Monday, February 10, 2020

Mengasihi Tuhan Melalui Hartaku


by Alphaomega Pulcherima Rambang

(Biar lebih afdol, Pearlians bisa baca Matius 6:1-4; Matius 6:19-24; Matius 7:6 terlebih dulu sebelum membaca artikel ini)

Sebagai istri, aku otomatis menjadi menteri keuangan (uhuk… uhuk… maksudku, bertanggung jawab mengatur penggunaan uang) keluarga. Ehem. Tapi melalui “amanat” ini, aku menyadari bahwa aku dan suamiku hanyalah pengelola dari apa yang Tuhan percayakan kepada keluarga kami. Yaps, termasuk dalam hal keuangan. Kesadaran ini mengubah caraku mengelola harta yang kami miliki. Nah, di bawah ini ada tiga hal yang menyadarkanku mengenai hal itu:

1. MENGUMPULKAN HARTA
KELIRU: Kita berpikir bahwa Tuhan memberikan semua harta kepada mereka yang berusaha.

BENAR: Tuhan ingin kita menerima berkatNya dalam apa yang kita kerjakan, tapi Ia tidak ingin kita terikat pada harta dunia.

Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya.
(Matius 6:19)

Kita semua masih membutuhkan uang selama hidup di bumi, seperti yang dikatakan banyak orang, ‘Uang bukan segalanya, namun segalanya butuh uang‘. Namun Tuhan ingin agar kita tidak berharap pada harta yang kita miliki, bahkan mengusahakan apapun (hingga lupa waktu) hanya untuk mendapatkan harta (termasuk uang). Pertanyaannya adalah:

Dapatkah kita memiliki harta tapi tetap mengandalkan Tuhan?

Bisakah kita kaya akan harta, baik di bumi dan di sorga?

Ingat, akar segala kejahatan adalah cinta uang.
(1 Timotius 6:10a)

Saat baru belajar berinvestasi, aku berpikir untuk mendapatkan uang lebih banyak melalui berbagai produk yang ditawarkan. Akibatnya, aku merasa selalu kekurangan uang untuk diinvestasikan dan mencari bagaimana caranya mendapatkan uang lebih banyak. Lalu aku diingatkan bahwa tujuan investasi yang benar bukanlah untuk memperkaya diri sendiri. Hmmm… iya, ya. Satu-satunya harta yang dapat aku bawa ke dalam kekekalan adalah karakterku, dan karakterku hanya dapat diubahkan saat aku mengasihi Tuhan melebihi hartaku. Kenyataan ini membuatku sadar akan Kristuslah yang seharusnya menjadi satu-satunya hartaku yang abadi, melebihi harta yang aku miliki. Yaps, hubungan pribadi dengan Tuhan lebih penting dari segala yang kita punya; jika ada hal yang membuat kita kurang mengasihi Allah, maka hal itu telah menjadi jerat bagi kita (termasuk dalam hal harta).

By the way, saat menulis artikel ini, aku teringat dengan kisah Tuhan Yesus yang memberi perintah kepada orang muda yang kaya untuk menjual seluruh hartanya (Matius 19:16-26). Alasannya karena dia lebih terikat kepada hartanya daripada kepada Allah. Tidak heran kalau setelah mendengar perintah itu, “pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya.” (ayat 22). Berkaca dari kisah ini, bagaimana dengan kita?

2. MENGGUNAKAN HARTA
KELIRU: Kita berpikir bahwa Tuhan memberikan semua harta yang kita miliki untuk memenuhi kebutuhan kita saja.

BENAR: Tuhan mengharapkan kita menggunakan semua kemampuan, kepunyaan, dan kesempatan yang telah diberikan pada kita—dan menggunakannya dengan sebaik-baiknya bagi kerajaan-Nya.

Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.
(Matius 6:20)

Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.
(Matius 6:2)

Berkat pemberian Tuhan tidak pernah dimaksudkan untuk memuaskan diri sendiri, tetapi agar melaluinya kita memuliakan Tuhan dan menjadi saluran berkat bagi sesama. Seperti yang sudah kita simak di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa harta yang diberikan Tuhan bersifat sementara. Apapun jenisnya (mulai dari tabungan di celengan, deposito di bank, cicilan ini itu, bahkan emas segepokpun), tidak ada satu pun yang mempunyai nilai kekekalan, kecuali jika kita menggunakan sumber daya yang kita miliki untuk kerajaan Allah. Tapi bukan berarti artikel ini bertujuan untuk mendorong Pearlians jadi menghambur-hamburkan uang dengan alasan, “Ya kan, Tuhan yang menyediakan kebutuhanku!” Mohon maaf, nih, tapi kita tetap perlu menabung, yah. Ketika kita menabung, tabungan kita itu menjadi pengingat agar kita mempertanggungjawabkan penatalayanan kita di hadapan Tuhan—Sang Jehova Jireh—yang telah mencukupkan segala sesuatu.

