Wednesday, January 25, 2017

Senantiasa Berbuah

by Leticia Seviraneta


“Orang benar akan bertunas seperti pohon korma, akan tumbuh subur seperti pohon aras di Lebanon; mereka yang ditanam di bait TUHAN akan bertunas di pelataran Allah kita. Pada masa tua pun mereka masih berbuah, menjadi gemuk dan segar, untuk memberitakan, bahwa TUHAN itu benar, bahwa Ia gunung batuku dan tidak ada kecurangan pada-Nya.” –Mazmur 92:13-16 [TB]

Sebagai orang percaya, kita pasti cukup akrab dengan kata “bertumbuh” dan menyimpan kerinduan yang kuat untuk terus bertumbuh. Namun, banyak sekali orang Kristen yang akhirnya fokus untuk bertumbuh dan bertumbuh tapi lupa berbuah. Akibatnya, banyak dari mereka menjadi sekedar penikmat hasil pelayanan dari orang lain, menjadi pengunjung gereja yang teratur, menjadi penerima khotbah yang setia, namun lupa untuk mempraktikkan, melayani, dan menjadi pemberi berkat atas apa yang sudah mereka terima. Singkatnya, masalah yang seringkali ditemukan dalam diri orang Kristen yang sudah sekian lama lahir baru adalah mereka lupa untuk berbuah.

Di dalam Mazmur 92:13 dikatakan bahwa orang benar akan tumbuh subur seperti pohon aras di Lebanon. Pohon aras (Cedar Trees) disebut di Alkitab kita sebanyak 71 kali. Menarik bukan? Analogi kita tumbuh subur seperti pohon aras mungkin terdengar asing bagi kita yang tinggal di Indonesia saat ini. Namun bagi orang Ibrani kuno, pohon aras merupakan tumbuhan yang paling mereka kenal karena pohon ini adalah pohon yang paling kuat, berumur panjang, dan tingginya bisa mencapai 40 meter. Pohon ini tumbuh dengan lambat, namun konsisten. Seringkali berbuah lebih lama dibandingkan dengan pohon lain, namun ketika sudah berbuah pohon aras akan terus berbuah sampai ratusan tahun dikala pohon-pohon lain sudah mati. Pohon aras juga sangat kuat. Hantaman petir maupun angin kencang malah membuat pohon ini semakin menumbuhkan banyak cabang dan semakin besar. Di hutan pohon aras di Lebanon, banyak pohon berusia hingga 1000 tahun dan masih segar daun-daunnya. Wow... sebuah analogi yang sangat indah bukan? 

Lalu ayat selanjutnya memberikan petunjuk bagaimana caranya supaya kita dapat tumbuh subur dan berbuah seperti pohon aras di Lebanon. Dikatakan bahwa, “mereka yang ditanam di bait TUHAN akan bertunas di pelataran Allah kita.” Jadi kita hanya dapat bertumbuh subur dan berbuah bila kita ditanam dan bukan hanya sekedar hadir di bait TUHAN. Tanda kita tertanam di rumah Tuhan adalah menjadikan visi dan misi rumah Tuhan sebagai visi dan misi kita juga. Kita memberikan kontribusi untuk membantu rumah Tuhan mencapai visi dan misinya. Kita juga tidak mudah untuk dicabut akarnya karena sudah tertanam sampai jauh ke dalam, bukan hanya sekedar nempel di permukaan.

Dulu di masa sekolah, saya paling tidak suka pelajaran yang namanya “Penjaskes” atau Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Di pelajaran tersebut, saya belajar teori-teori olahraga. Contohnya, aba-aba sebelum lari jarak pendek, definisi lari jarak pendek dan jarak jauh, atau peraturan bermain kasti. Saya tidak suka karena hal-hal tersebut dapat jauh lebih mudah untuk dimengerti dengan melakukannya. Saya dapat memahami semua teori tersebut secara tidak langsung bila saya melihat dan melakukannya. Sama halnya dengan pertumbuhan spiritual kita, kita belajar jauh lebih banyak dengan praktik daripada teori. Jadi, janganlah hanya menjadi pendengar Firman, namun pelaku Firman. Jangan hanya menjadi pengunjung gereja,  namun juga pelayan gereja.

“Pada masa tua pun mereka masih berbuah, menjadi gemuk dan segar…” Ini adalah sebuah janji yang indah lagi. Dengan tertanam di rumah Tuhan, kita akan sama seperti pohon aras di Lebanon yang masih secara konsisten menghasilkan buah hingga ratusan tahun mendatang di saat pohon lain sudah mati dan membusuk. Kunci pohon untuk tetap hidup adalah tertanam di tanah yang subur, lalu menerima air dan dirawat secara teratur, dan yang tidak kalah penting lingkungan disekitarnya. Jadi bila kita ingin terus berbuah sampai usia kita tua, kita harus terus mengevaluasi ketiga poin ini. Apakah kita sudah tertanam di tanah yang subur? Apakah kita menerima Firman Tuhan dan melakukannya secara teratur? Apakah kita dikelilingi oleh orang-orang yang sehat secara spiritual untuk mendukung pertumbuhan saya?

