by Irene Salomo
Hai teman-teman. Kali ini kita akan belajar dari seorang tokoh wanita yang tidak disebut namanya dalam Alkitab. Ia hidup pada zaman nabi Elisa dan berasal dari Sunem, sehingga Alkitab mencatatnya sebagai perempuan Sunem. Meskipun tidak banyak yang diceritakan Alkitab tentangnya, ada beberapa teladan hidup yang bisa kita pelajari dari perempuan ini, khususnya dari perikop 2 Raja-Raja pasal 4.
1. Ia dengan murah hati membagikan berkat Tuhan kepada orang lain
...Di sana tinggal seorang perempuan kaya yang mengundang dia (Nabi Elisa) makan. Dan seberapa kali ia dalam perjalanan, singgahlah ia ke sana untuk makan.
(2 Raja-raja 4:8)
Pada zaman itu, biasanya para nabi mengandalkan kemurahan hati orang-orang yang mengundang mereka makan ke rumah. Alkitab mencatat perempuan Sunem bukan sekali saja, tapi berkali-kali mengundang nabi Elisa makan di rumahnya. Ia bahkan khusus membuat kamar bagi Elisa dan bujangnya, Gehazi, lengkap dengan beberapa perabotan esensial. Perempuan ini ingin memastikan bahwa Elisa dan Gehazi bisa beristirahat dan bekerja di kamar tersebut dengan leluasa.
Berkatalah perempuan itu kepada suaminya: “...Baiklah kita membuat sebuah kamar atas yang kecil yang berdinding batu, dan baiklah kita menaruh di sana baginya sebuah tempat tidur, sebuah meja, sebuah kursi dan sebuah kandil, maka apabila ia datang kepada kita, ia boleh masuk ke sana.”
(2 Raja-raja 4:10)
Dari ayat ini, kita juga bisa melihat bahwa perempuan Sunem menghormati suaminya. Ia tidak langsung mengambil keputusannya sendiri, namun dia meminta persetujuan dari suaminya dulu. Meskipun kita tahu keputusan ini untuk berbuat baik, dia tetap melibatkan suaminya.
2. Ia memberi dengan ikhlas dan tulus
Ketika Elisa bertanya apa yang bisa ia lakukan untuk membalas kebaikannya, dia menolak Elisa dengan halus. Padahal, ia tahu Elisa ini adalah abdi Allah yang punya relasi dengan raja Israel, tapi ia tidak memanfaatkan atau mengambil keuntungan dari Elisa.
Elisa telah berkata kepada Gehazi: “Cobalah katakan kepadanya: Sesungguhnya engkau telah sangat bersusah-susah seperti ini untuk kami. Apakah yang dapat kuperbuat bagimu? Adakah yang dapat kubicarakan tentang engkau kepada raja atau kepala tentara?” Jawab perempuan itu: “Aku ini tinggal di tengah-tengah kaumku!”
(2 Raja-raja 4:13)
Bagaimana sikap kita ketika diberi kesempatan untuk menolong atau membagikan berkat Tuhan pada orang lain? Apakah kita masih hitung-hitungan tentang balasan apa yang bisa kita dapatkan? Atau kita memberi dengan ikhlas dan senang hati?
Dari ayat selanjutnya, kita juga tahu bahwa perempuan Sunem tidak mempunyai anak dan suaminya sudah tua. Sehingga Elisa menjanjikan anak dan di tahun berikutnya, perempuan Sunem dikaruniakan seorang anak laki-laki.
