terus berbuat dosa, keselamatan itu bisa hilang nggak?”
Boleh percaya, boleh nggak, keraguan ini pun juga dialami oleh banyak orang, termasuk petobat baru. Mereka tentu takut berbuat dosa, karena bagi mereka, berbuat dosa = keselamatan hilang. That’s why this question had made us felt a little bit surprised. “Astaga, ternyata masih banyak yang belum yakin kalau udah lahir baru itu keselamatan nggak bakal ilang!”
Apakah setelah kita lahir baru dan menerima keselamatan, kita bisa terbebas dari dosa? Nggak. Kenapa? Lha, kita aja masih hidup di dunia ini, which means kita pun harus terus bergumul melawan dosa! -.- Kita nggak bisa jadi suci 100% walaupun udah menerima keselamatan. Seseorang pernah bilang, “Lahir baru adalah titik balik seseorang untuk menjadi serupa dengan Kristus”. It’s a turning point, bukannya kita bisa totally bersih dari dosa! Bahkan Yohanes menulis,
Jika
kita berkata, bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan
kebenaran tidak ada di dalam kita.
(1
Yohanes 1:8)
Tapi Yohanes tidak berhenti di situ.
Dia pun menuliskan, kalau kita mengaku
dosa kita, maka Ia (Tuhan) adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni
segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan (1 Yohanes 1:9). Itu artinya, kita
sebenarnya masih bisa berbuat dosa selama kita hidup di dunia yang telah
tercemar oleh dosa. Tapi bedanya, setelah lahir baru, hidup kita seharusnya
tidak seperti yang dulu lagi. Paulus mengatakan, setelah dia bertobat, dia
mengalami sebuah transformasi kehidupan yang sangat radikal:
“...
Jika ada orang lain menyangka dapat menaruh percaya pada hal-hal lahiriah, aku
lebih lagi: disunat pada hari kedelapan, dari bangsa Israel, dari suku
Benyamin, prang Ibrani asli, tentang pendirian terhadap hukum Taurat aku orang
Farisi...Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap
rui karena Kristus. ... Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa
kebangitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya...supaya aku akhirnya
beroleh kebangkitan dari antara orang mati.”
(Filipi
3:4—11)
Iya, Tuhan mengasihi kita apa adanya,
tapi Dia tidak akan membiarkan kita untuk menjadi apa adanya selamanya. Dia
akan mengubah kita untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus (dikutip dari Just Like Jesus, oleh Max Lucado). Hidup
kita yang telah diselamatkan seharusnya juga berubah seperti yang Dia inginkan,
yaitu hidup sebagai anak-anak terang (Efesus
5:1—21).
Logikanya begini: Anda divonis terkena
kanker stadium akhir, yang artinya sudah tidak ada harapan lagi. Tapi cling! Tiba-tiba saat Anda datang ke
dokter yang sama untuk periksa lagi, dokter itu berkata bahwa kanker Anda
hilang total. Merasa tidak percaya, Anda pun akan memeriksakan diri ke beberapa
dokter yang berbeda (kalau perlu sekalian yang spesialis juga!). Dan hasilnya
tetap sama: Anda dinyatakan pulih total dari kanker.
Pertanyaannya: setelah dinyatakan
sembuh, apakah Anda akan menggunakan “kesempatan kedua” yang Tuhan berikan itu
untuk hidup seenaknya lagi?
Tentu nggak. Bagi kita, kesembuhan
total dari penyakit kanker itu adalah sebuah anugerah besar dari Tuhan,
seolah-olah Dia memberikan kesempatan baru untuk memperbaiki hidup kita. Well, begitu juga dengan lahir baru.
Hidup kita yang telah diselamatkan dari dosa seharusnya demikian. Keselamatan
memang nggak akan hilang saat kita berbuat dosa—kecuali saat kita menghujat Roh
Kudus, which means kita merasa bahwa
Dia yang salah, kita yang benar; dan nggak minta ampun (Markus 3:29). Tapi apakah kita akan menganggap keselamatan itu
sebagai sesuatu yang murah, di mana kita bisa dengan mudahnya berbuat dosa dan
minta ampun berulang kali? Kalau kata Pdt. Daniel K. Listyabudi, itu namanya
bukan sungguh-sungguh bertobat, tapi hobi bertobat -.-
Contoh mudahnya begini: sadarkah kita
bahwa mulut yang kita gunakan bisa menjadi berkat dan menjadi kutuk? Kita
sering berkata “Shallom! ... Tuhan Yesus
memberkati!”, tapi dengan mulut yang sama kita juga bisa berkata, “A*piiip*r! Ba*piiip*r!” dan sebangsanya
(maaf, kali ini aku terpaksa sampai memberikan contoh kata karena jujur rasanya
kesel banget tiap kali ada orang yang ngomong gitu dengan disengaja >o<).
Kita menggunakan tangan kita untuk menyambut orang lain, tapi dengan tangan
yang sama kita menghakimi mereka saat mereka melukai kita (dan masih ada
seabrek contoh lain yang bisa kita temukan).
Pertanyaan berikutnya: Apakah dengan
berbuat demikian, keselamatan akan hilang?
Nggak. Selama kita tahu itu dosa dan
kita segera mengakuinya, Tuhan pun mengampuni kita, kok. Rasanya hidup memang
akan bertambah berat setelah kita menerima Kristus (bahkan salah satu anak dari
kelompok kecilku waktu itu berkata begitu). Banyak godaan yang akan kita
hadapi, tapi di situlah iman kita diuji. Akankah kita tetap setia kepada Sang
Juruselamat, atau apakah kita akan lebih memilih berbuat dosa hanya untuk
kesenangan diri kita sendiri?
Ada sebuah tulisan yang aku temukan
dalam The Puzzle of Teenage Life-nya
Ci Grace Suryani, yang somehow sangat
mengingatkanku bahwa Tuhan sangat mengasihiku dari dulu, sekarang, dan sampai
kapanpun, walaupun aku sering berbuat dosa. Kasih-Nya menyadarkanku bahwa Dia
telah membayar kita dengan darah-Nya yang sangat mahal—dan pengurbanan-Nya
nggak bisa diungkapkan dengan kata-kata. And
let this words make us feel beloved and realize that God loves us no matter
what :)
Dulu,
tiap malam aku berdoa sambil berpikir
“Apakah
aku sudah melayani Dia hari ini?”
Jika
ternyata belum,
aku
ketakutan dan menambah jam doa,
Nambah
baca beberapa pasal Alkitab
supaya
aku bisa diampuni
Malam
itu
aku tidur dengan gelisah,
dengan
satu pertanyaan, “Lord, do you still love me??”
Sekarang,
tiap
malam aku berpikir
“Be,
apakah aku sudah mengasihi-Mu hari ini?”
Jika
ternyata aku masih belum sungguh-sungguh mengasihi Dia,
aku
datang kepada-Nya,
“Tuhan,
maaf ya... besok aku mau lebih baik lagi”
Lalu
aku tidur dengan nyenyak,
karena
aku tahu: He
still and always loves me...