Tidak hanya sekedar berbuah, diumpamakan kita juga akan menjadi pohon yang gemuk dan segar di masa tua kita. Secara fisik, kita sebagai manusia akan mengalami proses penuaan. Dalam proses tersebut kondisi fisik kita cenderung menurun kualitasnya. Namun di balik penampilan fisik yang menurun, kondisi kerohanian kita harusnya semakin gemuk dan segar seiring dengan bertambahnya usia kita. Mengapa demikian? Karena kita memiliki pengalaman bersama Tuhan lebih lama dibandingkan orang-orang yang lebih muda. Kita juga telah mengecap kebaikan Tuhan yang tidak terhitung banyaknya sepanjang hidup kita. Melalui ayat ini, kita diingatkan bahwa janganlah kondisi spiritual kita menurun sama seperti kondisi fisik kita. Selama kita tertanam di rumah Tuhan maka kondisi spiritual kita akan gemuk dan segar. Tidak ada dari kita yang mau berteduh di bawah pohon yang kering, tidak berdaun lebat, dan tidak menyediakan perlindungan akan teriknya matahari. Mata kita akan langsung tertuju kepada pohon yang lebat daunnya, segar, dan memberi perlindungan kepada kita. Demikian juga hidup kita hanya dapat menjadi berkat bagi orang lain bila kita gemuk dan segar spiritualitasnya. Orang akan tertarik dan datang kepada kita dan kita dapat menolong pertumbuhan mereka juga.

Mengapa kita perlu bertumbuh dan berbuah? Di Mazmur 92:16 dikatakan kita berbuah bukan supaya orang mengagumi kita dan untuk kemuliaan kita pribadi, melainkan semuanya untuk kemuliaan Tuhan. “…untuk memberitakan, bahwa TUHAN itu benar, bahwa Ia gunung batuku dan tidak ada kecurangan pada-Nya.” Di dunia marketing, strategi yang terbukti paling berhasil untuk mendorong pembelian produk adalah strategi mouth-to-mouth. Rekomendasi memuaskan dari teman atau kerabat yang sudah menggunakan produk yang dipasarkan akan lebih meyakinkan dibandingkan iklan-iklan mahal yang berseliweran di berbagai tempat.  Hidup kita pun hendaknya menjadi seperti kitab yang terbuka bagi orang-orang yang belum pernah membaca Alkitab. Testimoni atau kesaksian kita bersama Tuhan akan menjadi alat yang paling efektif untuk memenangkan jiwa-jiwa hilang kembali kepada Yesus. Ketika hidup kita berbuah, hidup kita akan menarik, dan kita menjadi memiliki kesempatan untuk memperkenalkan Yesus ke dalam kehidupan orang lain J

“Tinggallah di dalam Yesus, pastilah kau akan berbuah.”

Wednesday, January 18, 2017

The Story of Ruth

by Leticia Seviraneta

Hai semua! Tak terasa tahun sudah berganti ke tahun 2017. Semoga ada resolusi baru di tahun ini untuk membuat hidup kita lebih bertumbuh dan berbuah lagi ya :) Ngomong-ngomong soal buah, kita sering mendengar tentang Buah Roh, bukan? Alkitab mengajar kita untuk tidak hanya sekedar bertumbuh, namun juga untuk berbuah. Mengapa demikian? Karena buah dari sebuah pohon itu lah yang dapat dinikmati oleh banyak orang. Buah merupakan tindakan nyata dari Firman yang telah diajarkan.  Yakobus 2:26 berkata, “Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa disertai perbuatan-perbuatan adalah mati.” Jadi berbuah bukan sekedar perintah Tuhan semata, melainkan untuk kebaikan kita karena tanpa berbuah, kita akan menjadi Kristen yang stagnan dan mati :) Nah, kali ini, aku ingin mengajak teman-teman untuk melihat sejenak pada kisah seorang wanita di Alkitab yang hidupnya berbuah di tengah kesulitan. Kisah seorang wanita bernama Rut.

Kisah ini dimulai pada zaman Hakim-Hakim ketika ada kelaparan di tanah Israel. Seorang pria Israel bernama Elimelekh membawa isrinya, Naomi, dan kedua anak laki-lakinya merantau ke daerah Moab. Di sana, kedua anak laki-lakinya menikah dengan perempuan Moab bernama Orpah dan Rut. Kemudian Elimelekh meninggal, dan sepuluh tahun kemudian kedua puteranya pun meninggal tanpa meninggalkan keturunan. Hal ini menyebabkan Naomi kehilangan suami dan kedua anaknya. Ia menjadi janda tanpa anak laki-laki, sebuah status yang pada masa itu akan membuatnya sangat lemah secara ekonomi dan sosial. Hatinya saat itu pahit sehingga ia mengubah namanya menjadi Mara yang berarti pahit (Rut 1:20).