Pertanyaan berikutnya, bagaimana mengggunakan harta yang kita miliki untuk memuliakan Tuhan dan memberkati orang lain?

Well, banyak sekali yang dapat kita lakukan, Pearlians. Tapi aku ada dua contoh konkritnya (yang mungkin bisa teman-teman kembangkan sendiri sesuai kemampuan kalian):

a. Pekabaran Injil

Ada kenalanku yang berkomitmen melayani beberapa kali setahun ke berbagai tempat di Indonesia dengan biaya sendiri. Ada juga yang berkontribusi dengan memberikan persembahan kasih bagi mereka yang bekerja di ladang misi. Ada yang memberikan dana ke lembaga penerjemahan Alkitab ke dalam berbagai bahasa, agar banyak suku bisa dijangkau oleh Injil. Apapun bentuknya, Pearlians juga bisa melakukan hal yang sama dengan menyalurkan dana bagi lembaga-lembaga Kekristenan (misalnya ke Lembaga Alkitab Indonesia atau Wahana Visi Indonesia).

b. Memperhatikan dan mengasihi sesama

Saat kita nggak hanya berfokus pada apa yang kita butuhkan, maka Tuhan akan membuka mata kita untuk melihat kebutuhan orang-orang di sekeliling kita. Bisa jadi Tuhan ingin kita menjadi jawaban bagi doa mereka atas permasalahan yang dihadapinya. Di lain waktu, Tuhan mungkin ingin kita memberikan hadiah atau mengunjungi seorang teman yang lama tidak kita temui. Kuncinya dua: peka terhadap suara Tuhan dan taat pada-Nya.

3. MEMBERIKAN HARTA
KELIRU: Kita berpikir bahwa Tuhan ingin kita memberikan semua yang kita miliki pada semua orang yang membutuhkan.

BENAR: Tuhan mengharapkan kita memberi dengan bijaksana, tulus, dan taat.

Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.
(Matius 6:3-4)

Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu.
(Matius 7:6)

Harta memang tidak dibawa mati, tetapi harta yang digunakan dengan bijaksana bisa berdampak positif. Karena itu, kita harus memberi dengan bijaksana dan hati-hati. Iya sih, secara teori kita tahu hal ini benar adanya. Tapi tanpa kita sadari, saat kita lengah, pemberian yang sembarangan tidak akan bermanfaat apa-apa selain hanya membuat hati senang pemberinya. Bahaya kan, kalau maksud pemberian kita itu baik, tapi ternyata tidak menolong seseorang dari masalahnya—malahan membuatnya semakin terjerumus?

Just sharing, kami pernah menolong sesorang dengan memberikan sejumlah uang padanya. Padahal ada orang lain yang sudah memperingatkan kami untuk tidak melakukannya. Akhirnya kami mengetahui bahwa orang tersebut punya banyak utang dan hanya gali-lubang-tutup-lubang setiap bulannya. Sedih sekali melihat bagaimana pemberian kami menjadi jerat bagi orang lain, bukannya menyelesaikan masalahnya. Well, jangan sampai kita memberi kepada mereka yang tidak bisamenghargai sebuah pemberian—bahkan hanya menginjak-injaknya.

Belajar dari pengalaman di atas, aku diingatkan untuk mempertimbangkan beberapa hal sebelum memberi (kepada siapa, untuk tujuan apa, kapan waktunya dan bagaimana “metode” pemberiannya). Melalui pemberian kita, sebenarnya kita juga sedang melayani Tuhan—yang bertujuan utama menyatakan kemurahan dan kebaikan-Nya. Dalam anggapan dunia, harta yang mereka punya adalah milik yang dapat digunakan sesuka mereka. Ungkapan favorit mereka adalah, “Terserah dong, mau ngasih atau nggak; seberapa banyak mau ngasih pun terserah kami! Ini kan, harta kami sendiri! Carinya udah susah-susah, ehh disuruh ngasih ke orang lain!?” Tapi dari artikel ini, kita udah sama-sama belajar kalau harta itu adalah kepunyaan Allah yang dipercayakan kepada kita untuk digunakan bagi kemuliaan-Nya, jadi kita harus mengelolanya dengan bijaksana dan taat. Plus, Allah juga ingin agar kita memberi dengan murah hati— sebagaimana Ia telah mempercayakan harta untuk kita kelola dan sudah seharusnya kita tidak mengharapkan balasan. Tapi jangan lupa kalau kita juga bertanggung jawab atas pemberian kita! Ingatlah, wahai Pearlians, pemberian dan persembahan diperlukan untuk membangun, memelihara dan menjalankan jemaat, juga untuk menunjukkan makna praktis Injil: menunjukkan kasih Allah bagi orang lain.

Bagaimana kita menggunakan harta kita menunjukkan sejauh mana kita mengasihi Tuhan.

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^