Monday, December 23, 2019

Nyanyian Pujian Maria


by Glory Ekasari

“Jiwaku memuliakan Tuhan,
dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, 
sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya.
Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia,
karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku—
kuduslah Nama-Nya!—dan rahmat-Nya turun-temurun atas orang yang takut akan Dia.
Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya
dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya;
Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya
dan meninggikan orang-orang yang rendah;
Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar,
dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa;
Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat rahmat-Nya,
seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita,
kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya.”
(Lukas 1:46-55)

Setiap kali saya membaca nyanyian pujian Maria yang terkenal dengan nama The Magnificat ini, saya selalu terkesan. Seorang gadis muda yang umurnya belum lagi dua puluh tahun, yang tidak berpendidikan tinggi (pada masa itu pendidikan tinggi hanya bagi kaum pria), bisa menyanyikan sebuah nyanyian yang tidak kalah bobotnya dengan Mazmur. Lagipula dari nyanyian ini saya bisa melihat betapa Maria mengenal Allah secara pribadi. Dalam nyanyiannya kita bisa melihat cerminan dari kitab para nabi, janji Allah bagi Abraham, dan pengungkapan rencana keselamatan bagi manusia.

Saya percaya bahwa Tuhan memilih orang bukan karena orang itu lebih baik dari orang lain, tetapi karena anugerah-Nya. Ada orang yang dipilih sebelum dia lahir, seperti Simson dan Yeremia. Ada yang dipilih sekalipun latar belakangnya kurang baik, seperti Yefta dan Paulus. Juga ada orang yang pernah berbuat kesalahan besar terhadap Tuhan, namun diampuni dan dipakai-Nya, seperti Petrus. Namun saya juga percaya bahwa “mata Tuhan tertuju kepada mereka yang takut akan Dia” (Mazmur 33:18), dan Dia menyiapkan kesempatan bagi mereka yang mengasihi-Nya untuk melayani Dia. Orang-orang yang takut akan Tuhan mungkin terlewat dari mata manusia, namun tidak terlewat dari mata Tuhan. Maria dengan yakin berkata:

“Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya.”

Perhatikan bahwa Maria menyebut dirinya sebagai “hamba”. Ia memandang Tuhan begitu besar dan mulia, dan dirinya hanya sebagai pelayan. Namun Allah yang mulia itu melihat kepada hamba-Nya yang mengasihi Dia. Dan bagi seorang hamba yang mengasihi tuannya, kehormatan terbesar adalah bila ia bisa melayani tuannya itu dengan segenap hati. Namun Maria tidak hanya memandang dirinya sendiri, ia berbicara juga atas nama seluruh bangsanya, yang sedang menantikan seorang Mesias yang dijanjikan Allah.

Allah berjanji kepada bangsa Israel bahwa Ia akan memberi mereka seorang Raja dari keturunan Daud, yang akan berkuasa selama-lamanya (1 Tawarikh 17:11-14). Lama sekali bangsa Israel menunggu penggenapan janji ini; bahkan sebelum Yesus lahir, selama empat ratus tahun bangsa itu tidak memiliki nabi yang membawa firman Allah bagi mereka. Wajar sekali bila Israel berpikir bahwa mereka ditinggalkan oleh Allah.

Seribu tahun telah berlalu setelah janji Allah kepada Daud, ketika suatu hari malaikat Gabriel datang kepada Maria. Ia memberitahu Maria bahwa Maria akan mengandung Anak yang akan menjadi Sang Mesias, penggenapan janji Allah bagi Israel. Di Israel ada segelintir orang yang menanti-nantikan datangnya Mesias, yang bertekun dalam ibadah dan pengharapan mereka, dan Maria adalah salah satu diantaranya. Perhatikan bahwa empat ratus tahun telah berlalu tanpa penglihatan dan tanpa firman Tuhan, dan tiba-tiba Maria bertemu dengan malaikat Gabriel. Namun ia percaya akan berita yang dibawa malaikat Gabriel, dan ia setuju untuk menjadi perpanjangan tangan Allah untuk menjalankan rencana-Nya. Dengan kedewasaan yang luar biasa, Maria menjawab, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Lukas 1:38).