Naomi kemudian memutuskan untuk pulang ke Yehuda bersama dengan kedua menantunya, namun, di tengah perjalanan ia meminta kedua menantunya untuk kembali saja ke Moab. Di Moab mereka yang masih muda memiliki harapan untuk menikah kembali. Orpah akhirnya memutuskan untuk kembali ke Moab, sementara Rut tetap bersikeras ikut dengan Naomi. Ia mengeluarkan pernyataan yang sangat berani yang dikenang sepanjang sejarah, “Janganlah desak aku meninggalkan engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bernalam; bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku; di mana engkau mati, akupun mati di sana, dan di sanalah aku dikuburkan. Beginilah kiranya TUHAN menghukum aku, bahkan lebih lagi dari pada itu, jikalah sesuatu apapun memisahkan aku dari engkau, selain dari pada maut!”

Setia kepada orang yang manis dan memiliki perilaku yang baik tentu mudah. Namun Rut memberikan janji kesetiaannya kepada orang yang sedang pahit dan kelakuannya belum tentu baik kepadanya. Rut memberi kesetiaannya ketika ia memiliki hak dan pilihan untuk hidup nyaman serta melepas status jandanya dengan menikah kembali di Moab. Di tanah Yehuda, Rut secara kebetulan memunguti jelai yang tersisa di ladang milik Boas, kaum keluarga Elimelekh yang dapat menebus tanah Elimelekh. Pada masa itu berlaku hukum yang mengatur bahwa tanah yang pemiliknya meninggal hanya dapat diwariskan kepada anak laki-lakinya, bukan kepada istrinya. Untuk kasus Naomi yang kehilangan kedua anak lelakinya, tanah hanya dapat ditebus oleh saudara lelaki Elimelekh dengan menikahi perempuan di keluarga Elimelekh.

Boas pun bersimpati kepada Rut yang terkenal karena kesetiaanya mengikuti Naomi, bahkan sampai harus meninggalkan kampung halamannya. Naomi menyusun rencana agar Boas menebus tanah Elimelekh dan menikahi Rut. Kalimat menarik yang dikeluarkan Boas untuk menanggapi permintaan Rut tentang penebusan itu adalah “Diberkatilah engkau oleh TUHAN, ya anakku! Sekarang engkau menunjukkan kasihmu lebih nyata lagi dari pada yang pertama kali itu, karena engkau tidak mengejar-ngejar orang-orang muda, baik yang miskin maupun yang kaya. Oleh sebab itu, anakku, janganlah takut; sebab yang kaukatakan itu akan kulakukan kepadamu; sebab setiap orang dalam kota kami tahu, bahwa engkau seorang perempuan baik-baik.” (Rut 3:10-11) Selanjutnya akhir kisah ini sangat indah. Alkitab mencatat bahwa pernikahan Boas dan Rut menghasilkan anak bernama Obed, yang menjadi kakek raja Daud. Rut, seorang Moab, menjadi nenek moyang dari raja Israel yang paling dikenal sepanjang masa.

Rut merupakan contoh wanita yang hidupnya berbuah. Ia mengikuti iman suaminya, yakni iman kepada Allah Israel dan menghidupinya. Buahnya dikenal oleh semua orang di kota hingga Boas mendengarnya. Kembali lagi, buah adalah tidakan nyata dalam menghidupi Firman yang telah diajarkan kepada kita. Buah adalah manifestasi dari iman dan refleksi hubungan pribadi kita kepada Tuhan. Kita dapat memulai tahun baru ini dengan merefleksikan kembali, sudahkah hidup kita berbuah? Sudahkah kita membangun keintiman kita dengan Kristus? Focus on the intimacy with God, and he will make our lives fruitful. Let us be more fruitful on this new year :)

Monday, January 16, 2017

Hidup Menurut Daging atau Roh?

by Felisia


Kalau pertanyaan diatas ditanyakan kepada kita, tentu kita mau hidup menurut Roh, tapi apakah mudah? Pengennya bisa sabar, tapi yang ada marah-marah. Pengennya bisa mengasihi, tapi kenyataannya kesel banget. Kenapa? Karena setiap kita terlahir dengan benih dosa, jadi tidak heran kecenderungan kita otomatis adalah melakukan ‘dosa’ atau mengikuti keinginan daging. 

Tapi kebenaran mengatakan, ketika kita lahir baru, kita diberi kasih karunia untuk tidak hidup berkubang dalam dosa terus menerus yaitu dengan hidup menurut Roh. Tapi, seperti apa hidup menurut Roh itu?

Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging   dengan segala hawa nafsu dan keinginannya.  Jikalau kita hidup oleh Roh,   baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh... (Ef 5:24-26)

Hidup tidak menuruti kehendak diri sendiri, tidak hidup semau-mau dhewe, atau bisa dibilang hidup tidak egois. Hidup menurut Roh artinya mengikuti pimpinan Roh kudus yang ada dalam diri kita. Ini nih yang bikin beda dengan anak dunia. 