3. Ia menyerahkan masalahnya pada sumber yang tepat
Setelah anak itu menjadi besar, pada suatu hari keluarlah ia mendapatkan ayahnya, di antara penyabit-penyabit gandum. Tiba-tiba menjeritlah ia kepada ayahnya: “Aduh kepalaku, kepalaku!” Lalu kata ayahnya kepada seorang bujang: “Angkatlah dia dan bawa kepada ibunya!” Diangkatnyalah dia, dibawanya pulang kepada ibunya. Duduklah dia di pangkuan ibunya sampai tengah hari, tetapi sesudah itu matilah dia. Lalu naiklah perempuan itu, dibaringkannyalah dia di atas tempat tidur abdi Allah itu, ditutupnyalah pintu dan pergi, sehingga anak itu saja di dalam kamar. Sesudah itu ia memanggil suaminya serta berkata: “Suruh kepadaku salah seorang bujang dengan membawa seekor keledai betina; aku mau pergi dengan segera kepada abdi Allah itu, dan akan terus pulang.” Berkatalah suaminya: “Mengapakah pada hari ini engkau hendak pergi kepadanya? Padahal sekarang bukan bulan baru dan bukan hari Sabat.” Jawab perempuan itu: “Jangan kuatir.”
(2 Raja-raja 4:18-23)
Yang menarik adalah bagaimana respon perempuan Sunem setelah anaknya meninggal. Alih-alih menangis histeris atau mulai mempersiapkah penguburan anaknya, dia dengan tenang membaringkan anaknya di kamar dan pergi mencari Elisa. Saat itu, Elisa sedang berada di gunung Karmel, yang berjarak sekitar 32 km atau satu hari perjalanan dari Sunem.
Bisakah kita bayangkan gimana perasaan perempuan Sunem sepanjang perjalanan itu? Mungkin perempuan Sunem berpikir, jika Elisa sanggup melakukan mukjizat untuk memberikannya anak ini, maka ia mungkin sanggup membangkitkannya kembali. Setelah menemukan Elisa dan Gehazi, perempuan Sunem tersungkur di hadapan Elisa dan dengan terus terang mencurahkan kepedihan hatinya.
Dan sesudah ia sampai ke gunung itu, dipegangnyalah kaki abdi Allah itu, ....Lalu berkatalah perempuan itu: “Adakah kuminta seorang anak laki-laki dari pada tuanku? Bukankah telah kukatakan: Jangan aku diberi harapan kosong?”
(2 Raja-raja 4:27-28)
Bagaimana dengan kita? ketika mengalami kesusahan, apakah kita menyerahkan pergumulan hati kita kepada Tuhan? Atau mungkin kita lebih banyak curhat di social media atau teman dan keluarga, tanpa melibatkan Tuhan?
Kisah perempuan Sunem ini berakhir bahagia setelah Elisa melakukan mukjizat membangkitkan kembali anaknya.
Di zaman modern yang serba sibuk ini, kapan terakhir kita membuka rumah bagi orang lain untuk makan ataupun tinggal? Kisah perempuan Sunem mengingatkan saya pada Rosaria Butterfield - mantan aktivis lesbian dan profesor literatur yang tadinya anti kekristenan [1].
Pada suatu hari, ia diundang makan malam oleh tetangganya, Ken dan Floy Smith. Pasangan Kristen ini mengundang Rosaria untuk makan ke rumah mereka. Bukan hanya satu atau dua kali, tapi selama dua tahun mereka rutin menjamu Rosaria. Sehingga Rosaria bukan hanya berdiskusi intelektual dengan Ken, ia juga melihat dan mengalami bagaimana teman-teman gereja Ken saling mengasihi dan rutin ikut menyambut tamu non-Kristennya. Rosaria akhirnya bertobat dan menjadi penulis buku rohani, salah satunya tentang hospitality yang berjudul The Gospel Comes with a House Key: Practicing Radically Ordinary Hospitality in Our Post-Christian World. Ini semua diawali dengan undangan sederhana dari Ken untuk datang dan makan di rumahnya.
Teman-teman, kiranya kisah perempuan Sunem dan Rosaria Butterfield mendorong kita untuk menyatakan kasih Tuhan pada orang lain dengan bermurah hati tanpa pamrih, dan membuka rumah kita bagi mereka.
[1] https://rosariabutterfield.com/
No comments:
Post a Comment
Share Your Thoughts! ^^