Maria mengerti bahwa bukan perbuatan baik bangsa Israel yang menggugah Tuhan untuk mengingat perjanjian-Nya, tetapi kesetiaan Allah kepada perjanjian-Nya dengan Abraham, nenek moyang Israel.

“Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat rahmat-Nya, seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya.”

Ketika Israel ada dalam kesusahan selama ratusan tahun, Allah tidak melupakan mereka. Ketika orang-orang benar di Israel berseru kepada Allah memohon pertolongan-Nya, Allah tidak mengabaikan mereka. Ketika para raja menindas umat Allah, Allah tidak melupakan umat-Nya. Allah bertindak untuk menyelamatkan umat-Nya, namun cara-Nya dan waktu-Nya adalah kedaulatan Allah sendiri. Dan cara Allah itu melibatkan bukan raja-raja atau penguasa, namun justru seorang gadis muda dari desa kecil—satu hal yang tidak terbayangkan oleh orang Israel. Maka Maria berseru:

“Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku—kuduslah Nama-Nya!”

Bagian ini sangat personal bagi Maria. Hatinya senantiasa siap untuk melayani Allah, dan Allah memilih dia di antara semua perempuan lain di Israel untuk melahirkan Sang Mesias. Sungguh Tuhan memilih cara-cara yang kelihatannya biasa, bahkan hina, bagi manusia untuk menggenapi rencana-Nya! Maria mengenal Allah ini, yang tidak memandang wajah, namun memandang hati. Dan tepat seperti perkataan Maria: tidak ada wanita lain sepanjang sejarah yang mendapat kehormatan begitu besar untuk membawa Sang Juruselamat datang ke dalam dunia. Sungguh, kebahagiaan sejati adalah apabila kita diberi kehormatan untuk melayani Tuhan dengan cara yang Ia inginkan.

Maria menyebut Allah “Juruselamatku”. Menarik sekali bahwa nama yang dipilih Allah untuk Anak-Nya yang tunggal adalah Yesus, yang berarti “Allah menyelamatkan”. Keselamatan hanya datang dari Tuhan, bukan dari manusia. Karena itu, Dia yang datang ke dunia juga bukan manusia biasa, melainkan Allah sendiri, sesuai firman-Nya:

Bukan seorang duta atau utusan, melainkan Ia sendirilah yang menyelamatkan mereka; Dialah yang menebus mereka dalam kasih-Nya dan belas kasihan-Nya.
(Yesaya 63:9)

Bagaimana seorang gadis muda bisa memiliki wawasan teologis yang begitu luas? Roh Kudus telah turun ke atasnya (Lukas 1:35) dan Ia membuka pikiran Maria, sehingga firman yang selama ini Maria simpan dalam hatinya menjadi hidup. Ketika hati yang siap melayani bertemu dengan kuasa Roh Kudus, yang terjadi adalah persembahan hidup yang manis dan memuliakan Allah.

Menjelang Natal tahun ini, mari kita merenungkan apa yang dialami Maria. Maria mendapat kehormatan yang luar biasa untuk menjadi ibu Tuhan, namun segala kemuliaan tetap hanya bagi Allah, yang memilih hamba-Nya dan melakukan perbuatan yang besar lewat hidup seorang gadis biasa. Kita semua adalah orang-orang biasa, namun lewat kita Tuhan bisa melakukan pekerjaan yang luar biasa, apabila kita menyediakan diri kita untuk melayani Dia. Karena Allah yang disembah Maria adalah Allah yang sama yang kita sembah, dan Dia masih terus bekerja sampai sekarang.

No comments:

Post a Comment

Share Your Thoughts! ^^