Tapi bagaimana caranya?

Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh,   maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging.  (Ef 5:16)

Caranya adalah bukan sekedar menjauhi keinginan daging, tapi mengejar untuk hidup menurut Roh, otomatis keinginan daging ‘terjauhi’. Jika kita hanya memerangi daging, tanpa mengejar untuk hidup menurut Roh, mustahil hidup menurut daging bisa dihindari. Mudah? Jelas tidak, tapi bukan hal yang mustahil untuk dilakukan.

Hal ini serius lho, karena ayat berikutnya dengan jelas menuliskan,“Terhadap semuanya itu kuperingatkan kamu--seperti yang telah kubuat dahulu--bahwa barangsiapa melakukan hal-hal yang demikian, ia tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah  (Efesus 5:21). Ini berarti jika kita mengaku anak-Nya, hidup dipimpin oleh Roh seharusnya menjadi gaya hidup kita setiap hari.

Friday, January 13, 2017

Book Review: The Dangers of A Shallow Faith oleh A. W. Tozer

Review by Glory Ekasari


A. W. Tozer adalah salah satu penulis favorit saya untuk satu alasan: dia menganggap serius ketidakseriusan orang Kristen dalam mengikut Kristus. Tozer, yang disebut 20th century prophet oleh rekan-rekan sezamannya, meninggalkan kesan yang dalam bagi orang-orang yang mengenal dia, sedemikian dalam sehingga di batu nisan kuburnya tertulis kalimat singkat: “A. W. Tozer ― A Man of God.”

The Danger of A Shallow Faith adalah tulisan Tozer yang dikumpulkan oleh James L. Snyder, dan tema yang diangkatnya merupakan kerinduan Tozer bagi semua umat Allah: “Awakening from spiritual lethargy.” Buku ini terbagi menjadi tiga bagian, masing-masing membicarakan tentang bahaya yang mengancam jemaat Tuhan, tantangan yang dihadapi jemaat Tuhan, dan cara menang dari krisis tersebut. Pembaca tidak akan menemukan apapun tentang hidup yang sukses secara materi, atau kesehatan fisik, atau penambahan jumlah jemaat gereja. Sebaliknya, Tozer mengekspos kehidupan pribadi pembacanya, hal-hal yang seringkali kita anggap remeh namun sebenarnya sangat menghambat pertumbuhan rohani kita.

Saya membaca buku ini ketika saya berada dalam krisis kerohanian. Saya mengalami apa yang disebut Tozer sebagai spiritual lethargy. Yang saya dapatkan dari tulisan Tozer bukan hiburan atau kata-kata motivasi, melainkan teguran, bahkan hardikan―dan itulah yang paling saya butuhkan. Menyelesaikan bab demi bab dari buku ini memberi saya semangat yang menyala untuk hidup sesuai dengan gelar yang saya sandang: pengikut Kristus, dan membuat saya malu dengan cara hidup saya yang santai selama ini.

Gaya bahasa Tozer sederhana dan to the point, dan pembaca akan sangat jarang menemukan kata-kata yang sulit dalam buku ini. Setiap bab ditutup dengan puisi atau himne yang relevan dengan isi bab yang bersangkutan, seolah mengajak pembaca ikut merenungkan apa yang baru saja dibaca. James L. Snyder menyesuaikan beberapa bagian agar relevan dengan keadaan abad ke-21, tetapi secara garis besar tidak ada yang diubah dari tulisan Tozer.

Judul Buku: The Danger of Shallow Faith: Awaking From Spiritual Lethargy 
Penulis: Aidan Wilson (A. W.) Tozer
Tahun Terbit: 2012
Penerbit: Bethany House Publishers
Jumlah Halaman: 219

Wednesday, January 11, 2017

Kelihatan Dari Buahnya

by Glory Ekasari


Akhir-akhir ini negara kita banyak dihebohkan dengan peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan agama. Mulai dari masalah penistaan agama yang memicu demo besar-besaran, bom di gereja Oikumene Samarinda, dan pembubaran perayaan Natal di GOR Sambuaga Bandung oleh ormas agama tertentu. Semua itu memicu respon yang beragam, terutama di media sosial. Kadang kalau baca komentar orang rasanya gemes-gemes gimana, gitu. Hapenya smartphone, tapi yang punya... Ah, sudahlah. Demikianlah hingar-bingar kehidupan beragama di negara ini.

Secara pribadi, saya tidak terlalu ambil pusing dengan masalah-masalah itu. Yang lebih saya perhatikan adalah apa yang dilakukan oleh saudara seiman saya. Bagaimana orang Kristen, sebagai pihak yang dirugikan dalam peristiwa bom Samarinda, dan pembubaran perayaan Natal di Bandung, bereaksi?

Salah satu pengamat politik dan toleransi beragama di Indonesia yang cukup dikenal karena pandangannya yang kritis, beberapa waktu lalu mengomentari respon orang Kristen yang dinilainya pasif dalam menanggapi “penindasan” oleh ormas agama tetangga. Menurut dia, harusnya orang Kristen melawan, minimal dengan lobi-lobi politik. Dia merasa orang Kristen bersikap manja dengan berkata, “Kita serahkan pada Tuhan.” Menurutnya, itu bukan “cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati” seperti yang diajarkan Tuhan Yesus.

Pandangan seperti itu wajar. Kalau saya bukan orang Kristen dan berada dalam posisi moderat atau bahkan liberal, saya mungkin juga berpikir demikian. Kelihatannya orang Kristen sangat pasif, pasrah, dan tidak berdaya. Bahkan mungkin menyebalkan, karena seolah-olah menempatkan diri sebagai korban.

Masalahnya, saya orang Kristen. Dan saya tahu apa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus. Saya bukan hanya tahu apa yang diajarkan Tuhan Yesus, saya tahu apa yang dilakukan oleh Roh Kudus, dan itu terjadi, bukan di luar saya, tetapi di dalam saya. Saya mengalaminya sendiri, sesuatu yang tidak dikenal oleh orang yang tidak mengenal Dia dan tidak mengalami kuasa-Nya.

Seandainya si A dan si B berdebat tentang sesuatu, dan tiba-tiba si A dijotos oleh si B. Orang yang melihat peristiwa itu pasti secara spontan berpikir, “Wah, si A pasti membalas.” Mengapa? Karena itu adalah respon yang normal bagi manusia pada umumnya. Siapa yang tidak marah kalau tiba-tiba dipukul? Tetapi seandainya si A, setelah dipukul, menghela nafas panjang sambil melihat si B dan berkata dengan suara tenang, “Bro, gue ga mau berantem, kita ngomong baik-baik aja,” saya rasa si B akan merasa sangat malu dan penonton akan tercengang karena si A tidak bereaksi sesuai prediksi mereka.

Dan persis itulah yang dilakukan orang Kristen. Ketika bom merenggut nyawa seorang anak kecil dan menyebabkan beberapa anak lain cacat permanen, keluarga korban berkata, “Kami mengampuni pelaku.” Ketika KKR Natal dibubarkan paksa, orang Kristen tidak mengutuk. Kita tidak bereaksi seperti yang diperkirakan orang lain, atau seperti yang biasa dilakukan orang lain yang bukan pengikut Kristus. Dan itu semua bukan karena kita lebih hebat dari mereka, tetapi karena, “Roh yang ada di dalam kamu lebih besar dari roh yang ada di dunia ini.” Ada sesuatu, Seseorang, yang lebih besar dari kebencian, ketakutan, kekuatiran, kepahitan, yang ada di dalam kita, yang membuat kita mampu bereaksi sesuai yang Dia inginkan. Rasul Paulus menjelaskannya,


“Buah Roh adalah kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu.”

Kekristenan sejati adalah hidup yang diubah oleh kuasa Roh Kudus. Ketika kita percaya pada Tuhan Yesus, ketika kita mengaku dosa dan menerima Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat, ketika kita meninggalkan hidup yang lama dan memberikan hidup kita untuk Dia, Roh Kudus datang dan berdiam di dalam kita. Seandainya kita ditanya, “Buah mangga asalnya dari pohon apa?” tentu saja jawabannya, “Pohon mangga.” Demikian pula buah Roh―dari pohon apa dia berasal? Tentu saja pohon Roh. Dengan kata lain, segala hal yang baik, mulai dari kasih sampai penguasaan diri, bukan berasal dari kita sendiri, tapi dari Roh Kudus yang ada di dalam kita.

Inilah yang tidak dikenal dunia. Kuasa inilah yang mengubah kita.

Tujuan Yesus datang ke dunia bukan membentuk kerajaan atau menyebarkan agama. Tujuan kita bukan memperbesar gereja atau mendirikan negara berbasis agama. Yesus datang untuk menyelamatkan kita dari dosa dan memberi kita hidup baru, mengembalikan kita pada posisi awal: diciptakan segambar dan serupa dengan Allah. Bukan gedung yang dipenuhi jemaat, tetapi hati yang dipenuhi Roh Kudus.

Dan ketika terjadi tekanan, penindasan, penganiayaan; atau justru sebaliknya: berkat, kemapanan, kenyamanan, semua itu akan mengungkap apa yang ada di dalam hati kita. Apakah ada Roh Kudus yang menghasilkan buah yang baik dalam hidup kita sehari-hari, yang membuat kita tidak bereaksi seperti orang yang tidak mengenal Kristus? Ataukah kita tetap bereaksi seperti orang dunia pada umumnya? Sebagaimana yang Tuhan katakan, “Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka.” Kalau dalam hatinya ada pohon Roh, tentu saja buahnya buah Roh.


Monday, January 9, 2017

Tuhan Ada dalam Hati Saya

by Glory Ekasari


Pernahkah pembaca bertemu orang-orang yang berkata seperti ini:

       “Saya memang jarang ke gereja, tapi Tuhan ada dalam hati saya.”

       “Ya saya memang tidak terlalu religius, tapi saya tau semua agama intinya sama, semua
       mengajarkan kebaikan.”

       “Banyak kok orang yang rajin sembahyang tapi ternyata munafik. Saya sih tidak mau munafik
       ya, saya memang tidak serajin mereka, tapi hidup saya baik-baik saja.”

Ah, pasti pernah lah ya. Saya sering mendengar orang berkata demikian. Mereka yang merasa sudah cukup tau tentang Tuhan, walaupun tidak pernah kenalan dengan Dia. Mereka yang merasa dekat dengan Tuhan, walaupun tidak pernah berkunjung ke rumah-Nya. Mereka yang merasa diri tidak munafik, walaupun itu self-proclaimed.

Jadi timbul pertanyaan dalam benak saya: Apa hak kita untuk mengaku-ngaku dekat pada Tuhan?

Dan ini bukan pertanyaan retoris, ini pertanyaan mendesak yang perlu jawaban. Adakah standar yang objektif, yang bisa meyakinkan orang lain dan diri kita sendiri bahwa kita benar-benar dekat dengan Tuhan? Apakah Tuhan bilang sesuatu tentang hal ini?

Suatu ketika Tuhan Yesus mengalami konfrontasi dengan para ahli agama di Israel. Orang-orang itu bukan sembarang orang, mereka adalah orang-orang yang menghabiskan hidup mereka untuk mempelajari dan mengajarkan hukum bagi orang Israel, dan mereka sendiri menjalankan disiplin agama dengan ketat. Seandainya ada orang yang paling rohani di Israel, tentulah asalnya dari kalangan orang-orang ini. Tetapi ketika mereka berjumpa dengan Tuhan, Tuhan justru menegur mereka dengan tajam:

Matius 12:33-35 (TB) Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal. Hai kamu keturunan ular beludak, bagaimanakah kamu dapat mengucapkan hal-hal yang baik, sedangkan kamu sendiri jahat? Karena yang diucapkan mulut meluap dari hati. Orang yang baik mengeluarkan hal-hal yang baik dari perbendaharaannya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan hal-hal yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat.

Dari mana seseorang bisa dikatakan baik atau tidak baik? Bukan dari gayanya, atau atributnya, atau kosakata rohaninya, tetapi dari perbuatannya. Ini jelas sekali. Anak kecil pun tau. 

Masalahnya, para ahli agama yang harusnya adalah golongan paling rohani sejagad raya, justru ditegur dengan pedas oleh Tuhan, yang katanya mereka layani! Tidak hanya itu; mereka pun merasa bahwa mereka orang paling rohani sejagad raya. Tapi Tuhan ternyata tidak sependapat dengan mereka. "Kalau kalian orang baik," kira-kira begitu kata Yesus, "kata-katamu tidak mungkin seperti itu.”

Mari pikirkan diri kita sekarang. Akankah Tuhan berkata pada kita, "Kalau kamu benar anak-Ku, kalau kamu pengikut-Ku, tidak mungkin perbuatanmu dan perkataanmu seperti itu"? Bayangkan kita sudah berbangga di depan Tuhan, eh ternyata Tuhan tidak kenal kita? Repot kan. Kalau pohonnya baik, buahnya pasti baik. Buah apa yang keluar dari pikiran, mulut, dan perbuatan kita? Kalau yang keluar adalah hal-hal yang busuk, apa mungkin di dalam kita ada pohon yang baik? Kalau pohonnya tidak baik, di mana Tuhan yang harusnya ada dalam kita? Jadi ini waktunya kita cek hidup kita agar Tuhan yang di dalam hati kita juga dilihat orang melalui perbuatan kita.


Friday, January 6, 2017

Pohon Ara yang Terkutuk (part 2)

by Sarah Eliana


Hi again, ladies! 
Dua hari lalu kita bahas tentang pohon ara yang menjadi kering setelah dikutuk Tuhan Yesus. Hari ini, let's talk about being fruitful! :) Apa sih arti berbuah itu? 

Ada yang bilang berbuah itu berarti karakter kita sebagai anak Tuhan berkembang, Berbuah berarti kita punya buah roh yang disebutkan di Galatia 5:22-23 "kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemah lembutan, penguasaan diri". Setuju banget! Tapi, aku rasa gak hanya cukup sampai di situ. Saat kita tinggal di dalam Tuhan, kita akan lebih mengerti hati Tuhan, dan apa sih yang selalu jadi kerinduan Tuhan? Answer: that nobody shall perish but have eternal life! (Yohanes 3 : 16). Kalo kita udah mengerti hati Tuhan ini, aku rasa kita juga akan dengan sukarela memakai hidup kita, talenta kita untuk memberitakan Firman Tuhan, untuk membagikan kasih-Nya kepada banyak orang, supaya orang-orang dapat mendengar tentang pengampunan yang Ia berikan kepada mereka yang mau percaya kepada-Nya. =) 

Jadi, pohon yang berakar di dalam Tuhan, menurutku, berarti bahwa kita harus berani radikal untuk Tuhan. Bukan radikal dalam arti kita seret-seret orang lain ke gereja secara paksa, atau maksa-maksa orang lain utk percaya Tuhan. Bagaimanpun, iman gak bisa dipaksakan, itu pekerjaan Roh Kudus. Tapi, we still need to do our part! 

Menjadi pohon yang berakar di dalam Tuhan dan berbuah, menurutku adalah kita berani dengan segenap hati, jiwa, dan raga melayani Tuhan, dan gak menganggap apa kalo apa yang kita lakukan itu adalah pengorbanan, karena hey, guess what? Apa yang kita punya semua itu adalah dari Tuhan, jadi bukan pengorbanan namanya kalo kita memakai apa yang kita dapat dengan gratis. It's called "sharing", not sacrificing. Because you know what? Jesus did all the sacrifices already! =)

Gak cukup bagi kita untuk sekedar menerima Tuhan Yesus, then be happy with the salvation we have. Kita harus share juga salvation yang kita dapat itu dengan orang lain dan menghasilkan buah-buah baru bagi Kerajaan Surga. =)


Wednesday, January 4, 2017

Pohon Ara yang Terkutuk (part 1)

by Sarah Eliana


Teman-teman ingat cerita tentang pohon ara yang dikutuk Tuhan Yesus? Pernah gak kepikiran kenapa pohon ara itu dikutuk Tuhan Yesus? Waktu itu kan Tuhan Yesus laper, lalu Dia mengharapkan sesuatu dari pohon ara itu. Padahal, Tuhan Yesus kan harusnya tahu kalo waktu itu belum musimnya pohon ara berbuah.Tapi kenapa pohon itu dikutuk yah? Aku juga kalo baca bagian ini selalu punya pertanyaan yang sama. Lah, itu pohon ara kan Tuhan sendiri yang ciptain, Dia sendiri yang nentuin kapan itu pohon berbuah, kok bisa pohon itu diharapkan berbuah bukan pada musimnya?

"Keesokan harinya sesudah Yesus dan kedua belas muridNya meninggalkan Betania, Yesus merasa lapar. Dan dari jauh Ia melihat pohon ara yang sudah berdaun. Ia mendekatinya utk melihat kalau-kalau Ia mendapat apa-apa pada pohon itu. Tetapi waktu Ia tiba di situ, Ia tidak mendapat apa-apa selain daun-daun saja, sebab memang bukan musim buah ara. Maka kataNya kepada pohon itu, "Jangan lagi seorangpun makan buahmu selama-lamanya!". Dan murid-muridNya pun mendengarnya"
Markus 11 : 12 – 14

Setelah mencari tahu, aku dapat informasi bahwa pohon ara yang dikutuk Tuhan ini adalah Ficus Carica, bukan Sycamore. Ficus Carica ini ara yang memang biasa dimakan oleh manusia. Musim panen Ficus Carica ini adalah bulan Juli, sementara Tuhan Yesus mengutuk pohon itu sekitar bulan Maret atau April. Lho kok tau? Begini, waktu itu Tuhan Yesus dan murid-murid-Nya sedang dalam perjalanan ke Yerusalem untuk merayakan Paskah. Paskah ini memperingati keluarnya bangsa Israel dari Mesir, dan Paskah ini dirayakan tanggal 15 bulan Nisan dan merupakan satu dari tiga hari raya terbesar bangsa Israel. Bulan Nisan kalo di kalender kita  adalah sekitar Maret atau April. :) 

Well, kalo musim panen pohon ara itu bulan Juli, trus ngapain Tuhan Yesus ngarepin pohon itu berbuah di bulan Maret? Kalo ini jawabannya ternyata simpel banget. Dari apa yang aku baca tentang pohon ara, ternyata pohon ara itu daun-daunnya tumbuh di saat yang sama dengan waktu ia berbuah. Lucu kan? Anway, kalau kita coba baca lagi Markus 11 : 12 - 14 itu, dikatakan gini "Dan dari jauh Ia melihat pohon ara yang sudah berdaun".  Jadi, Tuhan Yesus waktu itu tahu kalo pohon ara udah berdaun berarti pohon itu udah berbuah. Biarpun itu baru bulan Maret, tapi karena pohonnya udah berdaun berarti harusnya udah berbuah juga. So, Tuhan Yesus deketin deh pohon itu dan, ternyata oh ternyata, daunnya doang yang banyak, tapi gak ada buahnya. Capek dehhhh. . . . Lalu dikutuklah pohon itu.  

Pagi - pagi (sehari setelah pohon itu dikutuk – red) ketika Yesus dan murid-murid-Nya lewat,
mereka melihat pohon ara tadi sudah kering sampai ke akar2nya.
Lukas 11 : 20

Ladies, pohon ara itu seperti kita. Waktu kita belum kenal Tuhan, waktu kita belum terima Tuhan, kita kering dan gak berdaun. Setelah kita menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat pribadi, kita tumbuh karena Tuhan Yesus adalah air hidup.

Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN,
yang menaruh harapannya pada TUHAN!
Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air,
yang merambatkan akar - akarnya ke tepi batang air,
 dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau,
yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah.
Yeremia 17 : 7 - 8

Di dalam Tuhan Yesus, kita bertumbuh, daun-daun kita tumbuh dan tetap hijau bahkan saat panas terik, dan kita menghasilkan buah!! Tapi celakalah kalo kita gak menghasilkan buah. Kenapa? Karena itu artinya kita tidak tinggal pada Tuhan!


Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu.
Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. 
Yohanes 15 : 4

Kita harus berbuah. Kalo kita gak berbuah itu artinya kita gak tinggal dalam Pokok Anggur yang Benar. Dan yang lebih serem lagi, kalo kita gak berbuah, bisa-bisa kita ntar jadi kayak si pohon ara itu… mengering dan mati, bahkan dikumpulkan dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar!!! Baca deh di Yohanes 15 : 6:

Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku,
ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering,
kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar.

Tapi, apa sih maksudnya berbuah? Nah, ini kita bahas di bagian kedua ya :) See you next time! 


Tuesday, January 3, 2017

Happy New Year!

by Sarah Eliana


Happy New Year, everyone! =)

2017! WOW!

Tahun baru begini, teman-teman pasti sedang sibuk dengan resolusi tahun baru kan :) Well, kalo teman – teman ada yang punya resolusi untuk baca Firman Tuhan dari Kejadian sampai Wahyu pada tahun 2017 ini, aku mau merekomendasikan buku yang pernah aku pakai beberapa tahun lalu. Buku ini adalah buku panduan membaca Firman Tuhan secara kronologis, judulnya Cover to Cover yang ditulis oleh Selwyn Hughes.

https://images-na.ssl-images-amazon.com/images/I/51A1Ps2-MCL._SY344_BO1,204,203,200_.jpg



Kalo biasanya kita mulai baca Alkitab dari Kejadian, buku ini beda. Contoh bahan bacaan perhari bisa diambil dari berbagai kitab. Misalnya seperti ini, untuk hari pertama bahan yang harus kita baca adalah:

  1. The Pre-existent of Christ: Yohanes 1 : 1 - 2

  2. The creation declaration: Mazmur 90:2

  3. Origin of creation: Kejadian 1:1

  4. Satan cast out of heaven: Yesaya 14 : 12 - 17, Ezekiel 28: 13 - 19

  5. Judgment of creation: Kejadian 1: 2a,

  6. Creation for habitation: Yesaya 45: 18

  7. 1st & 2nd day of creation: Kejadian 1 : 2b - 8

  8. 3rd Day: Kejadian 2 : 5 - 6, 1: 9 - 13

  9. 4th, 5th and 6th days of creation:  Kejadian 1 : 14 - 26, 2: 7

  10. Creation of man in detail: Kejadian 5 : 1, 1 : 27

  11. Creation of woman: Kejadian 2 : 18 - 25

  12. Names given: Kejadian 5 : 2, 3 : 20

Nah... Jadi, di hari pertama kita belajar kalo Yesus Kristus sudah ada sejak sebelum dunia dijadikan. So, Jesus was not created by God the Father, tapi emang He is God. Trus dari situ kita baca kalo Tuhan Yesus Kristus itu kekal, from everlasting to everlasting. Baru deh ditegaskan lewat Kejadian 1 : 1 kalo TUHAN yang menciptakan langit dan bumi (bukan hasil big BANG… hehe). Dari situ kemudian diceritakan tentang Lucifer, si "bintang" yg jatuh dan dibuang dari surga. Selanjutnya kita baca kalo Tuhan menciptakan langit dan bumi untuk dihuni, diikuti dengan cerita tentang penciptaan dari hari pertama sampai keenam.

Dengan metode chronological seperti ini, aku betul - betul dibantu untuk mengerti... Waktu baca jadi sering bilang, "Oh, begini toh… Oh, ternyata ini alasannya". =) Coba deh, give it a try, baca ayat-ayat di atas dari awal sampe akhir.

Oh ya, selain kita dikasih materi bacaan Alkitab secara kronologis, tiap hari juga ada bagian khusus untuk pendalaman dan perenungan. Jadi setelah baca Alkitab, kita masih diajak mikir. =) Pokoknya menurutku, buku ini oke banget deh.

Kalo teman – teman tertarik, buku ini bisa dibeli di Amazon atau di Book Depository. Dari Book Depository free ongkos kirim lho! :)

Selamat membaca!